Translate

Rabu, 09 September 2020

IMPLEMENTASI POLA PENDIDIKAN

 

Description: https://abnerfadilsaputra.files.wordpress.com/2016/08/pokok-anggur.png?w=712

IMPLEMENTASI POLA PENDIDIKAN

 

 

Jurnal

Sebagai tugas untuk menyelesaikan studi

 

 

di susun oleh:

 

A

 

Sekolah Tinggi Teologi Pokok Anggur

 

Jakarta

 

2016

Kata Pengantar

 

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan, atas berkat dan pemeliharaan-Nya selama penulis membuat Jurnal yang berjudul Implementasi Pola Pendidikan. Dimana penulis merasa bersuka cita atas terlaksana dan atas terwujudnya sebuah jurnal yang penulis dapat selesaikan dengan baik, walaupun penulis merasakan banyak hal tantangan yang berat yang penulis rasakan selama penulisan berlangsung. Segala tantangan yang penulis alami selama penulisan Jurnal tersebut, penulis dapat lewati itu semua karena Tuhan yang memberikan kekuatan, kesehatan hingga penulis mampu menyelesaikan penulisan tersebut.

Penulis juga merasa bahwa apa yang penulis buat saat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis inginkan tanggapan dan saran yang membangun dari teman-teman, dosen agar apa yang penulis tuangkan tidak sia-sia melainkan dapat menjadi berkat bagi pembacanya. Dengan adanya masukan yang membangun maka penulis lebih di perlengkapi dan terutama juga bagi para pembacanya lebih di perlengkapi dan merasakan berkat yang besar dalam hidup mereka juga.

Dengan demikian maka penulis menyarankan agar setiap pembaca dapat mencermati serta dapat mengambil suatu makna dari jurnal tersebut serta mampu mengerti dan terutama dapat membangun diri mereka dalam berbangsa dan bernegara, serta mampu mencintai pendidikan lebih menuju kepada perubahan mental, spiritual serta mampu mencerminkan karakter Kristus yang mengara pada pengajaran yang agung dan yang mulia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar isi

 

Sampul

Kata pengantar                                                                                                            2

Daftar isi                                                                                                                                 3

Abstrak                                                                                                                       5

Pendahuluan                                                                                                               7

Latar belakang                                                                                                            7

BELAJAR DALAM PENDIDIKAN                                                                                   8

1.      Bentuk-bentuk belajar menurut fingsi psikis: 8

·         [1]Belajar dinamik/konatif

·         Belajar afektif

·         Belajar kognitif: mengingat, berfikir

·         Belajar senso-motorik: mengamati, bergerak, berketerampilan

 

1.      Bentuk-bentuk belajar menurut materi yang dipelajari:                                        11

·         Belajar teoretis

·         Belajar teknis

·         Belajar sosial atau belajar bermasyarakat

·         Belajar estetis

1.      Bentuk-bentuk belajar yang tidak begitu disadari:                                               11

2.      Belajar insidental

3.      Belajar dengan mencoba-coba

4.      Belajar tersembunyi

SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI BELAJAR                                                 12

Lima tipe memori                                                                                                        12

Work(kerja).

Implicit(implisit).

Remote(jarak jauh/jangka panjang).

Episodic.

Semantic.

Pentingnya Suatu Pendidikan                                                                                     13

Prinsip Hidup Orang Percaya                                                                                     15

DASAR PENDIDIKAN                                                                                                       16

TUJUAN PENDIDIKAN                                                                                                      18

Organisasi makro

Organisasi meso

Organisasi mikro

Media Pembelajaran                                                                                                    19

Pengertian Media                                                                                                        20

Ciri-ciri Media Pendidikan                                                                                         22

1.      Ciri Fiksatif (Fixative Property)

2.      Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

3.      Ciri Distributif (Distributive property)

Teori Belajar                                                                                                                23

·          

·         Perbedaan individual.

·         Tujuan pembelajaran.

·         Organisasi isi.

·         Persiapan sebelum belajar.

·          

·          

·         Umpan balik.

·         Penguatan (reinforcement).

·         Latihan dan pengulangan.

·          

Daftar pustaka                                                                                                                        26

 

 

 

 

 

 

Abstrak

Abner, implementasi pola pendidikan

Kemampuan belajar yang dimiliki manusia, merupakan bekal yang sangat pokok

Pendidikan ialah bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar dia mencapai kedewasaan. Belajar adalah perubahan tingkah laku disebabkan oleh pelatihan dan pengalaman. Bealajar merupakan bagian hidup manusia yang berlangsung seumur hidup dalam segala situasi dan kondisi yang dilakukan di sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat, sehingga menjadi obyek penelitian bagi banyak ahli ilmu psikologi, sehingga lahirlah aneka ragam pandangan mengenai belajar, yang malah dikembangkan menjadi teori-teori belajar. Implementasi pendidikan nilai moral adalah pendekatan yang paling tepat di gunakan dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti di indonesia. Corak pandangan terhadap masalah belajar yang masih mempengaruhi psikologi belajar modern, ialah cara berpikir yang dipelopori oleh psikolog Inggris, yang mengembangkan aliran yang kemudian disebut “Asosianisme”. Belajar diartikan sebagai proses pembentukan tingkah laku secara terorganisasi. Pendidikan menjadi aspek penting untuk kemajuan sebuah negara. Kemajuan pendidikan tentu tidak terlepas dari kompetensi yang dimiliki berbagai pihak. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan kewajiban guru. Pendidikan adalah hidup.” (Redja Mudyahardjo, 2009:3) pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan setiap orang, dan pandangan ini dapat diterima oleh seseorang jika telah mengerti dan memahami dengan benar tentang pendidikan itu sendiri.

Pendidikan secara umum berbasis pengetahuan dan pengalaman yang terjadi dalam konsep sejarah yang telah dipelopori oleh tokoh-tokoh pendidikan secara umum. Konsep berpikir bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan dan membawa seorang anak berhadapan langsung dengan Allah, karena Allah adalah pengajar. Allah selalu mendidik umat-Nya untuk hidup bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan termasuk bertanggung jawab dalam mendidik. Penting untuk membangun dasar yang kuat dan berkualitas melalui pendidikan dalam gereja, pada generasi-generasi yang ada sehingga gereja menjadi penentu bagi masa depan dan kualitas iman jemaat, artinya gereja harus menjadi penentu bagi masa depan generasi muda menjadi penentu bagi masa depan gereja. Prinsip hidup orang percaya berlawanan total dengan prinsip hidup orang tidak percaya. Hal ini terjadi dalam dunia pendidikan sama seperti dalam gereja. Berdasarkan hal ini, kita akan membahas antitesis dalam pendidikan. Pendidik Kristen yang kita sudah pelajari, comenius pun berpendapat bahwa pendidikan yang ia maksudkan selayaknya di namakan pendidikan agama Kristen, karena nilai-nilainya berporos pada iman Kristen. Jadi, teologi adalah dasar pertama yang pertama menyoroti dan mempraktekan akan pendidikan. Perumusan suatu tujuan pendidikan, yang menetapkan hasil yang seharusnya diperoleh pada pihak siswa setelah tamat, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa.

