Translate

Rabu, 09 September 2020

Guru PAK sebagai ujung Tombak : PENGAJARAN, PENGINIJILAN dan PEMURIDAN. Senin, 27 sep 2019

 

Guru PAK sebagai ujung Tombak : PENGAJARAN, PENGINIJILAN dan PEMURIDAN.

Senin, 27 sep 2019

 

KONTRAK PEMBELAJARAN TEORI PAK

 

KONTRAK PEMBELAJARAN 

MATA KULIAH       : TEORI PAK 

DOSEN                      : Dr. Eko.B. 

BOBOT SKS              : (2 Sks) 

PROGRAM STUDI   : S2 THEOLOGIA PAK

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI POKOK ANGGUR

TAHUN AKADEMIK 2019/ 2020

 

I. DESKRIPSI MATA KULIAH 

Perkuliahan Teori Pendidikan Agama Kristen (PAK) mempelajari dan membahas, Arti, definisi dan hakekat PAK, serta tujuan PAK itu sendiri, baik tujuanUmum, tujuan lembaga. Karena PAK sebagai salah satu tugas Gereja yang banyak, maka dalam hal ini akan dibahas secara konferhensif, yaitu dengan melihat sejarah perkembangan PAK dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. 

PAK tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia. Sejak dalam keluaga PAK sudah diperkenalkan oleh orang tua, baik secara langsung maupun tidak. Dengan demikian melalui PAK manusia mengakui dan percaya sebagai Ciptaan Allah, bahkan sebagai Citra Allah sendiri, yang harus mengembangkan segala aspek kehidupannya guna pekerjaan dan pelayanan lebih luas. 

Mahasiswa sebagai calon Hamba Tuhan dan Guru PAK, baik di Gereja maupun di sekolah harus mengetahui dan memahami tugas panggilan ini, sebagai suatu panggilan imaniah. Oleh sebab itu mahasiswa theologia harus melengkapi diri supaya dapat menjalankan tugas pangilan Gereja tersebut. 

Lebih lanjut, sebagai seorang Pemimpin rohani dan hamba Tuhan yang profesional, harus dapat merumuskan Kurikulum PAK baik di sekolah maupun di Gereja berdasarkan pemahaman Mahasiswa terhadap Alkitab sebagai Bahan/ sumber utama dari perumusan Kurikulum PAK. Memilih dan menggunakan metode-metode mengajar, media Pembelajaran serta dapat mengembangkan PAK secara aktif, kreatif dan inovatif, sebagaimana dilakukan TuhanYesus sebagai Guru Agung. 

 

 

II. TUJUAN MATA KULIAH 

Setelah menempuh mata kulih ini mahasiswa diharapkan dapat: 

1.         Memiliki dasar pemikiran filosofis dan teoritis mengenai Arti dan Hakekat PAK,   mengenal fungsi dan kepentingan PAK serta mencintainya. 

2.         Mengenal sejarah PAK, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjin Baru, serta dalam kehidupan gereja pada masa kini. 

3.         Dapat merencanakan PAK baik di sekolah maupun di gereja. 

4.         Mempunyai pengertian dan ketrampilan mengunakan metode-metode dalam          Pengajaran PAK, baik yang dilaksanakan di Gereja maupun di Sekolah. 

5.         Mempunyai pengertian dan ketrampilan mengunakan Media Pembelajaran dalam   Pengajaran PAK, baik yang dilaksanakan di Gereja maupun di Sekolah. 

6.         Dapat mengembangkan Pembelajaran PAK secara aktif, kreatif dan inovatif,          sebagaimana dilakukan TuhanYesus sebagai Guru Agung sehingga orang yang         mendengarnya takjub dan mau mengikut Tuhan Yesus. 

 

III. URAIAN POKOK BAHASAN SETIAP PERKULIAHAN 

Pertemuan 1 : 

Membahas: 

           Introduksi dan Orientasi Tujuan Mata Kuliah (seperti tersebut di atas) 

           Orientasi ruang lingkup mata Kuliah (seperti tercantum di bawah ini) 

-           Kebijaksanaan pelaksanaan Perkuliahan 

-           Kebijaksanaan penilaian hasil belajar (Berdasarkan Kehadiran, keaktifan di dalam dan       luar kelas, tugas kelompok dan tugas mandiri, TTS, TAS) 

-           Introduksi tugas yang harus diselesaikan 

-           Buku ajar, buku wajib mahasiswa dan sumber belajar lainnya (tercantum di bawah) 

-           Hal-hal lain yang esensial dari pengalaman pelaksanaan perkuliahan. 

           Uji Kompetensi: 

Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang Teori PAK, maka ketahuilah apa yang kamu ketahui dan ketahuilah apa yang kamu tidak tahu, yaitu dengan mengerjakan soal-soal berikut: 

1. Apa yang Anda Ketahui tentang PAK 

2. Apa yang Anda Ketahui tentang Teori PAK 

3. Apa yang ingin Anda ketahui tentang Teori PAK? 

4. Apa yang ingin Anda ketahui tentang PAK sebagai tugas Gereja? 

5. Apa hubungan mempelajari Teori PAK dengan tugas Anda sebagai Hamba 

Tuhan dan Guru PAK, baik di gereja maupun di Sekolah! 

           Mempelajari dan Membahas Arti PAK 

           Mempelajari alasan dan Pentingnya PAK 

 

Pertemuan 2: 

1.         Mempelajari dan membahas Tujuan PAK 

            Yaitu Tujuan Umum PAK, tujuan Lembaga dan tujuan PAK serta cara merumuskan          tujuan PAK. 

2.         Tugas: 

            Sebutkan minimal 2 tujuan PAK bagi Lembaga-lembaga Kristian! 

 

Pertemuan ke 3: 

1.         Mempelajari PAK sebagai tugas Gereja. 

2.         Tugas: Mendaftarkan tugas-tugas Gereja: 

3.         Menjawab pertanyaan: 

-           Sejauh mana gereja berperan dalam PAK, baik di gereja maupun di sekolah. 

-           Diskusikan dengan temanmu, menurut kamu apa saja yang sudah dilakukan gereja             dalam pelaksanaan PAK baik di jemaat maupun di Sekolah! 

-           Apakah pentingnya PAK terhadap pertumbuhan dan perkembangan iman jemaat, baik      secara kwalitas maupun kuantitas! 

4.         Mengumpulkan tagihan pada pertemuan 2. 

 

 

Pertemuan ke -4: 

1.         Mempelajari PAK dalam PL dan PB 

2.         Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Dalam setiap kelompok, mahasiswa           mencari informasi dalam Alkitab PL dan PB tentang PAK atau pengajaran Agama.     Hasil penelitian dipresentasikan di depan kelas pada pertemuan 5: 

 

Pertemuan ke 5: 

1.         Mempelajari PAK dalam PL dan PB 

2.         Kelompok I mempresentasikan hasil penelitian tentang PAK dalam PL dan PB. 

3.         Bersama dosen pengampu merangkum haisl Diskusi kelompok yang sudah             dipresetasikan. 

 

Pertemuan ke 6 : 

1.         Mempelajari PAK dalam PL dan PB 

2.         Kelompok II mempresentasikan hasil penelitian tentang PAK dalam PL dan PB. 

3.         Bersama dosen pengampu merangkum haisl Diskusi kelompok yang sudah             dipresetasikan. 

 

Pertemuan ke 7 : 

1.         Mempelajari PAK dalam PL dan PB 

2.         Kelompok III mempresentasikan hasil penelitian tentang PAK dalam PL dan PB. 

3.         Bersama dosen pengampu merangkum hasil Diskusi kelompok yang sudah             dipresetasikan. 

4.         Penjelasan persiapan Tes Tengah semester (Bahan Pertemuan1 a/d 7) 

 

 

Pertemuan ke 8 : 

1.         Tes Tengah semester (Bahan Pertemuan1 a/d 7) 

2.         Prinsip-prinsip Alkitab tentang Pengajaran dan Pembelajaran. Serta peran Roh Kudus        (Tugas Merangkum Buku: Prinsip dan Praktik PAK Karangan Drs. Paulus Lilik             Kristiaanto, Halaman 19-34 ). Memakai Power Point (dipesentasikan) seperti akan     dipresentasikan. 

 

Pertemuan ke -9 : 

1.         Mempelajari Kurikulim PAK 

2.         Lokakarya : Mempelajari bersama dan membuat atau merumuskan Kurikulum PAK di       Sekolah. 

3.         Tindak lanjut. Mahasiswa mencari Informasi tentang Kurikulum PAK di Sekolah 

            Dasar, SMP dan SMA, SMK. ( Dikumpulkan pada pertemuan ke 13) 

 

 

 

Pertemuan ke 10 : 

1.         Memahami hubungan Guru Agama dengan Gereja 

2.         Dosen dan Mahasiswa sarasehan: Topik: Kedudukan Guru dalam Gereja 

3.         Mahasiswa berdiskusi dalam kelompok kecil 

4.         Menyimpulkan hasil dikusi. 

 

Pertemuan ke -11: 

1.         Memahami PAK di sekolah 

2.         Diskusi: Sejauh mana pelaksanaan PAK di Sekolah 

3.         Menyimpulkan hasil dikusi. 

 

 

Pertemuan ke -12: 

1.         Memahami PAK di Gereja 

2.         Diskusi: Sejauh mana pelaksanaan PAK di Gereja. 

3.         Menyimpulkan hasil diskusi. 

 

 

Pertemuan ke -13. 

1.         Mengumpulkan tagihan pada pertemuan ke 9. 

2.         Tindak lanjut. Mahasiswa mencari Informasi tentang Kurikulum PAK di gereja 

            lokal ( di Sekolah Minggu, Remaja-pemuda dan Dewasa) 

3.         Dikumpulkan pada pertemuan ke 13: 

 

Pertemuan ke -14: 

1.         Mempelajari Metode-metode dalam pengajaran PAK 

2.         Mempelajari Media Pembelajaran dalam pengajar PAK 

3.         Melihat bersama-sama Metode-metode dan media yang dipakai Tuhan Yesus dalam          pengajaran-Nya menurut Kitab Injil. 

4.         Tugas Individu: (Penyelidikan) 

1.         Mahasiswa mendaftarkan metode-metode yang dipakai Tuhan Yesus 

2.         Mahasiswa mendaftarkan media yang dipakai Tuhan Yesus dalam pengajaranNya. 

3.         Menyimpulkan kelemahan dan kekuatan suatu metode dan media dalam pengajaran          PAK. (Dikumpulkan pada pertemuan ke 15) dan penjelasan untuk TAS. 

 

Pertemuan ke -15: 

1.         Mengumpulkan tagihan pada pertemuan 14 

2.         Tes Akhir Semester. 

 

IV. SISTEM PENILAIAN: 

1. Absen dan keaktifan dalam kelas   10 % 

2. Tugas Mandiri (Makalah)    15 % 

3. Tugas merangkum   dan Laporan Penyelidikan      15 % 

3. Tugas Kelompok, presentasi dan diskusi    20 % 

4. Tes Tengah semester           20 % 

4. Tes Akhir Semester 20 %. 

 

 

 

V. DAFTAR PUSTAKA: 

a.         Prinsip dan Praktik PAK, tahun 2006, (Bapak Drs. Paulus Lilik Kristiantio, M.Si, Th.M) 

b.         Ajarlah Mereka Melakukan, tahun 2005 (Bapak Dr. Andar Ismael) 

c.         Pendidikan Agama Kristen, 2004, (Dr. E.G. Homroghosen dan Dr. I .H Enklaar) 

d.         Menjadi dan menjadikan Murid Kristus, (Carol Fish) 

e.         Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK, (Robert R.Boehlke, Ph.D) 

f.          Strategi Pendidikan Kristen, Suatu Tinjauan Teologis-Filosofis ((B. Samuel Sidjabat) 

g.         Yesus Guru Agung (J.M. Price) 

h.         Metodologi Penafsiran dan Perumpamaan Tuhan Yesus (Pdt. Dr. Paulus Daun, Th.M) 

i.          Bagaimana mengelola Gereja Anda, Pedoman bagi Pendeta dan pengurus Kaum Awam    (Edgar Walz) 

j.          Pelengkap Katekismus Heidelberg (Ajaran GKJTU) 

k.         Pokok-pokok Penting Dalam Alkitab (Witnner Lee) 

l.          Menjadi Murid Yesus dan Tuntunannya (Kay Arthur Tom dan Jane Heart) 

m.        Pengembangan SILABUS, sesuai dengan KTSP, Bahan Diklat keagamaan tahun 2007,     (Bapak Slameto, M.Pd) 

n.         Silabus PAK Sekolah Dasar (Kurikulum KTSP) 

o.         PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN, Referensi KTSP dengan kecerdasan majemuk Kelas I        s/d VI), Dien Sumiyatiningsih Jogjakarta, 2008 Dien Sumiyatiningsih, PENDIDIKAN       AGAMA KRISTEN, Kurikulum 2004- KBK), Jogjakarta, 2006. 

p.         Tim Redaksi PAK-PGI, Buku Guru PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN kelas 1 s/d VI,             Jakarta, 2006. 

q.         Tim Redaksi PAK-PGI, Buku Siswa PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN kelas 1 s/d VI,            Jakarta, 2006 

r.          Artikel-artikel dari Internet. 

s.          Petumbuhan, perkembangan Gereja dan Penginjilan Melalui Pelayanan Siswa Rerpadu      (Timotius Sukarman Cand. Andi Jogjakarta

 

 

 

 

 

 

 

KONTRAK PEMBELAJARAN PAK

KONTRAK PEMBELAJARAN 

MATA KULIAH       : PERENCANAAN PEMBELAJARAN PAK 

DOSEN                      : dr.eko

BOBOT SKS              : 2 SKS 

 

PROGRAM STUDI   : S1 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN 

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI POKOK ANGGUR

TAHUN AKADEMIK 2019/2020 

 

I.          DESKRIPSI MATA KULIAH 

Pekuliahan “Perencanaan Pembelajaran PAK” membahas Berbagai hal tentang Rencana yang akan dipakai dalam setiap proses pembnelakaran PAK, mulai: Pemahaman kurikulum 94, KBK dan KTSP tahun 2006. Dalam perkuliahan ini, akan membahas Perencaaan Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen secara umum, kemudian pengembangan Silabus, Perangkat KTSP, RPP dan RH, bentuk evaluasi atau penilaian berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 

Dalam studi ini digunakan pendekatan, teoritis-sistematis, historis, maupun komparatif, yaitu diskusi, studi banding dan pengenalan lapangan. Dari hasil pengamatan langsung, kemudian dipresentasikan di depan kelas. 

 

II.        STANDAR KOMPETENSI: 

            Mahasiswa memiuliki wawasan yangmemadai tentang berbagai aspek teoritis         perencanaan pembelajaranPAK, menyadari tanggungjaeasn guru, serta menunjukkan      kebiasaan mengajar PAK secara terencana. 