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya.

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar.” Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media

Kesimpulan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar.

Teknologi pembelajaran, adalah kajian dan praktik etis untuk menfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang sesuai

 

 

Jumlah kata : 558 kata

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pendahuluan

Pada dasarnya kita dapat memahami betapa pentingnya penulisan jurnal tersebut demi untuk mencapai suatu standar yang telah ditetapkan dalam sebuah sekolah dimana dalam pencapaian akan sebuah gelar diperlukan ketekunan serta kerja keras yang didasari pada suatu tugas dan kegiatan belajar mengajar dalam konteks pendidikan di dalam sekolah dimana seseorang mendapatkan suatu ilmu baru yang akan di tuangkan bagi orang lain, dimana seorang pelajar telah mendapatkan ilmu baru dan ia ingin dan rindu berbagi kepada orang lain. Dalam jurnal tersebut, dimana kita akan membahas tentang Implementasi Pola Pendidikan.

Latar belakang

Melihat keadaan sekarang, masih banyak orang yang menyepelekan akan pendidikan akibat kurangnya kepedulian para pendidik. Hal itu di akibatkan karena para pendidik kurang mampu dalam mendidik dengan baik. Hal demikian kita tidak bisa fungkiri karena banyak hal yang menjadi penghambat pendidikan tersebut, yakni kurangnya teori mengajar untuk bertindak, kurangnya kepedulian orangtua dalam mendidik anaknya karena diakibatkan orangtua kurang memahami arti dan makna pendidikan, walaupun sekarang ini sudah banyak orangtua yang sudah mulai paham arti dan makna pendidikan. Dengan demikian, maka diharapkan bagi para pengajar untuk lebih memperluas wawasannya sebelum mengajar, agar supaya ketika dalam mengajar tidak muda lari dari tanggung jawab. Lewat jurnal ini dapat membantu para kita untuk memahami pentingnya pendidikan, teori-teori dalam mendidik, serta tujuan belajar.

Kemampuan belajar yang dimiliki manusia, merupakan bekal yang sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu, umat manusia telah berkembang selama abad-abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan luas baginya untuk memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih tinggi.

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, Implementasi adalah pelaksanaan, penerapan. Jadi implementasi merupakan suatu proses atau cara yang dilakukan dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan dimana dalam proses ada suatu hal yang akan memberikan kepastian dalam pelaksanaannya, serta dapat membuat orang mendapatkan kepastian yang selalu diharapkan untuk terlaksana dengan baik. Dalam bagian-bagian tertentu di perlukan beberapa hal, untuk menuntun seseorang menjadi lebih baik dan memberikan sebuah jawaban yang penuh dengan keyakinan dimana dalam keyakinan itu memiliki pengharapan yang pasti yang memberikan suatu pemikiran yang baru dimana orang dapat terus berpikir serta mampu mengambil sebuah keputusan untuk terus bertindak sesuai tuntutan yang telah di dapat dan mampu menerapkannya/melakukannya, dalam hal ini seseorang dapat bertindak sesuai dengan cara-cara yang di berikan berdasarkan keadaan jamannya.

Pendidikan ialah bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar dia mencapai kedewasaan. Bantuan yang diberikan oleh pendidik itu berupa pendampingan, yang menjaga agar anak didik belajar hal-hal yang positif, sehingga sungguh-sungguh menunjang perkembangannya. Maka, cara belajar anak didik diarahkan dan tidak dibiarkan berlangsung tidak dibiarkan berlangsung sembarangan saja tanpa tujuan. Tuntunan itu diberikan melalui pergaulan pedagogis dengan anak, yaitu pergaulan yang bersifat mendidik. Pendidikan berlangsung melalui dan di dalam pergaulan, tetapi tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dan anak, dengan sendirinya, bersifat pedagogis (mendidik). Pergaulan baru akan bersifat pedagogis, apabila pendidik bermaksud dan berusaha untuk mempengaruhi anak, demi perkembangan anak itu, serta pendidik pun mempunyai wewenang terhadap anak itu.[2]

Belajar Dalam Pendidikan

Belajar adalah perubahan tingkah laku disebabkan oleh pelatihan dan pengalaman. Bealajar merupakan bagian hidup manusia yang berlangsung seumur hidup dalam segala situasi dan kondisi yang dilakukan di sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat.[3]

Belajar merupakan sesuatu yang telah menjadi obyek penelitian bagi banyak ahli ilmu psikologi, sehingga lahirlah aneka ragam pandangan mengenai belajar, yang malah dikembangkan menjadi teori-teori belajar.

Adapun sistematika bentuk belajar adalah sebagai berikut:

1.      Bentuk-bentuk belajar menurut fingsi psikis:

2.      [4]Belajar dinamik/konatif

3.      Belajar afektif

4.      Belajar kognitif: mengingat, berfikir

5.      Belajar senso-motorik: mengamati, bergerak, berketerampilan

 

1.      Bentuk-bentuk belajar menurut materi yang dipelajari:

·         Belajar teoretis

·         Belajar teknis

·         Belajar sosial atau belajar bermasyarakat

·         Belajar estetis

1.      Bentuk-bentuk belajar yang tidak begitu disadari:

2.      Belajar insidental

3.      Belajar dengan mencoba-coba

4.      Belajar tersembunyi

 

 

1.      Bentuk-bentuk belajar menurut fungsi psikis

·         Belajar dinamik/konatif. Ciri khasnya terletak dalam belajar berkehendak sesuatu secara wajar, sehingga orang tidak menyerah pada sembarang menghendaki dan juga tidak menghendaki sembarang hal. Berkehendak adalah suatu aktivitas psikis, yang terarah pada pemenuhan suatu kebutuhan yang disadari dan di hayati. Kebutuhan itu dapat merupakan kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan mengistirahatkan tubuh atau mendapatkan bahan makanan. Kebutuhan itu dapat juga merupakan kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan akan pengetahuan dan lingkungan hidup yang aman. Penyadaran dan penghayatan kebutuhan itu menimbulkan dorongan untuk bertindak, sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi. Dorongan itu terealisasi dalam berkehendak. Berkehendak itu bukan sekedar berkeinginan saja, dalam arti “semoga dapat tercapai,” melainkan berdaya-upaya nyata untuk mencapai apa yang dikehendaki, berdasarkan penghayatan kebutuhan. Kehendak yang manusiawi, mengekspresikan diri dalam berkemauan secara bebas dan sadar.

·         Belajar afektif. Salah satu ciri ialah belajar menghayati nilai dari suatu obyek yang dihadapi melalui alam perasaan, entah obyek itu berupa orang, benda atau kejadian/peristiwa; ciri yang lain terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar. Di dalam merasa, orang langsung menghayati apakah suatu obyek baginya berharga/bernilai atau tidak. Bila obyek itu dihayati sebagai sesuatu yang berharga, maka timbullah perasaan senang; bila obyek itu dihayati sebagai sesuatu yang tidak berharga, maka timbullah perasaan tidak senang. Misalnya, dua sejoli yang sedang asyik berpacaran, menghayati kebersamaan mereka sebagai sesuatu yang sangat berarti dan penuh makna positif; karena itu mereka berperasaan senang. Demikian pula, dengan kehadiran orang ketiga dihayati sebagai sesuatu yang mengganggu saja dan tidak bermakna positif bagi mereka; karena itu mereka mengalami perasaan tidak senang. Maka terjadilah suatu penilaian secara spontan, mengenai apa yang bermakna positif atau bermakna negatif. Perasaan senang dan tidak senang, merupakan suatu reaksi dalam alam perasaan yang bersifat mendasar dan masih agak umum. Perasaan senang meliputi sejumlah rasa yang lebih spesifik, seperti rasa puas, rasa gembira, rasa nikmat, rasa simpati, rasa sayang, dan lain sebagainya. Perasaan yang tidak senang meliputi sejumlah rasa yang lebih spesifik, seperti rasa takut, rasa cemas, rasa gelisah, rasa iri hati, rasa cemburu, rasa segan, rasa marah, rasa dendam, rasa benci dan lain sebagainya. Perasaan dapat menjadi sedemikian kuat, sehingga orang terbawa-bawa oleh perasaannya sendiri; dengan demikian, dia tidak menguasai lagi ungkapan perasaannya dan kehilangan kontrol rasional. Orang harus belajar menerima perasaan sebagai bagian dari kepribadiannya sendiri yang berperanan positif, karena di dalamnya dia menilai secara spontan apa yang baik dan apa yang jelek baginya.

Fungsi dinamik dan afektif berkaitan satu sama lain, karena setiap kehendak dan kemauan disertai perasaan dan setiap perasaan mengandung dorongan untuk berkehendak dan berkemauan. Selain belajar menerima perasaan sendiri sebagai sesuatu yang khas manusiawi orang juga harus belajar untuk bervariasi dalam berperasaan. Ada saat dan situasi di mana orang akan khusus merasa puas, atau khusus merasa gembira, atau khusus merasa sayang dan seterusnya.

 

·         Belajar kognitif: ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan suatu bentuk representasi yang mewakili semua obyek yang dihadapi, entah obyek itu orang, benda atau kejadian/peristiwa. Segala obyek itu direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan ke luar negeri, setelah kembali ke negerinya sendiri.tempat-tenpat yang di kunjunginya selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang. Dengan demikian, hal-hal yang tidak hadir secara fisik pada saat sekarang, dapat menjadi bahan komunikasi antara dua orang, segala macam hal seolah-olah dipegang, disentuh dan dipermainkan secara mental. Karena kemampuan kognitif ini, manusia dapat menghadirkan realitas dunia di dalam dirinya sendiri, dari hal-hal yang bersifat material dan berperaga seperti perabot rumah tangga, kendaraan, bangunan dan orang, sampai hal-hal yang tidak bersifat material dan berperaga seperti ide “keadilan, kejujuran” dan lain sebagainya. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, di mana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh di masa yang lampau. Terdapat dua bentuk mengingat yang paling menarik perhatian, yaitu mengenal kembali (rekognisi) dan mengingat kembali (reproduksi).

·         Belajar senso-motorik:ciri khasnya terletak dalam belajar menghadapi dan menangani aneka obyek secara fisik, termasuk kejasmanian manusia sendiri. Misalnya, menggerakkan anggota-anggota badan sambil naik tangga atau berenang, memegang alat sambil menulis atau melukis, memindahkan jari-jari tangan dan memberikan tekanan pada tombol-tombol mesin bila mengetik, menguasai dan mengatur lajunya sebuah kendaraan dengan mempergunakan gerakan lengan dan kaki, memberikan makan kepada dirinya sendiri sambil mengambil bahan makanan dan memindahkannya ke mulut dengan mempergunakan alat-alat makan dan lain sebagainya. Jadi, berlangsunglah suatu penanganan atau operasi secara fisik, bukan hanya operasi secara mental, sebagaiman terjadi bila berpikir. Dalam belajar ini, baik aktivitas mengamati melalui alat-alat dria (sensorik) maupun bergerak dan menggerakkan (motorik), memegang peranan penting. Pengalaman adalah fungsi yang membuat manusia mengenal dunia real yang fisik/berbadan. Terjadi pengamatan, bila seseorang melihat manusia lain, sebatang pohon atau sebuah meja;

 

Menurut pandanga Piaget, belajar senso-motorik merupakan dasar bagi belajar berpikir. Mengamati aneka obyek dan memegang serta menangani benda, mendasari perkembangan berpikir. Dalam berpikir, orang “mempermainkan” realitas lingkungan hidupnya dalam bentuk-bentuk representatif, tetapi tanpa pengamatan yang cermat dan penanganan secara konkret, sukarlah mengembangkan suatu bentuk representasi mental yang tepat.

1.      Bentuk-bentuk belajar menurut materi yang dipelajari:

2.      Belajar teoretis. Bentuk pelajaran ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan banyak konsep, relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan.