 

III.       KOMPETENSI DASAR 

            1.         Mampu menjelaskan pengertian perencanaan pembelajaran 

            2.         Mampu menjelaskan perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistim 

            3.         Mampu memjelaskan perencaaan pembelajaran dalam konten KBK-KTSP 

            4.         Mampu mengembangkan model-model perencanaan pembelajaran 

            5.         Mampu membuat pengembangan silabus 

            6.         Mampu membuat Perangkat KTSP 

            7.         Mampu membuat RPP PAK 

            8.         Mampu membuat RH (Rencana Harian) 

            9.         Mampu membuat modul pembelajaran PAK 

            10.       Mampu membuat rencana sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. 

 

IV.       TUJUAN PEMBELAJARAN 

Setelah menempuh mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat: 

            1.         Memiliki wawasan yang luas mengenai rencana pembelajaran PAK. 

            2.         Dapat membuat Perangkat KTSP 

            3.         Dapat membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam konten                            KBK-KTSP 

            4.         Dapat membuat Perangkat KTSP 

            5.         Menghitung Standart Ketuntasan Miniml (SKM) 

            6.         Mampu membuat pengembangan silabus 

            7.         Mampu membuat Perangkat KTSP 

            8.         Mampu membuat RPP PAK 

            9.         Mampu membuat RH (Rencana Harian) 

            10.       Mampu membuat modul pembelajaran PAK 

            11.       Mampu membuat rencana sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. 

 

 

V.        URAIAN POKOK BAHASAN SETIAP PERTEMUAN 

Pertemuan 1 

Membahas : 

           Introduksi dan orientasi tujuan Mata Kuliah (seperti tersebut diatas) 

           Orientasi ruang lingkup mata kuliah (seperti tercantum di bawah ini) 

           Kebijaksanaan penilaian hasil belajar (berdasarkan kehadiran, ketaktifan dalam kelas,        presensi, TTS, TAS, tugas kelompok kecil, dan tugas mandiri) 

           Introduksi tugas yang harus diselesaikan dalam satu semester. 

           Buku ajar yang digunakan dan sumber belajar lainnya (tercanrum dibagian bawah) 

           Hal-hal lain yang esensial dari pengalaman pelaksanaan perkuliahan 

           Uji kompetensi: 

            1.         Apa yang Anda ketahui Perencaaan Pembelajaran PAK? 

            2.         Apa yang Anda ketahui tentang Silabus? 

            3.         Apakah isi Perangkat KTSP 

            4.         Apalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran? 

            5.         Apakah Rencana Harian? 

 

 

Pertemuan 2 

1.         Membahas hakekat dan arti kurikulum KBK. antara lain, sejarah munculnya KBK tahun   2004. 

2.         Tugas: 

            Pada pertemuan ke-2 tagihan 1 setiap mahasiswa secara individual harus 

            mengumpulkan tugas (UJI KOMPETENSI) yang diketik dengan kertas kuarto 

            dengan 1 1/5 maksimal 2 halaman atau tulis tangan dengan kertas folio. 

 

Pertemuan 3 

1.         Presentasi Kurikulum KTSP 2006 

2.         Tugas menyimpulkan: 

            a. Apa itu KTSP? 

            b. Guna, Fungsi KTSP dalam dunia pendidikan sekarang ini? 

            c. Bagaimana kesiapan Sekolah dan guru PAK dalam menerapkan KTSP? 

 

Pertemuan 4 

1.         Prinsip-prinsip pengembang Silabus 

2.         Penjelasan Tugas (untuk didiskusikan dalam kelompok) pentingnya memahami KTSP        2006. 

 

Pertemuan 5 

1.         Presentasi komponen Perangkat KTSP 

2.         Pengantar Diskusi: 

3.         Dalam kelompok kecil, mahasiswa berdiskusi tentang pentingnya Mata Kuliah Filsafat      Pendidikan ini bagi tugas pembelajaran di kemudian hari, khususnya pembelajaran         Pendidikan Agama Kristen. (Hasil diskusi akan dipresentasikan di depan kelas pada   pertemuan ke 6,7 dan 8) 

 

Petemuan 6 

 

1.         Program Tahunan 

2.         Program Semester 

3.         Praktek pembuatan Program Tahunan dan Program semester 

 

 

Pertemuan 7 

 

1.         Praktek menghitung Alokasi Waktu 

2.         Pemetaan 

3.         Praktek Perhitungan SKM/ SKBM 

 

Pertemuan 8 

            Tes Tengah Semester 

            Bahan Pertemuan 1 s/d 7 

 

Pertemuan 9 

1.         RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) 

2.         Praktek membuat RPP) 

 

Pembelajaran 10 

1.         Praktek Membuat RPP dengan Karakter Bangsa 

 

Pertemuan 11 

1.         Penilaian (Evaluasi KTSP) 

2.         Diskusi tentang penilaian KTSP 

 

Pertemuan 12 

1.         Menyusun Intstumen Penilaian KTSP 

2.         Praktek menyusun Instrumen Penilaian KTSP 

 

Pertemuan 13 

1.         Guru dan KTSP 

2.         Tugas : Mahasiswa mengerjakan tugas kelompok kecil yang singkat tentang            pembuatan Perencanaan Pembelajaran PAK 

 

Pertemuan 14: 

1.         Pengumpulan tugas mandiri 

2.         Tes Akhir Semester 

 

VI.       SISTEM PENILAIAN 

1.         Absen  dan keaktifan dalam kelas 15 % 

2.         Diskusi dalam Kelompok dan Presentasi dalam kelas            15 % 

3.         Tugas mandiri/ Fortofolio       30 % 

4.         Tes Tengah Semester  20 % 

5.         Tes Akhir Semester     20 % 

 

VII.     DAFTAR REFERENSI: 

1.         Pedoman BSNP 

2.         Pedoman KTSP 

 

Dosen dapat dihubungi melalui: 

e-mail : ekosurabaya@gmail.com 

www.blogger.com. Id:

Alamat : pcr surabaya

Telepon Rumah (031) 32104 HP 081230447796 

Bertemu muka: 

Di rumah, khusus untuk bimbingan penulisan Tugas Akhir sesuai perjanjian 

Di kantor STT, khusus hari selasa jam 18.30-20..00 diruang kuliah sesudah perkuliahan (sesuai jadwal per semester). 

 

PEMAHAMAN PEBINAAN ANAK SEKOLAH MINGGU DAN HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

            Untuk memahami sejauh mana korelasi atau hubungan antara Pembinaan Anak Sekolah Minggu yang dilakukan oleh orang-orang percaya (gereja), dengan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Kristen, khususnya di sekolah Dasar, perlu pemahaman Pembinaan Anak sekolah Minggu yang seperti apa, maupun pelaksanaan Pembelajaran PAK di sekolah Dasar.

            Mengingat pembahasan dalam skripsi ini hanya ingin melihat sejauh mana Peran atau pengaruh pembinaan Sekolah Minggu terhadap hasil belajar Pendidikan Agama Kristen, maka pertama-tama kita harus mengetahui apa itu sekolah minggu dengan segala dasar teologis menurut Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Visi dan misi, ujuan serta pelaksanaan Sekolah Minggu. 

            Sedangkan untuk mengetahui hasil dari Pembelajarn PAK sebagai dampak dari Pembinaan Sekolah minggu, kita perlu mengetahui batasan Pendidkikan Agama Kristen, mengingat PAK cakupannya sangat luas Oleh sebab itu dalam pembahasan ini penyusun hanya mengemukanan secara singkat mengenai hakekat, tujuan dasar dan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah Dasar. 

            Kita tidak bisa menutup mata terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran PAK di sekolah.. Sebab memang tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa faktor itu menentukan hasuil belajar PAK di sekolah. Bukan hanya Pembinaan Sekolah minggu, yang dilakukan di gereja saja, tetapi kita melihat lebih jauh lagi pengaruh-pengaruh yang muncul dari lingkungan, misalnya keluarga, masyarakat dan sekolah itu sendiri, sehubunan dengan SDM (Kompetensi Guru PAK), sarana dan prasarana yang ada di sekolah untuk menunjang proses pembelajaran PAK. 

 

2.1.      Pembinaan Anak Sekolah Minggu 

2.1.1.   Pengertian Sekolah Minggu 

Sekolah Minggu merupakan salah satu bentuk pembinaan bagi warga 

Gereja (PWG) yang banyaka itu. Sebagian besar Gereja mengadakan pembinaan anak jemaat. Bentuknya, bermacam-macam. Salah satu yang dikenal di kalangan gereja atau orang-orang percaya adalah Sekolah Minggu. 

Hampir semua Gereja ada Pembinaan anak-anak. Ada yang menamakan 

            Kebaktian Anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. Masing-masing tentu memiliki latar belakang dan alasan . Biasanya yang melih istilah Kebaktian Anak beralasan bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum yang diadakan setiap hari Minggu. Karena pesertanya anak-anak, maka sebut saja dengan kebakaktian Anak. Di dalamnya anak beribadah, berbakti kepada Tuhan; ada unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan Firman, persembahan. 

            Sedankgna yang memakai istilah Sekolah Minggu, mengatakan bahwa secara historis ada keterkaitan antara kegiatan untuk anak dengan Sekolah Minggu yang diadakan oleh Raikes di Inggris pada tahun 1970-an, yakni semangat penginjilan bagi buruh anak-anak melalui ”sekolah”: baca tulis dan etika. Lebih lanjut, isitilah Sekolah juga dapat menunjukkan unsur-unsur perndidikan yang dipakai, misalnya murid, guru, materi /bahan pelajaran, proses belajar mengajar dengan tujuan yang jelas dan operasional, yang semuanya termasuk bagian dari kurikulum. 1 

            Dari dua istilah yang juga dipakai oleh gereja dalam Pembinaan Anak. Baik itu yang memakai istilah Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu, menyusun menyimpulkan, kedua-duanya bisa diterima, karena maksud dan tujuan sama, yaitu pembinaan Anak-anak. Dan dilaksanakan setiap hari Minggu. 

            Meskipun sebagian besar hamba Tuhan, guru Sekolah Minggu tahu bahwa mengajar, membina, mendidik adalah bagian tugas yang paling utama dari seorang guru, namun banyak guru yang tidak memberikan perhatian dan waktu yang cukup, serta pemikiran yang serius dalam membina, mengajar dan mendidik anak-anak. Mengapa? Hal ini disebabkan karena sebagian guru masih belum tahu jelas apa artinya mengajar, juga karena sebagian guru mempunyai anggapan yang keliru tentang mengajar. 

            Contoh: ada guru-guru Sekolah Minggu yang merasa bahwa ia telah mengajar dengan baik karena ia dapat membuat anak-anak di kelasnya senang dan tidak bosan diajar olehnya. Ada juga guru Sekolah Minggu yang mengira bahwa dengan memberikan banyak pengetahuan Alkitab kepada anak ia telah mengajar dengan baik. 

1 Homrighausen, Pndidikan Agama Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005) hlm. 33-34 

 

            Oleh karena itu pembahasan berikut ini akan menolong guru Sekolah Minggu untuk mengerti dengan lebih baik apa artinya mengajar, membina dan mendidik Anak Sekolah Minggu dan pengaruhnya terhadap Hasil pendidikan Agama Kristen di Sekolah. 

2.1.1 Apa Arti "Mengajar" 

            Seluruh konsep mengajar dalam Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) melibatkan tiga aspek paling penting bagi anak didiknya:

           Pertama, Mendengar ajaran-ajaran /nasehat-nasehat yang diberikan oleh orang tua/ orang yang lebih bijaksana. Dalam konteks bangsa Yahudi ajaran-ajaran itu berasal dari Firman Allah yang mereka dengar turun menurun dari nenek moyang mereka. Sedangkan fokus ajaran/ nasehat itu adalah untuk pembentukan karakter yang saleh (godly life) dan takut akan Allah (Ulangan 31:12-13). 

            Kedua, merenungkan supaya apa yang didengar di atas, diproses di dalam hati anak untuk menjadi pengalaman hidup yang transformasional, yang membawa kepada perubahan hidup (Roma 12:2). 

            Ketiga, Hidup dalam komunitas orang percaya (Efesus 3:15-18), sehingga pengajaran berlangsung dalam konteks hubungan pribadi antara: 

=> Tuhan dan guru - guru dan anak - anak dan Tuhan <= 

            Gereja adalah komunitas orang percaya dimana orang dewasa dan anak-anak, sebagai saudara-saudara seiman, bersama-sama hidup dan bertumbuh. Oleh karena itu gereja yang sehat akan menjadi tempat yang kondusif bagi keberhasilan guru Sekolah Minggu dalam mengajar. 

            Pengajaran yang diberikan oleh guru untuk diterima oleh anak didik, dan tujuan yang ingin dicapai dalam mengajar menjadi faktor yang sangat membedakan antara guru Sekolah Minggu dan guru umum biasa. Oleh karena itu tugas guru Sekolah Minggu lebih dari sekedar mengajarkan pengetahuan Alkitab atau mengajarkan bagaimana hidup yang bermoral. Guru Sekolah Minggu mengajarkan suatu kehidupan yang guru sendiri telah teladani dari Tuhan Yesus Kristus, karena proses pengajaran terjadi dalam konteks hubungan pribadi dengan Allah, dan dari sana mengalir kuasa yang mentransformasi kehidupan anak didik untuk menjadi hidup yang terus menerus diperbarui menjadi semakin seperti Kristus. 

2.1.2. Apa yang Perlu Diajarkan? 

            Melihat bahwa apa yang diajarkan dapat memberi dampak kepada transformasi hidup anak-anak Sekolah Minggu, maka sangat penting kita membahas apa yang guru harus ajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu? 

            Mengajar anak sangat berbeda dengan mengajar orang dewasa. Pada orang dewasa, pada umumnya telah terbentuk cara berpikir dan pandangan/prinsip-prinsip hidup yang sudah mapan (permanen) dan hal itu sering kali sulit untuk diubah. Tetapi mengajar anak adalah seperti mengisi botol yang masih kosong, masih banyak hal yang dapat diisi dalam pikiran anak, dan belum terbentuk pola pikir dan pandangan-pandangan tertentu secara permanen. Oleh karena itu guru Sekolah Minggu mempunyai banyak kesempatan emas untuk membangun suatu dasar yang kuat dan benar bagi kehidupan rohani anak-anak Sekolah Minggu melalui apa yang diajarkannya. 

            Pertama-tama yang harus diajarkan adalah Alkitab, Karena Alkitab adalah suimber utama dalam mengajar. Memberikan pengajaran yang sesuai dengan 

            Alkitab sangat penting supaya anak belajar mengenal Allah dengan benar. Guru harus belajar untuk senantiasa setia pada Alkitab, biasakan untuk menjadikan Alkitab sebagai buku sumber yang paling utama dalam mengajar. Pokok-pokok kebenaran yang diajarkan guru Sekolah Minggu harus didukung oleh kebenaran dari ayat-ayat Firman Tuhan. 

 

            Berikut ini adalah beberapa materi dasar yang guru perlu pelajari sehingga dapat menjadi pedoman penting dalam mengatur pokok-pokok materi yang perlu diajarkan kepada anak-anak Sekolah Minggu: 

            Mengajarkan anak tentang gambaran yang benar mengenai Allah. Pokok-pokok penting yang tercakup di dalamnya: 

         Sifat-sifat Allah 

         Karya Allah 

         Firman Allah/Alkitab 

         Hukum-hukum Allah 

         Rencana/Kehendak Allah 

Mengajarkan anak tentang gambaran yang benar mengenai Manusia. Pokok-pokok penting yang tercakup di dalamnya: 

         Penciptaan Manusia 

         Kejatuhan Manusia dalam Dosa 

         Hukuman Allah atas Manusia Berdosa 

         Rencana Keselamatan Allah untuk Manusia 

         Manusia sebagai Ciptaan Baru yang lahir dari Allah 

Mengajarkan anak tentang gambaran yang benar mengenai Alam. 