 

2.      Belajar teknis. Bentuk belajar ini bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam menangani dan memegang benda-benda serta menyusun bagian-bagian materi menjadi suatu keseluruhan, misalnya belajar mengetik dan membuat suatu mesin tik. Belajar semacam ini juga kerap disebut belajar motorik. Belajar ini mencakup fakta, seperti siapa yang pertama membuat mesin uap; konsep-konsep seperti arah pemutaran dan transmisi tenaga; relasi-relasi, seperti susunan bagian-bagian dalam motor mobil; metode-metode untuk memecahkan problem teknis, seperti mencari sebab mesin mobil tidak dapat dihidupkan.

 

 

3.      Belajar sosial atau belajar bermasyarakat. Bentuk belajar ini bertujuan mengekang dorongan dan kecenderungan spontan, demi kehidupan bersama, dan memberikan kelonggaran kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Belajar ini mencakup fakta, seperti didirikannya badan perserikatan bangsa untuk mengatur kehidupan bangsa-bangsa pada taraf internasional; konsep-konsep, seperti solidaritas, penghargaan dan kerukunan; relasi-relasi, seperti hubungan antara penindasan dan pemberontakan; struktur-struktur seperti dalam badan-badan pemerintahan; metode-metode atau cara-cara kehidupan bersama, seperti sopan-santun dan tata-cara berapat.

4.      Belajar estetis. Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan di berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti nama Mozart sebagai penggubah musik klasik; konsep-konsep, seperti ritme, tema dan komposisi; relasi-relasi, seperti hubungan antara bentuk dan isi; struktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliran dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya seni.

5.      Bentuk-bentuk belajar yang tidak begitu disadari:

6.      Belajar insidental berlangsung bila orang mempelajari sesuatu dengan tujuan tertentu, tetapi di samping itu juga belajar hal lain yang sebenarnya tidak menjadi sasaran. Hasil belajar insidental biasanya terbatas pada pengetahuan tentang fakta dan data. Belajar insidental dalam bahasa Inggris disebut “incidental learning” dan berperan positif; yang disebut “accidental learning” adalah belajar insidental yang berperan negatif dan tidak diharapkan terjadi, misalnya bila siswa tetap menulis suatu kata dengan ejaan yang salah meskipun oleh guru diberi tanda merah.

7.      Belajar dengan mencoba-coba.

8.      [5]Belajar tersembunyi

Sejarah Perkembangan Psikologi Belajar

Bagaimana manusia belajar dan bagaimana syarat-syarat yang berlaku bila manusia belajar, merupakan permasalahan yang sudah lama mendapat perhatian dari sejumlah ahli psikologi, terutama mulai awal abad ini. Corak pandangan terhadap masalah belajar yang masih mempengaruhi psikologi belajar modern, ialah cara berpikir yang dipelopori oleh psikolog Inggris, yang mengembangkan aliran yang kemudian disebut “Asosianisme”. Mereka terutama mempelajari bagaimana gagasan yang satu dihubungkan dengan gagasan yang lain, misalnya bagaimana gagasan yang satu dihubungkan dengan gagasan yang lain, misalnya bagaimana gagasan kompleks “bunga” atau “nomor atau angka”, yang masing-masing mengandung banyak ide, akhirnya dibentuk. Menurut pandangan mereka gagasan itu bersumber pada kesan-kesan yang diperoleh melalui alat-alat indera; dari semua kesan itu akhirnya diperoleh gagasan atau ide seperti “bunga” atau “nomor atau angka”. Belajar diartikan sebagai proses pembentukan tingkah laku secara terorganisasi.

Implementasi pendidikan nilai moral adalah pendekatan yang paling tepat di gunakan dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti di indonesia.[6]

Lima Tipe Memori

Kita dapat mengingatnya dengan menggunakan singkatan W-I-R-E-S (Work(kerja), Implicit(implisit), Remote(jarak jauh/jangka panjang), episodic, semantic).

1.      Work(kerja). Memori ini adalah memori jangka-sangat-pendek-tak lebih dari beberapa detik lamanya. Berada pada bagian korteks prefrontal, ia memungkinkan anda menyimpan dan mengingat beberapa hal pada saat yang sama.

2.      Implicit(implisit). Memori ini sering disebut “otot” atau “memori implisit”- memori yang tidak menuntut kesadaran. Itu menjelaskan mengapa kita dapat “kehilangan ingatan”.

3.      Remote(jarak jauh/jangka panjang). Memori ini adalah akumulasi data sepanjang hidup mengenai beragam topik yang luas.

4.      Memori ini adalah memori dari pengalaman pribadi yang spesifik.

5.      Memori terhadap kata-kata dan simbol-simbol beserta makna-maknanya adalah jenis memori yang kemungkinan besar tidak akan pernah hilang. Memori semantik menggambarkan peng[7]etahuan umum kita mengenai cara kerja dunia ini. Memori semantik terletak dalam gelung sudut (suatu bagian otak yang berbentuk seperti gelung).

Pentingnya Suatu Pendidikan

Pendidikan menjadi aspek penting untuk kemajuan sebuah negara. Kemajuan pendidikan tentu tidak terlepas dari kompetensi yang dimiliki berbagai pihak. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan kewajiban guru. Menjadi hak untuk guru agar dapat memperoleh kesempatan meningkatkan kompetensi dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Serta menjadi kewajiban juga sebagai guru untuk memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal ini juga sudah diamanatkan pada UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dimana profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan standar kompetensi sesuai bidang tugasnya dan pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan sepanjang hayat.

Pendidikan adalah hidup.” (Redja Mudyahardjo, 2009:3) pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan setiap orang, dan pandangan ini dapat diterima oleh seseorang jika telah mengerti dan memahami dengan benar tentang pendidikan itu sendiri. Hal yang bertentangan dengan pendapat itu bahwa dahulu sebagian orang tua menganggap pendidikan tidak memiliki arti atau guna sehingga kecenderungan orang tua tidak memperhatikan kualitas pendidikan anak-anak mereka. Sebuah filosofi secara tidak tertulis  sering diungkapkan oleh orang tua bahwa “sekolah tidak dimakan, kalau tidak kerja maka tidak bisa makan.” Pemahaman dan pengertian seseorang tentang pendidikan dapat menentukan berhasil atau gagalnya pendidikan bagi orang tersebut, yang mungkin akan berdampak juga bagi kehidupan masa depannya, karena pendidikan bukanlah segala-galanya tetapi melalui pendidikan seseorang akan bisa mendapatkan segala-galanya.