         Penciptaan Alam Semesta 

         Pemeliharaan Allah atas Alam 

         Kutukan Allah atas Alam setelah Kejatuhan Manusia dalam dosa 

 

2.1.2.   Pembinaan Anak Menurut Perjanjian Lama 

            Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16; Kel. 13:8). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan pengajaran anak adalah Ulangan 6:4-9. 

            Menurut Ulangan 6: 7, bahwa pertama-tama pendidikan Agama adalah tangung jawab orang tua. Kalimat dalam ayat 7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” dan dalam ayat 21 “maka haruslah engkau menjawab anakmu..” menunjukkan bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena perintah ini berkiatan dengan instruksi syema, maka orang tua pertama-tama bertanggung jawab atas pendidikan rohani anak-anak mereka. Ini merupakan tugas yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua dianggap yang paling bertangung jawab dalam pendidikan anak-anak oleh karena mereka adalah orang yang terdekat. 

            Sebagaimana dikatakan oleh J. I. Packer bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel—seperti Musa, para imam dan para nabi. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian mereka bertanggung jawab untuk meneruskan kepada anak-anak mereka.Sebagian besar pendidikan dilakukan oleh orang tua, tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun. 

            Melalui pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa Allah sangat mementingkan pendidikan anak dan peranan serta tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anak mereka dengan benar. Pembinaan yang dimaksud dalam Kitab Perjanjian Lama (Ulangan 6 : 4-9) secara umum dilakukan secara informal, yaitu oleh keluarga-keluarga (orang tua). Sedangkan tujuan pembinaan itu sendiri sebagaimana tersurat dalam 

 

2.1.3.   Pengajaran Anak menurut Perjanjian Baru 

            Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang Agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29). 

            Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah. 

            Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya.    Sedangkan yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu. 

            Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran. 

            Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati. 

            Untuk lebih jelasnya, pengajaran Anak menurut Perjanjian Baru, kita perhatikan dua bagian Firman Tuhan dalam Perjanjian Baru, sebagai dasar Pengajaran kepada anak-anak. 

            Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu- Inilah suatu perintah yang penmting, speertti yang nyata dari jjanji ini „Supaya kamu berbahagia dan panjang umummu di buimi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anaka-anakmu, teta[pi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasehat Tuhan ‚(Efesus 6: 1-4) 

            „Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu. Ketika Yesus melihat halm itu, Ia marah dan berkata kepada mereka : „Biarlah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang –orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya. Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tanganNya atas mereka Ia memberkati mereka“ (Markus 10:13-16). 

            Dalam menasehati anak-anak dan para orang tua, rasul Paulus terlebih dahulu menanggulangi anak-anak, karena pada umumnya kesulitan datang dari anak-anak. „Hai anak-anak.......(ayat 1). Paulus menegaskan bahwa dalam mentaati orang tua,, harus di dalam Tuhan, artinya harus bersatu dengan Tuhan, buikan dengan diri sendiri. Juga bukan menurut konsep alamiah, tetapi menurut Firman Tuhan. Menghormati orang tua bjuga bukan hanya benar, tetapi juga adil bagi anak-anak. 

            Menurut tafsir Kitab perjanjian baru, khusus pada surat Efesus pasal 6 ini, Menghormati berbeda dengan mentaati. Mentaati adalah suatu tindakan, sedangkan menghormati adalah suatu sikap.1. Kemungkinan anak mentaati orang tua, tetapi tidak menghormati. Paulus mengharapkan semua anak perlu belajar mentaati orang tua mereka, juga menghormati mereka. 

            Oleh sebab itu ketika anak-anak datang kepada Yesus, Ia menjamahnya (ayat 13). Ini berarti anak-anak tidak diremehkan dan tidak ditolakNya. Anak adalah bagian dari obyek pelayanan. Anak-anak penting untuk diajar dan dibina orang orang desawa, supaya mencapai kedewasaan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Efesus 4: 13). 

 

Visi dan Misi Sekoklah Minggu 

            Visi dan Misi dirumuskan berdasarkan Pengajaran Agama, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Demikian juga Visi dan Misi Sekolah Minggu berdasarkan pada pandangan Alkitab (Perjanjian Lama) tentang pentingnya Pengajaran atau pendidikan anak berdasarkan Ulangan 6:4-9. dan Dalam Perjanjian baru, yaitu pengajaran Tuhan Yesus, Pengajaran rasul Paulus dan pengajaran Jemaat yang mula-mula. 

            Sebuah Visi adalah sesuatu yang hendak dicapai dalam suatu organisasi, sedangkan Misi adalah hal-hal yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Apakah Visi dan misi Sekiolah Minggu? 

            Ayat berikut ini akan menolong dalam merumuskan suatu visi dan Misi sekolah minggu, “ Biarkah anak-anak itu datang kepadaKu, jangan menghalang-halangi mereka,sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” ( Markus 10:14, Mat. 19:14 dan Lukas 18:16). 

            Jadi apapun yang dikerjakan atau dilaksanakan dalam Sekolah Minggu, adalah membawa anak-anak itu datang kepada Yesus. Bagaimana caranya, dengan Pengajaran, pendidikan dan pembinaan yang terus menerus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga bukan lagi anak-anak yang diombang ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Efesus 4:12- 14. 

 

 

2.1.4.   Tujuan Sekolah Minggu. 

Menurut Homrighausen, Dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, dirumuskan 

bahwa tujuan Pendidikan Agama Kristen kepada anak-anak dalam sekolah minggu, antara lain: 

            Pertama, Supaya mereka mengenal Allah sebagai pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan yesus Kristus sebagai Penebus, pemimpin dan penolong mereka. Kedua, Supaya mereka mengertiakanmkedudukan dan panggilan mereka selalu anggota-anggota Gereja Tuhan, dan sukaa turut bekerja bagi perkembangan gereja di bumi ini. Ketiga, Supaya meeka mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telaha mengasihi mereka sendiri. Keempat, supaya meerka insaf akan dosanya dfan selalu mau bertobat pula, minta ampun dan pembearuan hidup pada Tuhan. Dan yang kelima, supaya mereka suka belajar terus menerus berita Alkitab,, suka mengambil bagian dalam kebaktian jemaat, dan suka melayani Tuhan di segala lapangan hidup.1 

 

2.1.5.   Pelaksanaan Sekolah Minggu 

Hampir semua Gereja ada Pembinaan anak-anak. Ada yang menamakan 

            Kebaktian Anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. Masing-masing tentu memiliki latar belakang dan alasan . Biasanya yang melih istilah Kebaktian Anak beralasan bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum yang diadakan setiap hari Minggu. Karena pesertanya anak-anak, maka sebut saja dengan kebakaktian Anak. Di dalamnya anak beriobadah, berbnakti kepada Tuhan; ada unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan Firman, persembahan. 

            Sedankgna yang memakai istilah Sekolah Minggu, belasanan bahwa secara historis ada keterkaitan antara kegiatan untuk anak dengan Sekolah Minggu yang diadakan oleh Raikes di Inggris pada tahun 1970-an, yakni semangat penginjilan bagi buruh anak-anak melalui ”sekolah”: baca tulis dan etika. Lebih lanjut, isitilah Sekolah 

1 Homrighausen, Pndidikan Agama Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005) hlm. 33-34 

juga dapat menunjukkan unsur-unsur perndidikan yang dipakai, misalnya murid, guru, materi /bahan pelajaran, proses belajar mengajar dengan tujuan yang jelas dan operasional, yang semuanya termasuk bagian dari kurikulum. 1 

            Dari dua istilah yang juga dipakai oleh gereja dalam Pembinaan Anak. Baik itu yang memakai istilah Kebaktian Anak maupun Sekolah Minggu, menyusun menyimpulkan, kedua-duanya bisa diterima, karena maksud dan tujuan sama, yaitu pembinaan Anak-anak. Dan dilaksanakan setiap hari Minggu. 

 

2.1.6.   Sekolah Minggu sebagai tempat Pendidikan Agama Kristen 

Setelah dibahas panjang lebar di muka, maka sampai pada kesimpulan, bahwa 

            sekolah minggu adalah sebagai tempat pendidikan Agama Kristen. Adapun pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing gereja, sesuai dengan SDM (Sumber Daya Manusia), yaitu guru , anak Sekolah Minggu, sarana dan prasarana yang ada. 

 

2.2.      Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen 

2.2.1.   Hakekat Pendidikan Agama Kristen 

Dalam Buku Strategi PAK di Indonesia, Eka Dharma Putra berpendapat : 

            “Pendidikan Agama Kristen adalah Pembinaan warga Gereja oleh gereja yang mencakup semua tingkat usia , dan semua kategori profesi, agar mereka bertumbuh di dalam pengsahan dan penghayatan iman kristiani mereka, dan semakin dimampuikan untuk hidup di dalam terang iman ditengah-tengah konteks kehidupan sehari-hari “1 

 

1. Andar Ismail, Ajalah Mereka Melakukan, Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen (BKP Gunung Mulia, Jakarta, 2004) hlm.126-127. 

2. Eka Dharma Putra, Ph.D, Strategi PAK di Indonesia (Jakarta, Gunung 

Mulia 1989) Ham 120 

 

Sedangkan Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, menekankan arti PAK yang sebenarnya, yaitu : 

            “Mengajar adalah suatu usaha yang ditujukkan kepada pribadi tia-tiap pelajar. Meskipun pengajaran itu diberikan serentak kepada sejumlah orang bersamaa-sama, tetapi maksudnya ialah supaya masing-masing pelajar akan menyambut dan menyambut pengajaran itu secara perseorangan. Inilah arti yang sedalam-dalamnya Dari PAK, bahwa dengan menerima pendidikan itu, segala pelajar, muda dan tua, memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhan sendiri, dan oleh dan dalam Dia mereka terhisab pula pada persekutuan jemaatNya yang mengakui dan mempermuliakan NamaNya di segala waktu dan tempat”1 

Dari dua pengertian yang dikemukakan dua tokoh Pendidikan Agama 

Kristen diatas, dapat penulis simpulkan, bahwa pengertian Pendidikan Agama Kristen, yaitu suatu usaha Gereja atau orang-orang percaya dalam rangka pembinaan warga jemaat tua maupun muda, supaya bertumbuh ke dalam pengenalan akan Allah, sehingga memiliki persekutuan secara pribadi dengan Allah sebagai Tuhan dan juruselamatnya, serta hidup sesuai dengan keyakinannya. 

            2.2.2. Tujuan Pendidikan Agama Kristen 

Mengenai tujuan pembelajaran Agama Kristen , oleh Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, disebut sebagai obyek-obyek PAK.1 Adapun Obyek-obyek dasar PAK yang paling asasi yang diselengggarakan oleh Gereja-gereja Protestan antara lain: 

1. Memperkenalkan Allah 

2. Mempertemukan para pelajar dengan juruselamat dunia, yaitu Yesus Kristus 

1. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004) Hal 25-26. 

3. Pengenalan dan pengalaman akan Roh Kudus 

4. Mndidik anak untuk menjadi anggota gereja 

5. Menjadi warga negara yang baik 

6. Pandangan Hidup Kristen 

7. Warisan Agama Kristen.    

Sedangkan Obyek PAK, bahan atau materi pengajaran Dalam Gereja Liberal di Amerika Serikat 2 adalah sbb: 

1. Memberikan murid-murid perasaan penghargaan terhadap diri sendiri. 

2. Membuat mereka menjadi warga yang bertanggung jawab 

3. Supaya mereka belajar menghargai duni ini 

4. Supaya mereka dapat membedakan n ilai-nilai yang baik dan yang jahat. 

5. Supaya mereka dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka 

     sendiri dengan Filsafat hidup Kristen 

6. Supaya mereka menjadi orang yang dapat dipercaya 

7. Supaya amereka belajar bekerja sama dan tolong menolong 

8. Supaya mereka selalu mengejar kebenaran 

9. Supaya mereka bersikap negafit terhadap peristiwa –peristiwa yang terjadi 

     sekelilingnya, dan terhadap perkembangan sejarah umumnya. 

10. Supaya mereka suka turut merayakan hari-hari raya Kristen dlam roh 

       persekutuan Kristen. 

 

1. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen ( Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004) Hal 32-33 

 

 

2.2.2.   Dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen 

Yang menjadi dasar Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen adalah Alkitab 

            Firman Allah yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sebagaimana dikemukanan di atas. Judowibowo Poerwowidagdo, dalam Buku Ajarlah Mereka melakukan, mengatakan bahwa : ”Sebagai orang-orang beriman kepada Tuhan Allah, kita tentu juga mencari dasar-dasar Firman Tuhan di dalam hal ini, karena hal ini menyangkut kehidupan bersamaa umat manusia atau kehidupaan yang meliputi relasi atau huhungan antar sesama”. 1 

            Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan pengajaran anak adalah Ulangan 6:4-9. 

            Jadi Pembelajaran Agama di mana pun dan kapan pun, yang menjadi dasar adalah Firman Tuhan, yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama mupun Perjanjian Baru. Sedangkan Guru atau pengajar, seperti yang telah ditetapkan oleh Allah (Ef. 4: 11). 

1 Judowibowo Poerwowidagdo, Buku Ajarlah Mereka Melakukan (BKP Gunung Mulia, Jakarta, 2004) hlm.113. 

 

2.2.3.   Pelaksnaan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Dasar 

Pelaksanaan Pendidikan, termasuk salah satunya adalah Pendidikan Agama Kristen berdasarkan : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat dilaksanakan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 1 

Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Dasar berdasrkan pada struktur Kurikulum KBK- KTSP tahun 2006, yaitu sebagai berikut: 

            Struktur Kurikulum SD Negeri meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 6 tahun mulai kelas I sd. kelas VI , yang memuat 8 Mata Pelajaran ditambah Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. 

            Pendekatan Pembelajaran Kelas I, II dan III menggunakan pendekatan tematis sedangkan untuk Kelas IV, V dan VI tetap mengacu kepada pengajaran permata pelajaran. 

Pada komponen Mata Pelajaran kelas IV, V dan VI ada penambahan 4 jam pelajaran yaitu: 

1.         Muatan Lokal ditambah 2 jam pelajaran 

2.         Mata pelajaran Matematika ditambah 2 jam pelajaran 

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada struktur Kurikulum berikut : 

 

 

KOMPONEN KELAS DAN ALOKASI WAKTU 

I           II         III        IV, V, VI 

A. Mata Pelajaran      

1. Pendidikan Agama

 

 

PENDEKATAN 

TEMATIS      

2. Pendidikan Kewarganegaraan       

3. Bahasa Indonesia   

4. Matematika

5. I P A          

6. I P S           

7. Seni Budaya dan Ketrampilan       

8. Pendidikan jasmani, Olahraga dan Kesenian         

B. Muatan lokal         

C. Pengembangan Diri            2* 

JUMLAH        26        27        28        36 

 

Pendidikan Agama Kristen du Sekolah adalah salah satu bentuk Pendidikan Agama Kristen di samping Katekisasi Sidi, Sekolah Minggu, Pembinaan Warga Gereja (PWG) dsb. Oleh sebab itu pelaksanaannya pun diatur sedemikian rupa, sehingga dapat memberi pengaruh dan manfaat yang besar bagi pertumbuham iman anak-anak. 