Pendidikan secara umum berbasis pengetahuan dan pengalaman yang terjadi dalam konsep sejarah yang telah dipelopori oleh tokoh-tokoh pendidikan secara umum, (Redja Mudyahardjo, 2009:3) tetapi pendidikan kristen berbasis kebenaran firman Tuhan, yang mengungkapkan segi-segi kehidupan manusia baik dari sisi eksistensi manusia itu sendiri, maupun moralitas dan integritas hidup yang sesuai dengan panggilan dan tuntutan moralitas Allah. Konsep berpikir bahwa pendidikan merupakan proses pembentukan dan membawa seorang anak berhadapan langsung dengan Allah, karena Allah adalah pengajar. B.S. Sidjabat mengatakan bahwa, “sebagai pengajar, ia aktif mengkomunikasikan kebenaran tentang pribadi-Nya, firman-Nya bahkan perbuatan-Nya.” (B.S. Sidjabat, 2006:36) karena itu, Allah sebagai pengajar dalam pendidikan kristen harus menjadi dasar yang kuat dalam pengembangan pendidikan kristen, baik di sekolah maupun di gereja. Pendidikan kristen adalah suatu interaksi nyata berdasarkan kebenaran firman Allah (Alkitab) yang berimplikasi-kan pada hidup yang dikuasai oleh Roh Kudus, sehinggah menghasilkan pembaharuan kehidupan dalam hidup peserta didik/jemaat mencapai kesempurnaan di dalam Kristus. Kemudian B.S. Sidjabat mengatakan bahwa “pendidikan kristen merupakan usaha untuk bersahaja dan sistematis, ditopang oleh upaya rohani dan manusiawi untuk mentransmisikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan dan tingkah laku yang bersesuaian/konsisten dengan iman kristen; mengupayakan perubahan, pembaharuan dan reformasi pribadi-pribadi, kelompok bahkan struktur oleh kuasa Roh Kudus, sehingga peserta didik hidup sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab, terutama dalam Yesus Kristus (B.S. Sidjabat, 1999:10).

Dari pengertian di atas, jelas bahwa pendidikan kristen merupakan bagian yang sangat penting dalam gereja. Hal ini secara teologis didasarkan pada firman Tuhan bahwa pendidikan kristen mendapatkan penekanan khusus dalam dalam Perjanjian Lama Perjanjian baru. Dalam Perjanjian Lama Tuhan memberi perintah kepada Harun untuk mengajarkan segala[8] ketetapan yang telah difirmankan Tuhan kepada mereka melalui perantara-an nabi Musa (Imamat 11:10). Kemudian tugas ini di mandatkan lagi kepada imam yang melayani (Ulangan 6:24). Selanjutnya dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus sendiri memberikan penekanan penting terhadap pendidikan dengan bersabda: “Karena itu pergilah,….jadikanlah….baptis-lah….dan ajarlah mereka….(Matius 28:19-20). Tuhan Yesus memberikan sebuah jaminan pasti dan memberikan tugas kepada murid-murid-Nya yang dikemudian hari akan menjadi pemimpin.

Dasar pemikiran di atas maka pendidikan kristen merupakan pelayanan yang sangat penting dan harus berpusat pada Kristus, diterapkan melalui pelayanan pastoral kristen, dalam konteks gereja saat ini (Kenneth O. Gangel, 2001:40). Semua jenis pelayanan dalam gereja penting untuk dilakukan tetapi jika tanpa pendidikan kristen maka gereja tidak mengalami pertumbuhan yang sehat. Pada dasarnya Tuhan menghendaki untuk agar jemaat mengalami pertumbuhan dengan sehat. Kesehatan dalam pertumbuhan sangat bergantung juga pada penerapan pendidikan kristen. Pendidikan kristen dalam pembahasan ini kepada perintah Tuhan Yesus dalam Matius 28:20 denga kata kunci “ajarlah”. Itu berarti bahwa gereja harus menjadi tempat untuk mengajar, dalam arti gereja menjadi agen pendidikan bagi jemaat dan setiap orang percaya. Gereja sebagai agen pendidikan kristen adalah gereja menjadi pelaku pendidikan yang mampu mendidik, mengajar, mengarahkan, membimbing serta mendoakan jemaat sehingga membawa jemaat kepada kedewasaan rohani. Dan konsep ini bagi seorang pemimpin kristen dalam hal ini adalah seorang gembala harus memiliki pemahaman bahwa gereja harus menjadi pelaku (agen) pendidikan dan pendidikan dalam gereja harus berbasis Alkitab dan memiliki otoritas sebagai pedoman bagi iman dan perbuatan manusia.

Allah selalu mendidik umat-Nya untuk hidup bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan termasuk bertanggung jawab dalam mendidik (bdk. Keluaran 13:17-22; Matius 14:13-21; 16:24-28). Cornelius Van Til mengatakan bahwa, Tentu saja pendidikan tanpa Allah akan menjadi humanistik, yaitu berpusat pada manusia. (Berkhof dan Cornelius Van Til, 11) secara implikatif pemahaman ini harus diterapkan oleh gembala sebagai pemimpin dalam jemaat, agar pendidikan kristen.

Melihat berbagai tantangan secara umum yang dihadapi oleh gereja, maka gereja harus sadar dan hadir sebagai agen pendidikan yang akan mendidik, mengarahkan, membimbing dan mengajar setiap umat Allah dalam menghadapi tantangan yang ada. Secara khusus realitas yang dihadapi oleh gereja pada umumnya, dari waktu ke waktu mengalami degradasi yang akan memengaruhi kuantitas dalam gereja. Menghadapi kondisi yang ada, baik dalam gereja sebagai organisasi maupun gereja sebagai pribadi, maka penting untuk membangun dasar yang kuat dan berkualitas melalui pendidikan dalam gereja, pada generasi-generasi yang ada sehingga gereja menjadi penentu bagi masa depan dan kualitas iman jemaat, artinya gereja harus menjadi penentu bagi masa depan generasi muda menjadi penentu bagi masa depan gereja. Karena itu, gereja harus menjadi agen pendidikan kristen yang akan mendidik, membimbing, mengarahkan dan mengajarkan anggota jemaat untuk tetap eksis dalam menghadapi berbagai kondisi yang menjadi tantangan bagi pertumbuhan rohani dan iman jemaat.