2.2.5.   Faktor-faktor yang mempebngaruhi Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen 

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar di Sekolah 

            Pendidikan Agama Kristen di sekolah antara lain, Lingkungan keluarga, Gereja, Masyarakat dan sekolah itu sendiri. 

            Pada pembahasan faktor yang mempengaruhi belajar, khususnya hasil pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di sekolah, antara lain adalah pembinaan yang dilakukan oleh Gereja, yaitu melalui Sekolah Minggu. Uraian lebih lanjut akan di bahas secara khusus dalam pembahasan berikut. 

            Namun, sekolah minggu tidak dapat dijadikan satu-satunya tempat pembinaan rohani bagi anak-anak. Selain keterbatasan waktu ibadah, sekolah minggu bukanlah tempat di mana anak paling banyak menghabiskan waktunya. Justru di tengah keluargalah anak paling banyak menghabiskan waktu. Oleh karena itu, keberadaan keluarga sebagai tempat pembinaan rohani yang ideal bagi anak mutlak dibutuhkan. 

            Anak yang berasal dari keluarga yang sudah mengenal Yesus tentu akan menerima pendidikan rohani mengenai kebenaran firman Tuhan dari orang tuanya. Namun, yang menjadi masalah ialah anak-anak yang justru berasal dari keluarga yang belum mengenal kebenaran dan keselamatan di dalam Yesus. Mereka tidak dapat menikmati pembinaan rohani dari keluarganya. Oleh karena itu, tanggung jawab besar justru diemban sekolah minggu. Mau tidak mau pihak sekolah minggu harus sepenuhnya mengemban pembinaan rohani anak tersebut. Hal inilah yang menuntut para pelayan sekolah minggu untuk mengetahui latar belakang rohani keluarga murid-muridnya dengan jelas. 

2.2.6.   Sistim penilaian Pendidikan Agama Kristen 

            Penilaian dalam pendidikan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan sistem pendidikan yang ada di negara kita, alat untuk mengetahui apakah peserta didik sudah mengusai materi, bahan ajar atau kompetensi yang telah ditentukan alat ukur yang dipergunakan adalah penilaian, penilaian dalam kurikulum yang berlaku sekarang yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat berbeda dengan penilaian yang berlaku dalam kurikulum 1994. 

            Penilaian dalam kurikulum dalam kurikulum 1994 media utama yang dipergunakan adalah media tulis, sehingga yang terukur hanyalah pengetahuan koknitif yang mementingkan kecerdasan otak saja, para guru pendidikan Agama Kristen tahu bahwa hanya pengetahuan agama saja tidak dapat orang terselamatkan, yang dapat terselamatkan adalah orang yang karena pertolongan Roh Kudus menerima Tuhan Yesus sebagai Juru selamat yang dibuktikan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari - hari. 

            Sedangkan dalam KBK dan KTSP aspek koknitif, afektif dan psikomotorik harus terukur, sehingga apa yang menjadi kemampuan anak dapat diketahui secara benar, cara peniliannya pun menggunakan berbagai media yang antara lain; unjuk kerja, penugasan, hasil kerja, portofolio, penilaian sikap dan tes tulis ( Tim Kurikulum Dinas Propinsi Jawa Tengah, 2006). Sehingga nilai yang diperoleh peserta didik betul – betul mencerminkan kompetensi yang ia miliki, terlebih pendidikan agama penilaian sikap, unjuk kerja dan hasil kerja adalah sangat penting bagi pertumbuhan iman peserta didik. 

 

            Proses pembelajaran dalam KTSP tidak harus didalam kelas, namun perlu pembelajaran di luar kelas, sehingga penilaian dengan media tulis, kurang dimungkinkan, maka perlu media yang lain. 

1.         Cara Penilaian 

            a.         Lihat dan pahami betul kompetensi dalam Kurikulum 

            b.         Alat penilian sesuiakan dengan kompetensi yang akan dicapai 

            c.         Ketika penilaian berlangsung pertimbangkan kondisi peserta didik 

            d.         Petunjuk pelasanaan jelas, menggunakan bahasa yang mudah dipahami. 

            e.         Kreteria penyekoran jelas 

            f.          Gunakan berbagai cara dan alat untuk menilai kompetensi 

            g.         Laksanakan rangkuman aktivitas penilaian melalaui: pemberian tugas, pr,                            ulangan, pengamatan dan lain sebagainya. 

 

2.         Penilaian unjuk Kerja 

            Pengamatan terhadap aktivitas siswa sebagaimana terjadi ( unjuk kerja, tingkah laku,         interaksi). 

            Penilaian ini cocok untuk: 

            a.         Penyajian lisan, ketrampilan berbicara, menyampaikan renungan, memuji nama                               Tuhan, berdiskusi. 

            b.         Pemecahan masalah dalam kelompok 

            c.         Partisipasi dalam diskusi 

            d.         Memainkan alat musik 

            e.         Membacakan puisi 

            f.          Ketrampilan dalam menghafal atau membuka Kitab Suci 

 

Guru PAK sebagai ujung Tombak : PENGAJARAN, PENGINIJILAN dan PEMURIDAN.

 

KOMPENTENSI GURU PAK DAN KEBERHASILAN PEMBELAJARAN

 

BAB I 

PENDAHULUAN 

 

A.        Latar Belakang Masalah 

            Pertumbuhan dan perkembangan Iman Kristen anak-anak secara nyata adalah menjadi dambaan, harapan dan cita-cita bagi setiap orang percaya, terlebih bagi hamba-hamba Tuhan, Guru PAK dan Orang tua. 

            Adapun langkah-langkah yang ditempuh, cara atau metode yang dipakai dalam menumbuhkembangkan Iman Kristen, antara gereja yang satu dengan gereja yang lainnya sangat beragam. Hal itu sangat bergantung kepada Hamba Tuhan yang melayani dalam jemaat atau gereja tersebut khususnya dalam memprioritaskan program pelayanannya dalam kurun waktu tertentu atau dalam satu periode pelayanan serta dalam meningkatkan pelayanan dengan mengikut sertakan Mejelis, para aktifis Gereja dan kaum awam atau jemaat pada umumnya dalam menumbuhkembangkan iman bagi anak-anak jemaat. 

            Berbicara tentang pertumbuhan dan perkembangan Iman, seperti tak ada habis-habisnya walaupun selalu dibahas dalam setiap persekutuan-persekutuan Kristen baik yang dilakukan secara formal dalam acara lokakarya, seminar pembinaan dan dalam acara-acara retreat anak, maupun yang dilakukan secara non formal, yaitu dalam pembicaraan-pembicaraan antar hamba-hamba Tuhan dengan hamba Tuhan maupun hamba Tuhan dengan para Aktivis Gereja dalam pertemuan-pertemuan atau dalam persekutuan. 

            Oleh karena pertumbuhan dan perkembangan iman Kristen pada umumnya menjadi salah satu “target” dalam pelayanan gereja atau jemaat, maka dalam setiap persekutuan , ibadah maupun dalam rapat-rapat majelis atau rapat para aktifis, secara tidak langsung kadang-kadang hamba Tuhan mengajak menghimbau supaya jemaatnya dapat bertumbuh dan berkembang secara maksimal dengan daya, dana dan sarana yang tersedia. Khusus kepada para majelis atau para aktifis gereja, diharapkan supaya terus meningkatkan pelayanannya sesuai dengan tugas panggilannya masing-masing. 

            Namun apakah hamba-hamba Tuhan, para pemimpin rohani, para aktifis gereja atau jemaat pada umumnya telah mengetahui apa sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan iman bagi anak-anak jemaat ?. Apakah telah mengetahui bagaimana suatu Iman dapat bertumbuh dan berkembangan dengasn baik, tidak mati, seperti yang dikatakan Rasul Yakobus: “ Pada hakekatnya Iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yakobus 3:17). 

            Memang ada beberapa cara atau metode yang dikenal, diketahui dan bahkan telah dipraktekkan oleh hamba-hamba, para aktifis gereja serta orang-orang percaya dalam setiap pelayanannya, misalnya : mengadakan kebaktian kebangunan rohani, pembinaan, para pelayan anak, Retreat para aktifis gereja, Disamping sekolah minggu yang diadakan setiap hari minggu. Sedangkan mengenai hasil dari semua itu sangat tergantung kepada kemampuan Gereja masing-masing. 

            Ada sebagian gereja yang telah puas dengan peninggatan kehadiran di sekolah minggu, , yaitu dengan banyaknya anak-anak jemaat yang ibadah atau kebaktian Sekolah Minggu, ada gereja yang sudah senang jika beberapa anak jemaat telah ikut ambil bagian dalam kegiatan gereja, ada pula yang merasa sangat beruntung, jika akan jemaat yang telah dilayani selama bertahun-tahun tidak ada yang keluar atau pindah Agama, asalkan saja dalam setiap ibadah sekolah minggu atau persekutuan-persekutuan jumlahnya tetap seperti semula. 

            Namun ada gereja yang hamba Tuhannya belum merasa berhasil, apabila jemaat yang dilayani dalam kurun waktu tertentu bertambahnya jumlah jemaat hanya sedikit, dibandingkan dengan gereja tetangga yang dalam waktu yang relatif singkat pertumbuhan jemaatnya pesat. 

            Apakah yang menjadi masalah dari semuanya itu ?. Apakah karena sumber daya manusia atau SDM-nya yang masih kurang, sehingga mutu dari pelayanan kurang ?. Apakah karena kurangnya peran serta dari jemaat dalam pelayanan, dalam pembinaan iman anak-anak jemaat?. Apakah sasaran pelayanan gereja atau jemaat belum mengenai sasaran ?. Ataukah lingkungan yang kurang konduktif dan kurang produktif, sehingga setiap pelayanan yang dilaksanakan tidak pernah menumbuhkan iman dari anak jemaat? 

            Pada sisi lain, ada salah satu pelayanan yang semestinya dimiliki oleh setiap gereja atau jemaat, terutama bagi Hamba Tuhan, majelis yaitu pelayanan terhadap kaum anak-anak jemaat hususnya yang masih di bangku sekolah Dasar, dalam bentuk “Pembelajaran Agama Kristen secara Siswa Terpadu”. Memahami, menjangkau dan melayani anak jemaat yang kecil, dalam masa pertumbuhan dan perkembangan baik secara kognitif afektif dan psikomotorik anak dimana ia akan menentukan perrkembangan iman berikutnya. Sampai mereka mengambil keputusan penting untuk masa sekarang maupun yang akan dating, pada masa ramaja/ pemuda. 

            Memahami anak-anak siswa yang demikian, apakah Pembelajaran PAK terhadap siswa secara terpadu sudah menjadi salah satu prioritas dalam pelayanan Gereja atau jemaat, Guru-guru PAK, terlebih dalam rangka pertumbuhan, perkembangan iman Kristen ?. Dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana Pembelajaran PAK terhadap siswa yang dilakukan secara terpadu menjadi salah satu cara yang efektif dan efisien dalam pertumbuhan, perkembangan iman anak-anak jemaat, tentunya yang dilakukan oleh seorang Guru yang mempunyai kompentesi atau kemampuan dalam bidangnya. 

 

B.        Rumusan Masalah 

Berpangkal pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah pertumbuhan iman Kristen, yaitu dengan beberapa pertanyaan berikut : 

1.         Sejauh mana Gereja, hamba-hamba Tuhan, majelis dan para aktifis gereja dalam     menyikapi Pembelajaran PAK yang akhir-akhir ini sangat terasa kemundurannya,       terutama pelayanan dalam persekutuan atau kebaktian Sekol;ah Minggu ?. Dan         bagaimana dengan Pertumbuhan dan perkembangan iman dari anak-anak jemaat?. 

2.         Apakah prioritas pelayanan gereja, hamba Tuhan dan para aktifis gereja sudah tepat,          yaitu mengenai sasaran, sehingga dapat diharapkan hasilnya ?. 

3.         Sejauh mana peran gereja, hamba Tuhan, majelis dan para aktifis secara langsung   maupun tidak langsung terhadap Pembelajaran PAK siswa di Sekolah Negeri? 

4.         Bagaimana beban Hamba-hamba Tuhan, Guru-guru Agama Kristen, anggota Jemaat          terhadap kebutuhan rohani anak-anak yang Tuhan Yesus sudah percayakan untuk     dididik dalam ajaran Tuhan (Ulangan 6:1-9), melalui pendidikan Formal yang   mempunyai “otoritas” sesuai dengan kaidah atau perundang-undangan yang berlaku di        setiap sekolah tersebut dibangun atau didirikan ?. 

5.         Bagaimana pelayanan Guru-guru Agama Kristen dalam menyampaikan kebenaran             Firman Tuhan yang telah dirumuskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan       (KTSP) Agama Kristen telah secara maksimal, atau dipaksa untuk diselesaikan seperti          yang dituntut dalam kurikulum sebelumnya (CBSA dan KBK), sehingga Pendidikan   Agama Kristen telah kehilangan makna dan hakekat yang sebenarnya ?. 

6.         Apakah pemimpin rohani, hamba-hamba Tuhan, pimpinan lembaga pendidikan Kristen,     kepala-kepala Sekolah dan terlebih Guru-guru Agama Kristen telah menjadi contoh atau teladan dalam segala hal, terutama bagi anak-anak didiknya? 

 

C.        Tujuan Penulisan 

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan korelasi atau hubungan            antara Kompetensi yang dimiliki oleh seorang Guru PAK, terhadap hasil pembelajaran          PAK terhadap siswa secara terpadu yang dilaksanakan oleh Guru yang telah memiliki kompetensi tersebut.

 

D.        Tujuan dan Kegunaan Penelitian 

Manfaat atau kegunaan penelitian yang lakukan adalah untuk menyatukan pendapat, menyamakan persepsi dan pembuktian suatu fakta yang sementara ini masih menjadi    “rumor” atau kesimpulan yang dibuat-buat untuk tujuan tertentu, sehingga pada akhirnya gereja, hamba-hamba Tuhan, majelis, guru PAK dan semua orang percaya, akhirnya menyadari pentingnya suatu kompetensi bagi guru PAK dalam pembelajaran terhadap siswa secara terpadu khususnya dalam rangka pertumbuhan perkembangan iman anak-anak didik.

            Ada beberapa tujuan yang hendak Penulis capai dalam penelitian.

            Pertama bagi Penulis sendiri. Dengan terselesainya skripsi ini, Penulis mengharapkan tulisan ini dapat memperkaya wawasan khususnya dalam pelayanan dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan iman seseorang anak. seperti yang diidam-idamkan oleh orang-orang Kristen; menjadi bahan acuan ke depan apabila kelak diperkenankan, dipercaya Tuhan Yesus untuk melayani atau bekerja diladang-Nya, sebagai Guru PAK yang professional dibidangnya. Dengan demikian dapat menjadi hamba Tuhan atau Guru PAK yang lebih berguna untuk perluasan Kerajaan Allah di muka bumi ini. Selanjutnya dapat mengembangkan pembelajaran PAK kepada siswa menjadi semakin luas, sehingga dapat menjangkau siswa-siswa yang belum percaya kepada Tuhan Yesus. 

            Kedua, harapan Penulis melalui skripsi ini agar setiap pembaca secara khusus bagi para aktivis gereja, Guru-guru yang percaya kepada Tuhan Yesus (Guru Kristen) mendapat berkat, baik kesaksian, pengetahuan maupun pengalaman Pembelajaran PAK kepada para siswa sebagai salah satu upaya Gereja (orang-orang percaya) dalam menumbuhkembangkan iman Kristen,. 

            Penulis berharap, setelah pembaca mengetahui pentingnya Pembelajaran PAK kepada para siswa, tergerak hatinya dan mengambil langkah awal, yaitu melayani mereka yang ada di gereja dan di sekolah masing-masing, sehingga jiwa-jiwa baru dapat ditumbuhkembangan imannya dan dimenangkan untuk Tuhan Yesus dan gerejaNya, dengan terus meningkatkan kompetensinya dalam menghadapi tantangan yang lebih kompleks. 

            Ketiga, melalui tulisan ini Penulis berharap para Pembaca (khususnya Guru Agama Kristen) supaya mengetahui dan menyadari betapa pentingnya memiliki beberapa kompetensi dalam Pembelajaran PAK bagi Siswa atau anak-anak SD (Sekolah Dasar). 

            Yang berikut, Penulis berharap rekan-rekan guru Pendidikan Agama Kristen dapat melayani siswa dengan lebih baik lagi, serta mengembangkan Pembelajaran PAK, menjadi pelayanan Siswa secara terpadu, tepat pada sasaran dan berjalan berkesinambungan. Dengan demikian Gereja-gereja Tuhan (tanpa menitik beratkan pada salah satu denominasi) dapat semakin bertumbuh dan berkembang baik secara kwalitas maupun kwantitas, yaitu dengan ditumbuhkembangkannya iman dari anak-anak jemaat. 

            Yang berikut, Penulis berharap lebih luas lagi, melalui tulisan ini para hamba Tuhan dan pemimpin lembaga-lembaga pendidikan Kristen mendapat masukan yang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan iman bagi anak-anak jemaat, sehingga dapat mengambil langkah-langkah konkrit, lebih bijaksana dalam memanfaatkan peluang emas bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak-anak yang dipimpinnya, tanpa mengurangi pelayanan akademis dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa. 

            Dengan demikian para pemimpin lembaga pendidikan Kristiani, gereja, dapat bekerjasama dengan Guru-guru Pendidikan Agama Kristen dalam rangka mewujudkan cita-cita kita bersama yaitu anak-anak yang memiliki iman yang bertumbuh, berkembangan dan menghasilkan buah-buat perbuatan. Menjadi saksi Kristsus bagi teman-teman dan masyarakat pada umumnya.. 

 

E.         Hipotesa 

            Ada korelasi atau hubungan yang segnifikan antara Kompentensi yang dimiliki Guru PAK terhadap hasil Pembelajaran PAK terhadap siswa yang dilakukan secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan dengan pertumbuhan, perkembangan iman anak-anak jemaat. 

 

F.         Ruang Lingkup Pembahasan 

            Pembahasan dalam Skripsi adalah pertumbuhan, perkembangan iman melalui pembelajaran PAK kepada siswa terpadu oleh Guru PAK yang mempunyai kompetensi tertentu. Perkembangan iman yang Penulis maksudkan adalah pertumbuhan, perkembangan iman Kristen yang hidup sebagai hasil atau buah dari pembelajaran PAK secara terpadu oleh Guru PAK yang mempunyai kopentensi. 

            Pertumbuhan, perkembangan iman anak-anak jemaat meliputi pertumbuhan secara kwantitas, yaitu pertumbuhan dalam segi jumlah (anak jemaat atau warga gereja atau jemaat bertambah) maupun pertumbuhan, perkembangan iman secara kwalitas, yaitu mutu iman dari anak-anak jemaat yang telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus, seperti yang dimaksud Rasul Paulus dalam Surat Efesus 4 :13-15, yaitu : “Sampai kita semua mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran, oleh permainan palsu menusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi teguh berperang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah Kepala”. 

            Sedangkan yang Penulis maksudkan dengan pelayanan siswa terpadu, yaitu pelayanan kepada siswa (murid) secara utuh, sesuai dengan kebutuhan perkembangan jiwa, terlebih kebutuhan rohani, dilakukan terus-menerus secara berkesinambungan, sesuai dengan pengertian dan pemahaman serta kemampuan dari Guru-guru Agama Kristen yang mempunyai kompetensi dalam mengajar. 

            Untuk mewujudkan iman anak-anak jemaat bertumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, sekolah dan masyarakat,, serta menjadi berkat bagi teman-teman yang belum percaya (belum diselamatkan), dibutuhkan cara atau metode, serta langkah-langkah nyata. Gereja sebagai “bapak” dalam pelayanan kepada siswa harus proaktif dalam menyikapi langkah-langkah yang diambil oleh para guru agama PAK, hamba-hamba Tuhan, serta memberi dorongan yang maksimal. Jemaat yang mempunyai potensi besar dalam melayani siswa, perlu dilibatkan secara langsung, mengingat keterbatasan pelayan (pekerja) atau guru-guru PAK yang mengajar (melayani) siswa di sekolah-sekolah Negeri. 

 

G.        Metode dan Prosedur Penelitian 

            Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan dapat dipercaya kebenarannya, tulisan ini, maka disamping Penulis membaca Literatur juga mengadakan survey terhadap hasil pelayanan terhadap siswa secara terpadu pada Sekolah-sekolah Negeri, dan gereja dimana siswa tersebut telah bergereja. 

            Penulis juga mengadakan wawancara dengan beberapa hamba Tuhan (Pendeta) penginjil atau guru Injil dan rekan-rekan Guru PAK yang masih aktif di dalam Pembelajaran PAK di Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Untuk mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan Pembelajaran PAK terhadap siswa, baik dalam penyampaian materi pelajaran Agama Kristen maupun pelayanan lainnya, Penulis juga mengadakan wawancara dengan beberapa siswa Kristen yang pernah mendapat Pelajaran Agama Kristen dari Gurunya.. Pengalaman Penulis selama melayani (mengajar) Pendidikan Agama Kristen di sekolah serta hasil Analisis data siswa akan mewarnai tulisan ini. 

 

H.        Sistimatika Penulisan 

            Penulis tidak akan membahas panjang lebar mengenai pertumbuhan dan perkembangan iman Kristen bagi anak-anak jemaat dengan hanya akan memfokuskan pada cara atau metode pertumbuhan dan perkembangan iman. Dan dalam skripsi ini, Penulis akan membatasi pada pertumbuhan, perkembangan iman Kristen, yaitu melalui Pembelajaran PAK secara terpadu yang dilakukan oleh seorang guru PAK yang mempunyai kompetensi dalam bidangnya. 

Penulis akan membuat tahapan-tahapan sebagai berikut : 

 Bab Satu

terlebih dahulu Penulis memberikan Pendahuluan, yang mencakup : latar belakang masalah, rumusan-rumusan masalah, tujuan penulisan, tujuan dan kegunaan penelitian, hipotesa, ruang lingkup pembahasan, metode dan prosedur penelitian dan sistimatika penulisan. 

 Bab Dua

Penulis menguraikan pertumbuhan, perkembangan iman kristen serta iman yang hidup, yang Penulis dahului dengan menguraikan sedikit tentang pengertian Iman, ciri-ciri Iman, pentingnya iman dan timbulnya iman. Kemudian masuk kepada pembahasan iman yang disertai dengan perbuatan atau iman yang hidup serta dampaknya bagi kehidupan anak tersebut, keluarga, sekolah dan msyarakat. 

Bab tiga

Penulis akan melengkapi pembahasan ini dengan menguraikan siapa siswa, hakekat Pendidikan Agama Kristen, serta pelayanan siswa terpadu. Dalam Bab ini Penulis akan menekankan satu bentuk pelayanan, yaitu pelayanan siswa secara terpadu, yang merupakan salah satu bentuk pelayanan gereja atau orang-orang percaya terhadap anak-anak, terutama anak-anak jemaat. 

Supaya aktivitas pelayanan terhadap siswa tersebut tidak sia-sia, tetapi benar-benar menjadi berkat bagi para siswa, bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja serta penginjilan, maka dalam bab ini Penulis sertakan prinsip-prinsip pelayanan terhadap siswa dan langkah-langkah pelayanan terhadap siswa tersebut. 

 Bab empat

Penulis akan mengungkapkan suatu fakta, yaitu menguraikan bahwa Kompetensi seorang guru PAK dalam proses pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu dalam bab ini diuraikan, pengertian suatu kopentensi, macam kompentensi yang harus dimiliki oleh seorang guru PAK, serta dampaknya dalam proses pembelajaran. Mengingat semua usaha mempunyai satu tekat atau tujuan, yaitu bertumbuh iman bagi anak-anak yang diajar atau dididik, maka dalam Bab ini diuraikan pentingnya suatu prioritas, Pembelajaran PAK terhadap siswa secara terpadu sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan perkembangan iman bagi anak-anak jemaat. Bentuk-bentuk Pembelajaran dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan iman, yaitu antara lain Pengajaran Agama Kristen, Persekutuan Siswa, Pembinaan Iman Kristen, pementoran dan Kunjungan. Dampak dari pelayanan siswa yang dilakukan secara terpadu khususnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan iman pun perlu dibanggakan. Oleh sebab itu dalam bab ini pula Penulis paparkan beberapa dampak bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak-anak jemaat baik yang berupa perubahan sikap hidup, peningkatan jumlah dalam kebaktian sekolah minggu serta pertumbuhan iman itu sendiri yang menjadi tujuan dari sejak semula. Namun mengingat dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan tersebut ada banyak sekali hambatan dan rintangan, baik dari dalam maupun dari luar, maka dalam bab ini penulis akan sedikit gambarkan rintangan dan hambatan-hambatan, terutama yang Penulis alami, dan sekaligus jalan keluar atau solusi yang Penulis ambil, sehingga hasil dari semuanya itu dapat melengkapi Skripsi ini. 

Bab lima,

Penulis akan membuat kesimpulan secara menyeluruh dari apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, serta memberi saran bagi para guru-guru Agama Kristen, hamba-hamba Tuhan, para aktivis gereja dan pemimpin suatu lembaga pendidikan (Sekolah-Sekolah Kristen), supaya memanfaatkan peluang yang Tuhan berikan bagi pertumbuhan, perkembangan iman anak-anak jemaat. Memenangkan jiwa-jiwa baru bagi Tuhan Yesus dan bagi gereja-Nya.

 

ARTI MANUSIA DARI PANDANG FILSAFAT 

 

         Filsafat Manusia adalah suatu cabang dari Filsafat yang mengupas tentang arti       menjadi manusia. 

         Filsafat Manusia termasuk dalam kajian Ontologi atau Metafisika 

         Filsafat Manusia biasa disebut juga, Antropologia Metafisika atau Psikologi Metafisis 

         Manusia adalah mahluk yang berhadapan dengan diri sendiri dalam dunianya. 

         Louis Leahy mengatakan bahwa ada 2 inti pokok dalam mempelajari Filsafat Manusia, yaitu : 

         Memelajari Filsafat Manusia untuk mendapatkan Hakekat Manusia 

            Memelajari Filsafat Manusia untuk mendapatkan Fungsi dari keberadaan manusia di          dunia. 

         Ada 2 aspek dalam memahami hakekat manusia, yaitu : 

         Ekstensif, meliputi pembahasan yang berhubungan dengan Sifat, Gejala, Kegiatan, dan     segala sesuatu yang meyangkut pada segala bidang. 

         Intensif, meliputi pembahasan yang mengarah pada intisari dari manusia. 

         Memandang manusia bisa dilihat dari dua sisi, yaitu : 

         Eksternal, melihat manusia dari sisi Tubuh yang sifatnya materi. 

         Internal, melihat manusia dari sisi Jiwa atau Rohani, dan kesadaran 

 

CIRI –CIRI MANUSIA: 

Ciri fisik 

         Sikapnya yang tegak sehingga membebaskan tangan untuk melakukan eksplorasi dan        manipulasi 

         Jari-jari tangan yang mudah bergerak serta kemampua lengan bergerak memutar 

         Otak dan kepala yang besar serta sistem syaraf yang lebih sempurna dari mahluk lain 

         Manusia mempunyai alat berupa bahasa untuk menyebarkan kebudayaannya 

         Manusia mempunyai daya cipta yang bisa berulang, dan ciptaannya bisa kompleks             sifatnya. 

         Manusia mahluk sosial dan politik 

         Hanya manusia yang sadar akan sejarah dan mempunyai tradisi kebudayaan yang terus menerus 

         Manusia mempunyai apresiasi estetik 

         Manusia mempunyai hati nurani 

         Manusia adalah mahluk yang religious 

Kesalah tafsiran tentang teori evolusi: 

         Teori evolusi tidak berarti semua bentuk yang hidup itu cenderung mengarah kepada                                 manusia, atau akan berubah menjadi jenis lain. 

         Teori evolusi berbeda dengan darwinisme. Darwinisme adalah suatu penjelasan                              bagaimana satu jenis dapat muncul dari jenis lain. 

         Teori evolusi bukan keterangan tentang watak dan asal dari kehidupan itu sendiri tetapi                 tentang proses perubahan. 

         Teori evolusi tidak seharusnya mengingkari agama atau kepercayaan kepada Tuhan. 

Perbedaan mansuia 

BARAT- TIMUR 

Mengutamakan akal sebagai alat penalaran dan memperoleh pengetahuan. 

Abstraksi sangat penting dalam memahami hidup. 

Pengetahuan. 

Pengetahuan berguna untuk menguasai dunia. Mengutamakan hati yang merupakan alat pemersatu akal dan intuisi atau intelegensi dan persaan. 

Menekankan pada simbol yang sifatnya kongkret. 

Pengetahuan berguna untuk menjadi bijaksana dalam menghadapi hidup yang sulit. 

Mempunyai motivasi untuk menguasai alam, karena manusia barat berjarak dengan alam. 

Muncul eksploitasi dan ekspansi Menghormati alam karena menganggap alam dan manusia merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (holistik) 

Muncul harmonisasi 

Manusiia barat mempunyai sikap aktif, mereka aktor dari kehidupan dan terus berpetualang dalam hidupnya 

Nilai tertinggi dalam hidup datang dari dalam, menerima keadaan, mengumpulkan pengalaman, mengintegrasikan diri dan waktu demi kesempurnaannya 

Menghargai hak individu sehingga membentuk pribadi yang percaya diri, terus terang, relistis, dan “berani menjadi” Keberadaan manusia baru berarti apabila ia tidak memisahkan diri dari masyarakat dan berpikir secara sosial-kolektif. 

 

PERSAMAAN MANUSIA BARAT DAN TIMUR: 

         Mengakui adanya suatu yang absolut yang merupakan sumber dari segala sesuatu (penyebab pertama) 

         Sama-sama menghadapi pertanyaan dasar tentang manusia dan mempunyai wawasan yang sama tentang dimana manusia dapat menemukan pemenuhannya 

 

WATAK MANUSIA DAN MASYARAKAT: 

         Thomas Hobbes (1588 – 1679) 

Manusia merupakan mahluk yang jahat (Homo Homini Lupus) sehingga harus diatur oleh hukum dan pemerintahan yang tak dapat digulingkan (Leviathan) 

Sifat dasar manusia adalah bersaing, agresif, loba, anti sosial dan bersifat kebinatangan. 