Prinsip Hidup Orang Percaya

Prinsip hidup orang percaya berlawanan total dengan prinsip hidup orang tidak percaya. Hal ini terjadi dalam dunia pendidikan sama seperti dalam gereja. Berdasarkan hal ini, kita akan membahas antitesis dalam pendidikan. Antitesis ini terjadi di seluruh bidang pendidikan. Antitesis mula-mula terjadi pada filsafat pendidikan; sangat penting tetapi sering tidak diperhatikan. Kedua, antitesis muncul dalam aspek materi yang disampaikan, yakni kurikulum. Terakhir, antitesis muncul ketika kita memikirkan sang anak atau anak muda yang akan dididik. Dalam tiga aspek inilah kita akan membahas antitesis dalam filsafat pendidikan.

Orang non-Kristen percaya bahwa alam semesta menciptakan Allah. Mereka memiliki allah yang terbatas. Orang Kristen percaya bahwa Allah menciptakan alam semesta. Mereka memiliki alam semesta yang terbatas. Oleh karena itu, orang non-Kristen tidak berpikir untuk membawa seorang anak berhadapan langsung dengan Allah. Mereka ingin membawa anak tersebut berhadapan langsung dengan dunia. Pendidikan non-Kristen merupakan pendidikan tanpa Allah (Godless education).

Dasar Pendidikan

Sama seperti para pendidik Kristen yang kita sudah pelajari, comenius pun berpendapat bahwa pendidikan yang ia maksudkan selayaknya di namakan pendidikan agama Kristen, karena nilai-nilainya berporos pada iman Kristen. Jadi, teologi adalah dasar pertama yang pertama menyoroti dan mempraktekan akan pendidikan. Kita mencatat pengalaman pribadi sebagai dasar kedua yang melandasi pandangannya tentang pendidikan. Gaya berpikir secara analogisadalah dasar yang ketiga. Melalui pendekatan itu ia menerapkan tinjauan terhadap dunia alam dan penelahan Alkitab dengan masalah atau isu pedagogis tertentu.

Comenius percaya akan kedaulatan Allah. Demikianlah ia menulis: segala sesuatu yang terjadi dalam dunia berlangsung melulu karena kehendak-Nya saja, dari hal-hal yang paling besar pun sampai yang paling kecil. Semua ini, telah saya tinjau dengan mata sendiri. Lebih terarah lagi untuk maksud kita, percaya akan kedaulatan Allah berarti bahwa pendidikan termasuk ke dalam kehendak Allah bagi manusia. Comenius menarik kesimpulan itu berdasarkan jati diri manusia sebagai “kemuliaan Allah” (1 Kor. 11:7). Karena manusia telah diciptakan segambar dengan Allah, maka semakin dekat kelihatan gambar dengan modelnya, semakin mulia pula gambaran itu. tetapi “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,” (Rm. 3:23). Jadi, agar manusia tidak kehilangan kemuliaan Allah dan karena itu merampas kepunyaan Allah, maka semua orang harus diajar untuk tidak berbuat dosa, tidak berbuat salah dan tidak gagal dalam panggilannya memenuhi jati dirinya yang segambar dengan Allah”. Allah berkehendak agar manusia diajar untuk mengamalkan panggilan yang tinggi, yaitu “kemuliaan Allah”. Di sini tampak perbedaan mencolok antara Calvin dan Comenius tentang kedaulatan Allah menjamin bahwa keselamatan  manusia hanya bergantung kepada prakarsa Tuhan saja, sedangkan dalam pikiran Comenius maksud kedaulatan itu lebih erat hubungannya dengan kebutuhan manusia yang sedang menderita di dunia berdosa ini, walaupun memang Comenius tidak menolak seluruh tafsiran Calvin tentang kedaulatan Allah.

Manusia adalah ajaran teologi kedua yang menyoroti pandangan Comenius tentang pendidikan. Ia memulai pembahasan tentang manusia dengan mengutip dari Kejadian 1:26; “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Di dalamnya tersirat tiga pokok tentang jati diri manusia.

Manusia adalah makhluk yang tidak menggarap maknanya sepenuh-penuhnya selama hidup di atas bola bumi ini. Manusia mencapai tujuan mutlak itu sesudah dihidupkan ulang nanti di dunia seberang. Menurut Comenius, inti ini diberlakukan dari dua sumber pokok, asas perkembangan tahap demi tahap yang menjadi “hukum” untuk kehidupan insani, dan pengalaman Yesus sendiri.

Bila seseorang dahaga akan pengetahuan, maka selalu ada lebih banyak hal yang asing baginya. Seperti kaki langit yang selalu “maju” lebih jauh lagi ke depan, begitu pun pengalaman mengetahui dan memahami. Di depan seorang yang mencari pengertian selalu ada sesuatu yang ia belum tangkap. Kalau begitu, kita dipersiapkan untuk percaya akan tahap lain lagi sesudah kematian.

Justru keadaan inilah yang dibenarkan oleh pengalaman Yesus dari Nazaret. Sesudah dikandung oleh Roh Kudus dan lahir dari dara Maria, Ia berjalan kaki di antara manusia. Ia mati dan bangkit kembali dari maut dan naik ke sorga. Oleh pengarang Surat Ibrani (6:20), Yesus dinamai “perintis” kita. Ia menjadi “yang sulung di antara banyak saudara” (Rm. 8:29). Jadi, disimpulkan bahwa Yesus tidak datang ke bumi untuk tetap tinggal di sana, malahan agar sesudah menyelesaikan tugas-Nya Ia akan kembali ke tempat-Nya semula. Dengan kata lain, tempat tinggal manusia berjumlah tiga tempat: rahim ibu, bumi dan sorga.

Pada tingkat pertama itu kita mengalami kehidupan paling sederhana, yaitu dengan permulaan gerakan dan perasaan. Dengan yang kedua kita mengalami kehidupan, kemampuan pindah tempat, pancaindra dan unsur-unsur akali. Dalam yang ketiga itu kita menemukan penyempurnaan. Yang pertama itu menjadi persiapan bagi yang kedua, dan yang kedua untuk yang ketiga, sedangkan yang ketiga itu berada hanya demi kepentingan diri sendiri saja, karena bersifat kekal.

Tujuan Pendidikan

Perumusan suatu tujuan pendidikan, yang menetapkan hasil yang seharusnya diperoleh pada pihak siswa setelah tamat, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa. Berkaitan dengan penentuan tujuan pendidikan, perlu dibedakan antara pengelolaan pendidikan pada taraf:

1.      Organisasi makro: sistem pendidikan sekolah pada taraf nasional, dengan penjabarannya dalam jenjang-jenjang dan jenis-jenis pendidikan sekolah, yang semuanya harus menuju ke pencapaian tujuan pendidikan nasional, sesuai dengan ciri-ciri program pendidikan masing-masing.