Negara berfungsi untuk menyatukan manusia untuk tidak saling memebunuh. 

         Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778) 

Manusia merupakan mahluk baik, masyarakat yang membuat manusia jahat (mementingkan diri sendiri dan bersifat merusak) 

Negara berfungsi untuk memungkinkan manusia untuk mendapatkan kembali sifat kebaikannya yang asli. 

 

CIRIKHAS MANUSIA SBG MAHKLUK HIDUP: 

         Asimilasi, yaitu berkembang dan mengembangkan diri dengan mengubah yang dimakan dan dicerna menjadi substansinya sendiri. 

         Memperbaiki dan memulihkan, yaitu mengerjakan dari substansinya sendiri, dari dalam dirinya, dari apa yang dibuat oleh organismenya. 

         Mereproduksi, yaitu kemampuan untuk melipatgandakan diri, membuat dalam dirinya bibit yang akan menjadi mahluk hidup baru. 

         Responsif, yaitu kemampuan merespon stimulus yang diberikan padanya oleh alam sekitarnya, ( daya adaptasi). 

         Punya tujuan, yaitu kemampuan menentukan tujuan. Manusia punya tujuan hidup dan untuk mencapainya mereka memanfaatkan apa yang ada disekitarnya dengan menggunakan ilmu dan alat. 

         Mahluk hidup secara esensial adalah sesuatu yang menyempurnakan dirinya sendiri (otoperfektif), dia berkemampuan untuk bergerak sendiri, tumbuh dan berkembang. 

         Mahluk hidup mempunyai suatu kesatuan yang dinamis dan yang menstrukturkan sumber pertama dari aktifitas-aktifitas yang beraneka ragam dan terkoordinir pada setiap mahluk hidup. 

         Kesatuan substansial dan dinamis itu yang mengkoordinasikan dan “menstrukturkan” merupakan dinamisme yang mengakibatkan dia berbuat dan mencoba merealisasikan idenya sebagai “subjektivitas”. 

         Mahluk hidup tersusun dari bagian-bagian yang mempunyai ciri khas bahwa mereka bersama-sama merupakan suatu keseluruhan yang terstruktur, mempunyai fungsi tertentu, semua bagian saling bergantung, sehingga mahluk hidup adalah suatu keseluruhan yang berhirarki dan tersusun. 

         Dapat disimpulkan bahwa mahluk hidup punya 2 unsur yang esensial, pertama, keseluruhan yang berorgan dan tersusun, yang dinamakan badan. Kedua, kesatuan substansial yang disebut jiwa. Kedua bersatu dan dikenal dengan nama mahluk hidup, satu substansi walaupun tetap berbeda dan dari kodrat yang berlainan. 

         Definisi tentang mahluk hidup, yaitu suatu substansi natural yang terbentuk dari badan dan jiwa, dari keseluruhan yang berorgan dan kesatuan fundamental, dari suatu struktur indrawi dan subjektifitas metaindrawi. 

 

BEBERAPA KONSEP JIWA: 

         Jiwa adalah suatu elemen yang indrawi, halus, panas dan dinamik seperti nafas dan           darah yang terdapat dalam organisme secara total atau definitif. 

         Peranan Jiwa sebagai kesatuan substansial dan metafisika. Jiwa adalah     menstrukturkan dan menyatukan. Jiwa bukan suatu keseimbangan harmonis dari          organisme itu, melainkan keseluruhan kegiatan “sinergis” yang hanya mampu dilakukan mahluk hidup. 

         Jiwa merupakan unsur pokok yang pertama, jiwa harus menjadi prinsip hidup, prinsip   kesadaran, interioritas, pemikiran dan kebebasan. 

         Plato mengatakan jiwa merupakan satu substansi yang eksistensinya mendahului badan, yang untuk sementara waktu tertutup didalam badan seperti layaknya sebuah penjara bagi jiwa. Jiwa adalah sesuatu yang ”ada” dan badan adalah sesuatu ada yang lain (dualisme). 

         Aristoteles mengatakan Jiwa dan Badan merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan yang menyatu dan dikenal sebagai mahluk hidup. Jiwa dan badan merupakan 2 unsur esensial yang saling melengkapi dalam satu substansi yang sama (monisme). 

 

Gagasan tentang Jiwa menghadapi 2 keberatan 

1.         Dewasa ini kehidupan dapat dibuat di laboratorium, ini membuktikan bahwa mahluk         hidup hanya tersusun dari unsur-unsur indrawi dan fisik. 

2.         Ahli biologi dan psikologi menjelaskan pembentukan dan tingkah laku mahluk hidup         tanpa menggunakan gagasan tentang jiwa yang dapat merugikan   penyelidikan-penyelidikan mereka. 

STRUKTUR JIWA: 

         Jiwa menurut Whitehead punya struktur yang sifatnya hierarkis dimana taraf yang tertinggi diduduki oleh taraf rasional, dalam melaksanakan tugasnya taraf ini didukung oleh taraf-taraf lain seperti taraf organik (benda mati), taraf vegetatif (tumbuhan) taraf sensitif (binatang). Taraf yang rendah mempunyai fungsi saling berhubungan dan mendukung taraf tertinggi yaitu taraf rasional. 

         Taraf organik (benda mati) sifatnya statis tidak memperkenalkan unsur baru yang             muncul dari keinginan mewujudkan cita-cita pribadi. 

         Taraf vegetatif (tumbuhan) lebih menunjukkan aktifitas jiwa yang efektif dengan   adanya unsur pembaharuan (adaptasi dengan lingkungan). 

         Taraf sensitif (binatang) sudah muncul kesadaran akan diri dan lingkungan, bersamaan      dengan kemampuan analisis terhadap pengalaman-pengalaman fisik. 

         Taraf rasional terjadi pembaruan terus menerus yang menjadi begitu efektif di dalam        sejarah kehidupan manusia, karena dalam diri manusia ada kesadaran intelektual yang             punya kemampuan sangat efektif untuk menyederhanakan pengalaman dan memberi             tekanan kepada segi yang dianggap penting sambil menyingkirkan yang dianggap            tidak relevan. 

 

 

 

KARAKTER KHUSUS BADAN: 

            Badan itu tidak berada diluar intimitasi kita secara total dan juga tidak sama secara sempurna dengan keakuan kita yang paling dalam; bahwa dia tidak merupakan suatu objek saja maupun suatu subjektivitas semata. 

Badan itu harus didefinisikan berhubungan erat dengan dunia dan partisipasinya dengan jiwa, sehingga yang akan dibicarakan adalah badan hidup pada umumnya. 

 

KESIMPULAN: 

Mahluk Hidup Mengatasi Batas-batas “Ketubuhannya” 

         Dispersi, yaitu mahluk hidup selalu berusaha untuk mempertahankan kesatuannya yang dapat membedakannya dari semua yang lain dan menjadi suatu individu. 

         Mahluk hidup berusaha mengatasi kepasifan tubuh. Manusia berusaha beradaptasi, bereproduksi, bekerja demi kelangsungan hidupnya, namun mereka tidak bisa mempercepat atau memperlambat eksistensinya, seperti tubuh makin tua yang lama kelamaan menimbulkan ketidakmampuan. 

         Mahluk hidup mengalami keterbatasan, dimana setiap mahluk hidup tidak pernah menjadi dirinya secara total dan sempurna dan tidak pernah mencapai keadaan yang dicita-citakannya. 

 

PENTINGNYA LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN BAGI PENDIDIKAN

Pengantar 

Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud dengan pengetahuan, dan/atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku. 

Pertanyaan yang timbul yaitu: apakah teori-teori pendidikan dapat atau telah tumbuh sebagai ilmu ataukah hanya sebagian dari cabang filsafat dalam arti filsafat sosial ataupun filsafat kemanusiaan? 

A. Pendidikan Sebagai Kegiatan Ilmu dan Seni 

Masalah pendidikan mikro yang menjadi focus disini khususnya ialah dasar dan landasan pendidikan serta landasan ilmu pendidikan yaitu manusia atau sekelompok kecil manusia dalam fenomena pendidikan. 

 

1. Pendidikan dalam Praktek Memerlukan teori 

            Alangkah pentingnya kita berteori dalam praktek di lapangan pendidikan karena pendidikan dalam praktek harus dipertanggungjawabkan. Tanpa teori dalam arti seperangkat alasan dan rasional yang konsisten dan saling berhubungan maka tindakan-tindakan dalam pendidikan hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan, seketika dan aji mumpung. Hal itu tidak boleh terjadi karena setiap tindakan pendidikan bertujuan menunaikan nilai yang terbaik bagi peserta didik dan pendidik. Bahkan pengajaran yang baik sebagai bagian dari pendidikan selain memerlukan proses dan alasan rasional serta intelektual juga terjalin oleh alasan yang bersifat moral. Sebabnya ialah karena unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan adalah makhluk manusia yang harus menghayati nilai-nilai agar mampu mendalami nilai-nilai dan menata perilaku serta pribadi sesuai dengan harkat nilai-nilai yang dihayati itu. 

            Kita baru saja menyaksikan pendidikan di Indonesia gagal dalam praktek berskala makro dan mikro yaitu dalam upaya bersama mendalami, mengamalkan dan menghayati Pancasila. Lihatlah bagaimana usaha nasional besar-besaran selama 20 tahun (1978-1998) dalam P-7 (Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) berakhir kita nilai gagal menyatukan bangsa untuk memecahkan masalah nasional suksesi kepresidenan secara damai tahun 1998, setelah krisis multidimensional melanda dan memporakporandakan hukum dan perekonomian negara mulai pertengahan tahun 1997, bahkan sejak 27 Juli 1996 sebelum kampanye Pemilu berdarah tahun 1997. itu adalah contoh pendidikan dalam skala makro yang dalam teorinya tidak pas dengan Pancasila dalam praktek diluar ruang penataran. Mungkin penatar dan petatar dalam teorinya ber-Pancasila tetapi didalam praktek, sebagian besar telah cenderung menerapkan Pancasila Plus atau Pancasila Minus atau kedua-duanya. Itu sebabnya harus kita putuskan bahwa P-7 dan P-4 tidak dapat dipertanggungjawabkan, setidak-tidaknya secara moral dan sosial. Mari kita kembali berprihatin sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955). 

“Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”. 

            Ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral. Sebaliknya apabila pendidikan dalam praktek dipaksakan tanpa teori dan alasan yang memadai maka hasilnya adalah bahwa semua pendidik dan peserta didik akan merugi. Kita merugi karena tidak mampu bertanggung jawab atas esensi perbutan masing-masing dan bersama-sama dalam pengamalan Pancasila. Pancasila yang baik dan memadai, konsisten antara pengamalan (lahiriah) dan penghayatan (psikologis) dan penataan nilai secara internal. Dalam hal ini kita bukan menyaksikan kegiatan (praktek) pendidikan tanpa dasar teorinya tetapi suatu praktek pendidikan nasional tanpa suatu teori yang baik. 

2. Landasan Sosial dan Individual Pendidikan 

            Pendidikan sebagai gejala sosial dalm kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga (yaitu daku atau-ku; harap bandingkan dengan pandangan orang Inggris antara I dan me). 

            Pada skala makro pendidikan berlangsung dalam ruang lingkup yang besar seperti dalam masyarakat antar desa, antar sekolah, antar kecamatan, antar kota, masyarakat antar suku dan masyarakat antar bangsa. Dalam skala makro masyarakat melaksanakan pendidikan bagi regenerasi sosial yaitu pelimpahan harta budaya dan pelestarian nilai-nilai luhur dari suatu generasi kepada generasi muda dalam kehidupan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pendidikan dalam arti luas dan skala makro maka perubahan sosial dan kestabilan masyarakat berangsung dengan baik dan bersama-sama. Pada skala makro ini pendidikan sebagai gejala sosial sering terwujud dalam bentuk komunikasi terutama komunikasi dua arah. Dilihat dari sisi makro, pendidikan meliputi kesamaan arah dalam pikiran dan perasaan yang berakhir dengan tercapainya kemandirian oleh peserta didik. Maka pendidikan dalam skala makro cenderung dinilai bersifat konservatif dan tradisional karena sering terbatas pada penyampaian bahan ajar kepada peserta didik dan bisa kehilangan ciri interaksi yang afektif. 

 

3. Teori Pendidikan Memadu Jalinan Antara Ilmu dan Seni 

            Adanya aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah seperti disebut tadi mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena (situasi) pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai sebagai fakta dan manusia sebaai nilai. Tiap manusia bernilai tertentu yuang bersifat luhur sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikn dalam praktek adalah fakta empiris yang syarat nilai berhubung interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat maniusiawi seperti saya atau siswa mendidik diri sendiri atas dasar hubungan pribadi dengan pribadi (higher order interactions) antar individu dan hubungan intrapersonal secara afektif antara saya (yaitu I) dan diriku (diri sendiri yaitu my self atau the self). 

            Adapun manusia sebagai fakta empriris tentu meliputi berbagai variabel dan hubungan variabel yang terbatas jumlahnya dalam telaah deskriptif ilmu-ilmu. Sedangkan jumlah variabelnya amat banyak dan hubungan-hubungan antara variabel amat kompleks sifatnya apabila pendidik memelihara kualitas interaksinya dengan peserta didik secra orang perorang (personal). 

Sepeti dikatakan tentang siswa belajar aktif oleh Phenix (1958:40), yaitu : 

            sifat manusiawi dari pendidikan (manusia dalam pendidikan) harus terpelihara demi kualitas proses dan hasil pendidikan. Pemeliharaan itulah yang menuntut agar pendidik siap untuk bertindak sewaktu-waktu secara kreatif (berkiat menciptakan situasi yang pas, apabila perlu. Misalnya atas dasar diagnostik klinis) sekalipun tanpa prognosis yang lengkap namun utamanya berdasarkan sikap afektif bersahabat terhadap terdidik. Kreativitas itu didasarkan kecintaan pendidik terhadap tugas mendidik dan mengajar, itu sebabnya gejala atau fenomena pendidikan tidak dapat direduksi sebagai gejala sosial atau gejala komunikasi timbal balik belaka. Apabila ilmu-ilmu sosial atau behavioral mampu menerapkan pendekatan dan metode ilmiah (Pearson, 1900) secara termodifikasi dalam telaah manusia melalui gejala-gejala sosial, apakah ilmu pendidikan harus bertindak serupa untuk mengatasi ketertinggalan- nya khususnya ditanah air kita ? 

Atau seperti dikatakan secara ilmiah oleh NL. Gage (1978:20), 

            Pendidik memang harus bertindak pada latar mikro termasuk dalam kelas atau di sekolah kecil, mempengaruhi peserta didik dan itu diapresiasi oleh telaah pendidikan berskala mikro, yaitu oleh paedagogik (teoritis) dan andragogi (suatu pedagogic praktis). Itu sebabnya ilmu pendidikan harus lebih inklusif daripada pengajaran (yang makro) lebih 

 

 

 

 

utama daripada mengajar dan mendidik. Bahkan kegiatan pengajaran disekolah memerlukan perencanaan dalam arti penyusunan persiapan mengajar. Dalam pandangan ilmu pendidikan yang otonom, ruang lingkup pengajaran tidak dengan sendirinya mencakup kegiatan mendidik dan mengajar. 