2.      Organisasi meso: pengaturan program pendidikan di sekolah tertentu sesuai dengan ciri-ciri khas jenjang pendidikan tertentu (pendidikan dasar – pendidikan menengah – pendidikan tinggi) dan jenis pendidikan yang dikelola di sekolah itu (pendidikan umum – pendidikan kejuruan).

3.      Organisasi mikro: perencanaan dan pelaksanaan suatu proses belajar-mengajar tertentu, di dalam ruang kelas, yang di peruntukkan kelompok siswa tertentu pula. Para tenaga pengajar melakukan itu berdasarkan suatu program pengajaran yang telah disusun untuk kelompok siswa yang bersangkutan.

Isi tujuan pendidikan akan berbeda-beda, tergantung untuk taraf organisasi manakah tujuan itu ditetapkan.

Bagan hubungan hierarkis antara berbagai tujuan pendidikan sekolah, taraf organisasi pendidikan sekolah dan taraf pengelolaan pendidikan sekolah.

Hierarki Tujuan Pendidikan

 

 

Taraf Organisasi

Taraf Pengelolaan

Tujuan Pendidikan Nasional

 

 

 
Tujuan Pendidikan  Institusional

 

 

 

Tujuan Pendidikan Kurikuler

 

 

 

Tujuan Instruksional Umum

 

 
Tujuan Instruksional Khusus

 

Makro

 

 

 

 

Meso

 

 

 

Meso

 

 

 

Mikro

 

 

 

Mikro

 

Keseluruhan usaha pendidikan masyarakat di negeri Indonesia.

 

Jenjang pendidikan sekolah tertentu dan jenis pendidikan tertentu.

 

Kesatuan kurikulum tertentu yang mencakup sejumlah bidang studi.

 

Kesatuan bidang studi tertentu yang mencakup sejumlah pokok bahasa.

 

Kesatuan pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu

Tujuan pendidikan nasional mengambil inspirasinya dari cita-cita nasional bangsa dan tujuan pembangunan nasional.

Media Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu bertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya. Apabilah proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Interaksi yang terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, yang antara lain terdiri atas murid, guru, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau materi pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah, rekaman vidio atau audio, dan yang sejenisnya), dan berbagai sumber belajar dan fasilitas (proyektor overhead, perekam pita audio dan vidio, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat sumber blajar, dan lain-lain). Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994:6):

·         Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar;

·         Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

·         Seluk-beluk proses belajar

·         Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan;

·         Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;

·         Pemilihan dan penggunaan media pendidikan;

·         Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;

·         Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;

·         Usaha inovasi dalam media pendidikan;

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.

 

Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar.” Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli yang sebagian di antaranya akan diberikan berikut ini. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Di samping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987: 234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator media menunjukkan  fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar-siswa dan isi pelajaran. Di samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran.

Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan batasan ini, Hamidjojo dalam Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.

Acapkali kata media pendidikan digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh hamalik (1986) di mana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi. Sementara itu, Gegne’ dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Di lain pihak, Nasional Education Association memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya; dengan demikian, media dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca.

Istilah “media” bahkan sering dikaitkan atau dipergantikan dengan kata “teknologi” yang berasal dari kata latin tekne (bahasa Inggris art) dan logos (bahasa Indonesia “ilmu”). Menurut Webster (1983: 105), “art” adalah keterampilan (skill) yang diperoleh lewat pengalaman, studi dan observasi. Dengan demikian, teknologi tidak lebih dari suatu ilmu yang membahas tentang keterampilan yang diperoleh lewat pengalaman, study, dan observasi. Bila di hubungkan dengan pendidikan dan pembelajaran, maka teknologi mempunyai pengertian sebagai:

Perluasan konsep tentang media, di mana teknologi bukan sekadar benda, alat, bahan atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan, organisasi dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan ilmu. (Achsin, 1986: 10)[9]

1.      Teknonolgi pembelajaran atau pendidikan

Selain istilah media pembelajaran, terdapat pula istilah-istilah lain yang berkaitan dengan itu seperti teknologi pembelajaran atau teknologi pendidikan, sumber belajar (learning resources), dan alat peraga.

Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik etis untuk menfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang sesuai (Januszewski dan Molenda, 2008: 1)

Teknologi pembelajaran pada perkembangan awalnya sama dengan media pembelajaran yang lahir dari revolusi komunikasi

Dalam perkembangan selanjutnya teknologi pembelajaran merupakan suatu disiplin ilmu tersendiri yang bukan hanya terbatas pada media dalam bentuk peralatan fisik semata, melainkan merupakan kajian dan praktik etis dalam mendesain, mengembangkan, menggunakan, mengelola, dan mengevaluasi proses dan sumber teknologi yang sesuai untuk menfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja tenaga pendidikan, peserta didik, dan organisasi kependidikan.

Media pembelajaran yang dipandang sebagai segala bentuk peralatan fisik komunikasi berupa hardware dan software merupakan bagian kecil dari teknologi pembelajaran yang harus di ciptakan (didesain dan dikembangkan), digunakan dan dikelola (dievaluasi) untuk kebutuhan pembelajaran dengan maksud untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran.

2.      [10]Sumber belajar

Istilah sumber belajar dipahami sebagai perangkat, bahan (materi), peralatan, pengaturan, dan orang di mana pembelajaran dapat berinteraksi dengannya yang bertujuan untuk memfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja (Januszewski dan Molenda, 2008: 213)

3.      Alat peraga

Yang dimaksudkan dengan alat peraga adalah media alat bantu pembelajaran, dan segala macam benda yang digunakan untuk memperagakan materi pelajaran. Alat peraga di sini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang masih bersifat abstrak, kemudian dikonkretkan dengan menggunakan alat agar dapat dijangkau dengan pikiran yang sederhana dan dapat dilihat, dipandang, dan dirasakan.

Ciri-ciri Media Pendidikan

Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.

1.Ciri Fiksatif (Fixative Property)

Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat direproduksi dengan mudah kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman Kejadian atau objek [11]yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.

Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang ada dapat digunakan setiap saat.

2.      Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

Transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan  teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut.di samping dapat dipercepat, kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video.