            Atas dasar pokok-pokok pikiran tentang aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah dari manusia dalam fenomena pendidikan maka pendidikan dalam praktek haruslah secara lengkap mencakup bimbingan, mendidik, mengajar dan pengajaran. Dalam fenomena yang normal peserta didik dapat didorong aga belajar aktif melalui bimbingan dan mengajar. Tetapi adakalanya dalam situasi kritis siswa perlu meniru cara guru yang aktif belajar sendiri. Itu sebabnya perundang-undangan pendidikan kita sebenarnya perlu diluruskan, pada satu sisi agar upaya mendidik terjadi dalam keluarga secara wajar, disisi lain agar pengajaran disekolah meliputi dimensi mendidik dan mengajar. Lagi pula bahwa diferensisasi dan fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan perlu ditentukan utamanya harus melakukan pengajaran dan mengelola kurikulum formal sebagai aspek spesialisasinya agar beroperasi efisien. Sedangkan konsep pendidikan yang juga mencakup program latihan (UU. No. 2/1989 Pasal 1 butir ke-1) adalah suatu konstruk yang amat luas dilihat dari perspektif sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. 

            Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu fdan seni ialah proses atau upaya sadar antar manusia dengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu orang perorang. Atau bisa diperluas menjadi makro sebagai upaya sadar manusia dimana warga maysrakat yang lebih dewasa dan berbudaya membantu pihak-pihak yangkurang mampu dan kurang dewasa agar bersama-sama mencapai taraf kemampuan dan kedewasaan yang lebih baik (Phenix, 1958:13), Buller, 1968:10). Dalam arti ini juga sekolah laboratorium akan memerlukan jalinan praktek ilmu dan praktek seni. Sebaliknya butir 1 pasal 1, UU No. 2 /1989 kiranya kurang tepat sehingga tentu sulit menuntut siswa ber CBSA padahal guru belum tentu aktif belajar, mengingat definisi pendidikan yang makro, yaitu : 

            “Pendidikan ialah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan dating”. 

            Kiranya konsep pendidikan yang demikian yang demikian kurang mampu memberi isi kepada tujuan dan semangat Bab XIII UUD 1945 yang merujuk bidang pendidikan sebagai amanah untuk mewujudkan keterkaitan erat antara sistem pengajaran nasional dengan kebudayaan kebangsaan. Karena itu dalam lingkup pendidikan menurut skala mikro dan abstark yang lebih makro, pendidik harus juga peduli dengan aspek etis (moral) dan estetis dari pengalamannya berinteraksi dengan peserta didik selain aspek pengetahuan, kebenaran dan perilaku yang disisyaratkan oleh konsep pendidikan menurut undang-undang tadi. Hal ini sesuai dengan pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut : 

            “Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil mempengaruhi). Arti Tut Wuri aialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan gar sang anak mengembngkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi”. 

            Demikian bagi Ki Hajar Dewantara pendidikan pada skala mikro tidak terlepas dari pendidikan dalam arti makro, bahkan disipilin pribadi adalah tujuan dan cara dalam mencapai disiplin yang lebih luas. Ini berarti bahwa landasan pendidikan terdapat dalam pendidikan itu sendiri, yaitu factor manusianya. Dengan demikian landasan-landasan pendidikan tidak mesti dicari diluar fenomena (gejala) pendidikan termasuk ilmu-ilmu lain dan atau filsafat tertentu dari budaya barat. Oleh karena itu data ilmu pendidikan tidak tergantung dari studi ilmu psikologi., fisiologi, sosiologi, antropologi ataupun filsafat. Lagi pula konsep pengajaran (yang makro) berdasarkan kurikulum formal tidak dengan sendirinya bersifat inklusif dan atau sama dengan mengajar. Bahkan dalam banyak hal pengajaran itu tergantung hasilnya dari kualitas guru mengajar dalam kelas masing-masing. Sudah barang tentu asas Tut Wuri Handayani tidak akan menjadikan pengajaran identik dengan sekedar upaya sadar menyampaikan bahan ajar dikelas kepada rombongan siswa mengingat guru harus berhamba kepada kepentingan siswanya. 

 

B. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan 

            Uraian diatas mengisyaratkan terhadap dasar-dasar pendidikan bahwa praktek pendidikan sebagai ilmu yang sekedar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Fakta pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif dibawah 100 % (bahkan 60 %). Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyerap dan meresapi penghayatan 100 % melampaui tujuan-tujuan sosialisasi, mencapai internaliasasi (mikro) dan hendaknya juga enkulturasi (makro). Itulah perbedaan esensial antara pendidikan (yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif) dan kegiatan mengajar yang paling-paling menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara pengajaran dengan mengajar dan mendidik. 

            Adapun ketercapaian untuk daya serap internal mencapai 100 % diperlukn tolong menolong antara sesama manusia. Dalam hal ini tidak ada orang yang selalu sempurna melainkan bisa terjadi kemerosotan yang harus diimbangi dengan penyegaran dan kontrol sosial. Itulh segi interdependensi manusia dalam fenomena pendidikan yang memerlukan kontrol sosial apabila hendak mencegah penurunan pengamalan nlai dan norma dibawah 100%. 

 

1. Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan 

            Jelaslah bahwa telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogic (pendidikan anak) dan data andragogi (Pendidikan orang dewasa). Adapun data itu mencakup fakta (das sein) dan nilai (das sollen) serta jalinan antara keduanya. Data factual tidak berasal dari ilmu lain tetapi dari objek yang dihadapi (fenomena) yang ditelaah Ilmuwan itu (pedagogi dan andragogi) secara empiris. Begitu pula data nilai (yang normative) tidak berasal dari filsafat tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah. Tetapi tidak berarti bahwa filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu. 

            Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang menysusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu-ragu atau menyerah kepada keragu-raguan prinsipil. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah yang radikal dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya. 

Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup : 

- Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship) 

- Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif. 

- Orang dewasa yang berpran sebagai pendidik (educator) 

- Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student) 

- Tujaun pendidikan (educational aims and objectives) 

- Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan 

- Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution) 

            Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu murni ilmu pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogic praktis yang menelaah ragam pendidikan diberbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal (pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas, dengan begitu, batang tubuh diatas tadi diperlukn lingkupnnya sehingga meliputi: 

- Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education) 

- Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif) 

- Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang    bersifat preskriptif. 

- Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan 

- Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan specific content pedagogy. 

Sedangkan telaah lingkup yang makro dan meso dari pendidikan, merupakan bidang telaah utama yang memperbedakan antara objek formal dari pedagogic dari ilmu pendidikan lainnya. Karena pedagogic tidak langsung membicarakan perbedaan antara pendidikan informal dalam keluarga dan dalam kelompok kecil lainnya., dengan pendidikan formal (dan non formal) dalam masyarakt dan negara, maka hal itu menjadi tugas dari andragogi dan cabang-cabang lain yang relevan dari ilmu pendidikan. Itu sebabnya dalam edagogic terdapat pembicaraan tentang factor pendidikan yang meliputi : (a) tujuan hidup, (b) landasan falsafah dan yuridis pendidikan, (c) pengelolaan pendidikan, (d) teori dan pengembangan kurikulum, (e) pengajaran dalam arti pembelajaran (instruction) yaitu pelaksanaan kurikulum dalam arti luas di lembaga formal dan non formal terkait. 

 

C . Dasar-dasar Filsafat Ilmu Pendidikan 

Baiklah sekarang kita lihat dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan. 

 

1. Dasar ontologis ilmu pendidikan 

            Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau kewarganegaraan yang sebaik-baiknya). 

            Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribai pula, terlpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian makaa menurut Gordon (1975: Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas factor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan egitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh. 

 

2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan 

            Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalaipun pengumpulan data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namuntelaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka vaaliditas internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahaawa dalam menjelaskaan objek formaalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall &Buchler,1942). 

3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan 

            Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui 

            kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku. Lebih-lebih di Indonesia. 

            Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah (Kalr Perason,1990). 

 

4. Dasar antropologis ilmu pendidikan 

            Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas, melainkan juga (3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4) religiusitas, yaaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurangkurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

 

 

Penutup 

            Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan. 

            Dengan demikian maka landasan filsafat pendidikan harus tercermin didalam semua, keputusan serta perbuatan pelaksanaan tugas- tugas keguruan, baik instruksional maupun non-instruksional, atau dengan pendekatan lain, semua keputusan serta perbuatan guru yang dimaksud harus bersifat pendidikan. 

            Akhirnya, sebagai pekerja professional guru dan tenaga kependidikan harus memperoleh persiapan pra-jabatan guru dan tenaga kependidikan harus dilandasi oleh seperangkat asumsi filosofis yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari konsep yang lebih tepat daripada landasan ilmiah pendidikan dan ilmu pendidikan. 

Oleh: Nunu Heryanto 

 

DAFTAR REFERENSI 

Bogdan & Biklen (1982) Qualitative Research For Education. Boston MA: Allyn Bacon 

Campbell & Stanley (1963) Experimental & Quasi-Experimental Design for Research. Chicago : Rand McNelly 

Deese, J (1978) The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York : Colombia University-Teachers College Press 

Arti Kepribadian

            Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya. 

 

Kepribadian secara umum 

            Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral. 

 

Kepribadian menurut Psikologi 

Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. 

Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas. 

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama. 

Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut. 

 

Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb(E. Koswara): 

1.         sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita. 

2. sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang. 

3. sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan. 

 

Arti dan Definisi Kepribadian 

            Kepribadian secara umum Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral. Kepribadian menurut Psikologi Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas. Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama. Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut. 

 

            Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb(E. Koswara): 1. sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita. 2. sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang. 3. sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan. 

NOVDALY FILLAMENTA, M.Si -- 15 Januari 2009 

 

KARAKTERISTIK REMAJA DAN PEMUDA 

EARLY ADOLESCENCE (13-15) Waktu ini sekarang adalah cepatnya pertumbuhan yang sering membawa kejanggalan, memperlihatkan kurangnya koordinasi antara pikiran dan badan. Hal ini juga memberikan rasa malu pada anak-anak muda karena organ-organ tubuh tertentu, seperti hidung, mulut dan kaki bertumbuh lebih cepat dari anggota tubuh yang lain membuat mereka seperti seorang gadis yang kecilnya berwajah buruh tetapi waktu dewasa menjadi gadis yang molek dan memberikan rasa ketakutan yang tak tersalurkan yang membuat mereka akan selalu merasa begitu. Usia untuk bergerombol sekarang mencapai puncaknya dan mulai mulai surut digantikan oleh ketertarikan kepada lawan jenis dan disertai perasaan malu pada periode ini. Perkembangan mental telah membuat pegangan yang pasti menyebabkan remaja lebih kritis daripada yakin seperti pada waktu sebelumnya. Mereka mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berkhayall dan memikirkan tentang masa depannya dan akan apa yang akan dikerjakannya nanti. Mereka benar-benar tidak mementingkan diri sendiri dan tertantang untuk melakukan hal-hal yang berguna dimuka bumi ini. Ketertarikan pada hal-hal yang bersifat rohani berlanjut dan hal - hal bersifat semangat mulai menjadi masalah pengalaman daripada penerimaan banyak fakta. 

 

Karakteristik Mental: 

1. Remaja terjaga tetapi terpaku pada periode suka berkhayal. 

2. Remaja berlajar dengan cepat. 

3. Remaja mulai mendapatkan rasa tertarik pada hal-hal yang khusus. 

 

Karakteristik Fisik: 

1. Kesehatan bagus, hanya nomor kedua setelah masa periode pra-remaja. 

2. Perkembangan fisik sangat cepat dengan nafsu makan yang kuat menyertai masa pertumbuhan ini. 

3. Otot-otot berkembang atau kegagalan koordinasi untuk menjaga tahap perkembangan struktur tulang menyebabkan kecenderungan menuju kejanggalan atau kekakuan. 

4. Organ-orang sex berkembang, membuat perkembangan yang cepat secara biologis. Hormon-hormon yang baru yang memperkembang insting sexual yang mempengaruhi tingkah laku. Rousseau berkata: “Kita dilahirkan dua kali, pertama kali melalui kehadiran dan kedua pada kehidupan; pertama kali sebagai anggota dari suatu suku dan kedua kali sebagai anggota dari kelompok secara jenis kelamin. 5. Anak wanita lebih tinggi dari anak laki-laki pada usia 12 tahun sampai 13 tahun, benar-benar lebih tinggi pada usia 14 tahun dan mulai berkurang pada usia 15 tahun dan 2 inchi lebih pendek dari laki-kali pada usia 16 tahun. 

 

Karakteristik Sosial 

1. Usia ini adalah usia yang menunjukkan kesetiaan pada kelompok, dengan satu ketakutan bahwa dirinya berbeda dengan kelompoknya. Remaja mencari persetujuan dari kelompok untuk semua aktifitas. 

2. Remaja mencari lebih banyak kebebasan secara individu dengan suatu ketajaman batin yang baru menunjukkan kwalitas secara pribadi. Weigles menandai: “ Pandangannya menembus tindakan-tindakan yang dihasilkan dan mengambil semangat diantara manusia. Mereka mulai melihat mutu ketajaman batin untuk merasakan nilai hakiki pada kebenaran, iman dan pengorbanan diri. Mereka penuh dengan ambisi dan membuat rencana untuk masa depan. 

3. Keinginan untuk encari uang sering melanda anak remaja pada usia ini, menghasilkan keinginan untuk lepas dari sekolah 

4. Pada usia ini juga sering terjadi pergantian suasana hati. Suatu ketika aktifitas ditunjukkan, sementara lain waktu lesu. Di pagi hari, anak-anak permulaan remaja mungkin baik dengan keinginan hati , sementara di siang hari mereka mungkin tamak. Satu jam mereka jadi egois tiba-tiba di lain waktu menjadi penakut. 

5. Kejanggalan ini ditunjukkan dalam berbagai cara:a. Sangat menyukai dan tidak menyukai makanan, menyukai makanan tertentu yang dimakan secara berlebihan. b. Sangat menyenangi olah raga atletik dengan suatu kecenderungan berlebihan. c. Rasa humor yang jelek, anak perempuan cenderung tertawa genit. Anak remaja pada usia ini mempunyai rasa ketertarikan pada lawan jenis. Ini adalah usia yang bahaya untuk seksualitas dan keinginan berteman. apabila anak remaja tidak dibekali untuk menjalin hubungan secara pribadi. Aktifitas-aktifitas grup pada usia ini seharusnya disponsori oleh mereka anggota klub. Pengantar yang berhati-hati harus diberikan pada semua aktifitas Klub Remaja yang diadakan diluar seperti Kampore, acara dialam dan sebagainya. 

 

Karakteristik Kerohanian 

1. Ketertarikan pada hal-hal kerohanian berkurang secara drastis pada usia ini tetapi remaja dipengaruhi oleh tingkah laku teman-teman sepergaulannya. 

2. Tiga belas tahun adalah usia terbesar kedua untuk dibaptiskan di gereja. 

3. Ini adalah usia dimana cita-cita untuk pekerjaan seumur hidup sering akan ditentukan. Hal penting dari pegangan sebelum anak-anak remaja ini tentukan nasibnya dalam menyelesaikan perkerjaan pengabaran injil akan kelihatan. 

4. Akan ada kurangnya kecenderungan dalam usia ini untuk menyatakan perasaannya pada hal-hal yang bersifat rohani atau keyakinannya. 