Manipulasi kejadian atau objek denga jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu. Proses penanaman dan panen gandum, pengolahan gandum menjadi tepung, dan penggunaan tepung untuk membuat roti dapat dipersingkat waktunya dalam suatu urutan rekaman video atau film yang mampu menyajikan informasi yang cukup bagi siswa untuk mengetahui asal usul dan proses dari penanaman bahan baku tepung hingga menjadi roti.

3.      Ciri Distributif (Distributive property)

Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilaya tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.

Teori Belajar

Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagi berikut:

1.      Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Lagi pula, pengalaman yang akan dialami siswa harus relevan dan bermakna baginya. Oleh karena itu, perlu untuk melahirkan minat itu dengan perlakuan yang memotivasi dari informasi yang terkandung dalam media pembelajaran itu.

2.      Perbedaan individual. Siswa belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti kemampuan inteligensia, tingkat pendidikan, kepribadian, dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan kepada tingkat pemahaman.

3.      Tujuan pembelajaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Di samping itu, pernyataan mengenai tujuan belajar yang ingin dicapai dapat menolong perancang dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi yang mana harus mendapatkan perhatian pokok dalam media pembelajaran.

4.      Organisasi isi. Pembelajaran akan lebih mudah jika isi dan prosedur atau keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urut-urutan yang bermakna. Siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajaran yang secara logis disusun dan diurut-urutkan secara teratur. Di samping itu, tingkatan materi yang akan disajikan di tetapkan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kesulitan isi materi. Dengan cara seperti ini dalam pengembangan dan penggunaan media, siswa dapat dibantu untuk secara lebih baik mensintesis dan memadukan pengetahuan yang akan dipelajari

5.      Persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan media dengan sukses. Dengan kata lain, ketika merancang materi pelajaran, perhatikan harus ditujukan kepada sifat dan tingkat persiapan siswa.

6.      Pembelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembelajaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respons emosional seperti takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan. Oleh karena itu, perhatian [12]khusus harus ditujukan kepada elemen-elemen rancangan media jika hasil yang diinginkan berkaitan dengan pengetahuan dan sikap.

7.      Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang siswa harus menginternalisasi informasi, tidak sekadar diberitahukan kepadanya. Oleh sebab itu, belajar memerlukan kegiatan. Partisipasi aktif oleh siswa jauh lebih baik daripada mendengarkan dan menonton secara pasif. Partisipasi artinya kegiatan mental atau fisik yang terjadi di sela-sela penyajian materi pelajaran. Dengan partisipasi kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran itu.

8.      Umpan balik. Hasil belajar dapat meningkatkan apabila secara berkala siswa diinformasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar yang berkelanjutan.

9.      Penguatan (reinforcement). Apabila siswa berhasil belajar, ia didorong untuk terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan amat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif mempengaruhi perilaku di masa-masa yang akan datang.[13]

10.  Latihan dan pengulangan. Sesuatu hal baru jarang sekali dapat dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau keterampilan dapat menjadi bagian kompetensi atau kecakapan intelektual seseorang, haruslah pengetahuan atau keterampilan itu sering diulangi dan dilatih dalam berbagai konteks. Dengan demikian, ia dapat tinggal dalam ingatan jangka panjang.

11.  Hasil belajar yang diinginkan adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau situasi baru. Tanpa dapat melakukan ini, pemahaman sempurna belum dapat dikatakan dikuasai. Siswa mesti telah pernah dibantu untuk mengenali atau menemukan generalisasi (konsep, prinsip, atau kaidah) yang berkaitan dengan tugas. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk bernalar dan memutuskan dengan menerapkan generalisasi atau prosedur terhadap berbagai masalah atau tugas baru.

Kesimpulan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar.

Teknologi pembelajaran, adalah kajian dan praktik etis untuk menfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang sesuai (Januszeswki dan molenda, 2008:1)

Sumber belajar dipahami sebagai perangkat, bahan/materi, peralatan, pengaturan, dan orang di mana pembelajaran dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya yang bertujuan untuk memfasilitasi belajar dan memperbaiki kinerja (Januszeswki dan molenda, 2008: 213)

Alat peraga adalah alat yang digunakan guru yang berfungsi membantu guru dalam proses mengajarnya dan membantu peserta didik dalam proses belajarnya (Simak Yaumi & Syafei, 2012, Media & Teknologi dalam Pembelajaran. Fak. Terbiyah UIN Alauddin, Modul

Daftar Pustaka

Azhar Arsyad, (2015), Media Pembelajaran, Jakarta, Rajawali Pers.

Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, (2015), Revolusi Belajar, Bandung, Nuansa cendekia

Hasan, Basri, (2015), paradigma baru sistem pembelajaran,  bandung, pustaka setia

I Made Suardana, Maidiantius Tanyid, Ismail Banne Ringgi, Abraham Sere Tanggulungan, Selvianti,  (2013), PAK Konteks Indonesia, bandung, kalam hidup.

Louis Berkhof, Cornelius Van Til, (2013), Dasar Pendidikan Kristen, surabaya, momentum.

Robert R. Boehlke, (2011), Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,Jakarta, BPK Gunung Mulia.

Sutarjo, Adisusilo. J.R, (2014), Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta,Rajawali Pers

W.S. Winkel. (2004), Psikologi Pengajaran, Yogyakarta, Media Abadi

 

[2] Winkel, w.s, (2004), psikologi pengajaran, yogyakarta, media abadi, hal. 27

[3] Basri, Hasan, (2015), paradigma baru sistem pembelajaran,  bandung, pustaka setia, hal.  13

[5] Ibid. Psikologi Pengajaran. Hal. 70

[6] Adisusilo, J.R. sutarjo, (2014) Pembelajaran Nilai-Karakter, Jakarta,Rajawali Pers, hal. 190

[7] Colin Rose dan Malcom J. Nicholl, (2015), Revolusi Belajar, Bandung, Nuansa cendekia

[8]

[9] Arsyad,Azhar, (2015), Media Pembelajaran, Jakarta, Rajawali Pers, hal. 1-5

 

[10] Arsyad, Azhar, (2015),  Media Pembelajaran, Jakarta, Rajawali pers, hal  15

[11] Ibid. Media Pembelajaran. halaman  16

[12] Ibid. Media Pembelajaran. halaman  16

[13] Ibid. Media Pembelajaran. halaman  17

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

  BAB 1 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN   A. Pengertian Pendidikan (secara umum): 1. Apakah arti pendidikan ? Lebih daripada sekedar s...