5. Sering terjadi pertentangan dengan suara hati. 

 

PERTENGAHAN REMAJA (16-17) 

Pertumbuhan berlanjut dengan cepat, anak muda dalam banyak hal mencapai ketinggian fisiknya pada akhir periode usia ini. Dimana pada waktu yang lalu anak-anak ini telah melalui satu periode dimana mereka mencari jati diri, remaja sekarang mulai untuk mengembangkan rasa individualitasnya dan menjadi seseorang yang mempunyai keputusannya sendiri. 

Karakteristik Mental: 

1. Remaja berada pada usia dimana dia akan senang sekali bertanya segala sesuatu dan ingin bukti sebelum dia menerimanya. 

2. Mereka mempunyai rasa hormat yang besar terhadap “bea siswa” dan sering cenderung untuk mengambil satu jawaban atas sesuatu yang akan dipegang menjadi bukti bahwa seserang mempunyai nama besar. 

3. Prinsip-prinsipnya sekarang mulai dipertajam, dan mereka benar-benar merencanakan cara untuk mencapainya. 

Karakteristik Fisik: 

1. Seksualitas berkembang terus, suatu kekuatan untuk berurusan dengan hal ini. 

2. Tinggi dan berat badan mencapai 85% dari usia pada masa dewasa. 

3. Otot-otot menjadi berkembang dan mereka suka latihan-latihan kebugaran fisik. 

Karakteristik Sosial: 

1. Mereka suka berkelompok-kelompok dan ingin dikelilingi oleh teman-teman istimewanya 

2. Kritis, sering kasar dalam menyampaikan pendapatnya kepada orang lain. 

3. Sangat peka, dan sering dipengaruhi oleh pendapat orang banyak dan apa yang dipikirkan oleh kelompoknya adalah pasti baik untuk dilakukan. 

Karakteristik Kerohanian: 

1. Mereka terus berkembang dalam pengenalan akan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai kerohanian menjadi terutama, dengan alasan akan pergaulan yang salah, mereka akan kehilangan daya tarik. 

2. Apa yang belum dilakukan dalam memberikan pondasi yang akan mendasari dasar     pemikirian mereka sekarang menjadi sulit untuk diberikan. 

 

REMAJA AKHIR (18-24) 

            Secara fisik, ini adalah waktu yang lambat untuk bertumbuh, pertumbuhan yang terlambat pada bagian yang lain akan menyesuaikan dengan bagian yang lain. Kepribadian muncul dan karakter menjadi tetap. Rasa memerlukan orang lain sekarang menemukan jalan keluarnya, tidak dalam grup-grup atau kelompok-kelompok tetapi dalam satu klub, kelompok persaudaraan, tempat satu rumah dan gereja. Keraguan apapun akan berhubungan dengan keagamaan yang juga dipikirkan dan suatu dasar yang memuaskan dalam penemuan iman atau ini adalah penolakan terhadap barang peninggalanpada masa lalu, dengan kekecewaan yang menhasilkan sinisme. Ketertarikan pada lawan jenis telah menemukan pemecahannya melalui cinta dan rumah tangga.

 

PEMAHAMAN TENTANG KEPRIBADIAN MANUSIA

A.PENDAHULUAN 

            Kepribadian sangat menentukan kebahagiaan seseorang. Sebab kebahagiaan seseorang sangat tergantung oleh penerimaan lingkungan social terhadap dirinya, dan penerimaan sosial ini sangat ditentukan oleh kepribadiaannya. Kepribadian seseorang dapat dikenal melalui sifat-sifat yang khas pada dirinya. Kepribadian juga dapat dilihat dari keturunan keluarga tertentu, hidup di daerah tertentu, memiliki riwayat hidup tertentu. Kepribadian berkembang sesuai dengan irama pembawaan dari rahim ibunya, kemudian dimodifikasi oleh pengaruh pengaruh dari lingkungan serta melalui pendidikan formal. 

            Dalam tulisan ini, kami berusaha menyampaikan beberapa definisi tetang kepribadian, baik secara umum maupun melalui pendekatan-pendekatan secara psikologi; kemudian teori-teori kepribadiaan, perkembangan keprinadian, beberapa tipe kepribadian, faktor-faktor yang membentuk kepribadian seseorang dan kepribadian menurut iman Kristen. 

            Mengingat bahwa kepribadian adalah sangat kompleks sudah dapat dipastikan bahwa makalah kami banyak kekurangan, karena banyak hal penting yang terlewatkan dalam pembahasan kami, maka kelompok kami mengharapkan saran dan masukan yang akan kami terima dengan senang hati. Semoga makalah yang kami sajikan walau sangat terbatas ini dapat berguna untuk menambah wawasan dalam mata kuliah Psikologi Umum. 

 

B.DEFINISI TENTANG KEPRIBADIAN 

1.KEPRIBADIAN SECARA UMUM 

“Personality” atau kepribadian berasal dari kata “persona”, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di zaman Romawi. Secara umum kepribadiaan menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu lainnya. 

 

2.KEPRIBADIAN MENURUT PSIKOLOGI 

Kami akan menyajikan dari berbagai definisi yang diberikan oleh beberapa tokoh psikologi, antara lain: 

a.         Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri         individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tinggak laku individu          yang bersangkutan. Allport menekankan bahwa kepribadian adalah suatu organisasi    yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran          individu secara khas. 

b.         Sigmud Freud mandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem     yaitu Id, Ego, dan Superego. 

c.         Paul D. Meier, M.D, kepribadian adalah pola prilaku, pemikiran, dan perasaan yang           melekat pada diri seseorang secara konsisten dalam situasi dan waktu. 

            Dari beberapa definisi tentang kepribadian di atas, pada hemat kami, bahwa kepribadian adalah sesuatu yang ada pada setiap individu, dari masa kanak-kanak sampai dewasa yang mencirikan seseorang tersebut dengan orang lain. Tidak ada seorangpun yang memiliki kepribadian, watak, tabiat maupun karakter yang sama. Misalnya tentang prilaku, pemikiran, perasaan, ego maupun superego setiap individu berbeda. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis sesuai dengan perkembangan individu yang akan mengarahkan dirinya kepada tingkah laku dan pikiran individu secara khas. 

 

C.        HAKEKAT KEPRIBADIAN 

Unsur-unsur pokok kepribadian itu sebagai organisasi yang bersifat dinamis dan unik. Agar kita dapat memahami hakekat kepribadian dengan cukup menyeluruh, perlu kita perhatikan. 

a.         Kepribadian Sebagai Organisasi. 

            Kepribadian diartikan sebagai kumpulan watak yang berbeda-beda, yang digerakan oleh suatu motif atau kekuatan pendorong yang menentukan cara penyesuaian yang dipilih seseorang. Organisasi watak kepribadian selalu konsisten dan hanya dapat berubah secara pelan-pelan. Orang yang normal dan sehat, organisasi watak-wataknya mempunyai pola teratur dan terpadu, sedang orang yang tidak sehat atau abnormal, memperliharkan disorganisasi pada tingkat yang berbeda-beda. 

            Konsep diri dan watak merupakan komponen utama dari kepribadian. Konsep diri adalah intinya sedangkan watak adalah yang dipadukan dan dipengaruhi oleh konsep diri tersebut. Orang yang mempunyai konsep diri positif akan mengembangkan watak-watak seperti: percaya diri, realistis, mempunyai harga diri, dsb. Sebaliknya, orang yang konsep dirinya negative akan merasa rendah diri, tidak mampu, mudah tersinggung, dsb. 

 

b.         Kepribadian adalah Dinamis 

            Istilah dinamis menujuk hakekat kepribadian yang berubah dan menekankan bahwa perubahan tersebut dapat terjadi dalam kualitas perilaku seseorang. Dalam dinamika kepribadian terdapat dua aspek, aspek pertama mengacu pada interaksi antara watak-watak kepribadian, sedang aspek kedua mengacu pada ekspresi watak-watak kepribadian dalam bentuk perilaku pada proses penyesuaian terhadap tekanan-tekanan lingkungan. Karena kepribadian adalah dinamis, maka konflik antara motif-motif menjadi sangat penting, sebab orang mengembangkan cara-cara penyesuaian terhadap konflik-konflik tersebut secara khas dan konsisten. 

 

c.         Kepribadian adalah Unik 

            Tidak ada dua orang yang memiliki kepribadian yang sama, meskipun mereka itu anak kembar dan dibesarkan bersama-sama sekalipun. Kepribadian unik karena setiap orang merupakan perwujudan kombinasi gen yang berbeda, maka setiap orang mempunyai temperamen biologis yang unik, berbeda dari yang lain. 

            Bronson (1966) menyebutkan keunikan kepribadian tersebut sebagai “gaya hidup”. Gaya hidup ini merupakan perpaduan antara sikap, watak, dan sebutan yang memberikan ciri khas pada interaksi seseorang. 

            Dua orang yang memiliki watak sama akan berbeda kadarnya. Misalnya saja, dua orang yang sama-sama mempunyai watak baik hati, mereka akan mengungkapkan kebaikan hati mereka dengan cara yang berbeda, bahkan mungkin motivasinya pun berbeda pula. 

 

D.TEORI TENTANG KEPRIBADIAN 

Beberapa pendekatan tentang teori kepribadian diantaranya: 

a.         Teori Watak 

            Hippocrates (400 S.M) dan Galen (150 M), mengelompokan orang kedalam empat tipe kepribadian, yaitu: sanguinis (lincah periang, tidak stabil), koleris (mudah marah), melankolis (pesimistis), dan plegmatis (lamban suka murung). 

            Kretschmer (1925) dan Sheldon (1954), mengelompokan tiga tipe kepribadian atas dasar bentuk tubuh. Orang yang pendek gemuk (endomorph) mudah bergaul, releks, dan tenang; orang yang tinggi kurus (ectomorph) pandai menguasai diri dan menyenangi kesunyian; orang yang kekar berotot (mesomorph) suka akan aktivitas fisik, kurang berperasaan, dan menyukai keramaian. 

            Jung (1944), ada dua tipe kepribadian atas dasar ciri psikologisnya, yaitu: introvert (cenderung untuk menutup diri, pemalu, dan suka bekerja sendirian) dan ekstravert (terbuka, mudah bergaul dan menyukai pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain). 

 

b.         Teori Psikoanalitik 

            Menurut Freud kepribadian terdiri dari tiga sistem yaitu: id, ego, dan superego. Id adalah sumber asli dari kepribadiaan, yang sudah ada sejak bayi lahir. Ego dan Superego baru berkembang kemudian. Ego bekerja atas dasar prinsip kenyataan. Jadi ego membawa peran eksekutif dari kepribadian, egolah yang mengambil keputusan degan pertimbangan dunia nyata. Superego yaitu representasi nilai-nilai dan norma-norma moral masyarakat di dalam batin seperti yang diajarkan kepada anak oleh orangtuanya. Jadi superego berfungsi semacam suara hati. 

 

c.         Teori Belajar Sosial 

            Teori ini berpusat pada pola perilaku yang dipelajari oleh seseorang dalam menghadapi lingkungannya. Perbedaan perilaku setiap individu merupakan akibat dari perbedaan kondisi belajar yang ditemui oleh masing-masing individu. 

            Teori belajar sosial tidak menekankan pada bagaimana bentuk kepribadian seseorang, tetapi pada apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kaitannya dengan kondisi pada saat ia melakukan hal tersebut. Teori belajar sosial memandang situasi sebagai penentu penting bagi perilaku. Tindakan seseorang dalam situasi tertentu tergantung pada kekhasan situasi tersebut. 

 

d.         Teori Humanistik 

            Abraham Maslow berpendapat, konsep yang paling penting dalam teori kepribadian humanistik adalah konsep diri (self-concept) atau gambaran diri (self-image). Didalam konsep diri tersebut termasuk kesadaran tentang “siapakah diriku” dan “apa yang dapat aku lakukaan?”. Jadi konsep diri hanya perasaan kita terhadap diri kita sendiri, atau bagaimana kita melihat diri kita sendiri. Konsep diri mempengaruhi perilaku dan pandangan seseorang terhadap dunia. Sedangkan Rogers berpendapat bahwa kekuatan dasar yang menggerakan organisme manusia adalah aktualisasi diri atau perwujudan diri, yaitu kecenderungan untuk mewujudkan diri seoptimal mungkin atau sesempurna mungkin. 

 

E.         FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK KEPRIBADIAN 

Faktor-faktor yang membentuk Kepribadian 

a. Faktor keturunan 

Faktor keturunan (biologis) berpengaruh langsung dalam pembentukan kepribadian seseorang. Beberapa factor biologis yang penting seperti system syaraf, watak, seksual dan kelainan biologis, seperti penyakit-penyakit tertentu. 

b.Faktor lingkungan fisik (geografis) 

Meliputi iklim dan bentuk muka bumi atau topografi setempat, serta sumber-sumber alam, Faktor lingkungan fisik (geografis) ini mempengaruhi lahirnya budaya yang berbeda pada masing-masing masyarakat. 

c. Faktor lingkungan social 

1) Faktor keluarga, dimulai sejak bayi yaitu berhubungan dengan orangtua dan saudaranya 

2) Lingkungan masyarakat yang beraneka ragam. Suatu warna yang harus ditegaskan dapat saja dianggap tidak perlu oleh anggota masyarakat lainnya. 

d. Faktor kebudayaan yang berbeda-beda 

Perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat dapat mempengaruhi kepribadian seseorang misalnya kebudayaan di daerah pantai, pegunungang, kebudayaan petani, kebudayaan kota. 

 

F. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN 

1.         Perkembangan kepribadian menurut Gardener Murphy 

Perkembangan kepribadian dalam pandangan Gardener Murphy : merupakan tahap-tahapdinamis, berubah-ubah yang terdiri dari fase keseluruhan (tanpa differensiasi), kemudianfase diferensiasi dan fase integrasi yaitu fungsi yang sudah mengalami diferensiasidiitegrasikan dalam satu unit yang berkoordinasi. Fase keseluruhan merupakan watakumum yang mendominasi seperti pemarah, pemberani, semangat, penipu, pembelajar,petualang. Dalam perkembangan berikutnya terdiferensiasi misalnya pemberani yangmemilki semangat pembelajar, penipu yang memiliki darah seni. fase integrasi yaitufungsi yang sudah mengalami diferensiasi diitegrasikan dalam satu unit yangberkoordinasi biasanya di atas 40 tahun kepribadiannya menjadi mantap dan cenderung menetap 

 

2.         Perkembangan kepribadian menurut Sigmund Freud 

Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti 

dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa.Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalamproses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifatkepribadian yang bersifat menetap. 

Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun yaitu: 

(1)        tahap oral, 

Mouth rule (menghisap, menggigit, mengunyah), Lima mode pada tahap oral yang masing-masing membentuk suatu prototipe karakteristik kepribadian tertentu di kemudian hari, yaitu mode : mengambil, memeluk, menggigit, meludah dan membungkam.Mengambil : menjadi petunjuk tingkah laku rakus, Memeluk : menjadi petunjuk dalammengambil keputusan dan tingkah laku keras kepala. Menggigit : menjadi petunjuktingkah laku destruktif; sarkasme, sinis & mendominasi, Meludah : prototipe tingkah laku reject, Membungkam: tingkah laku reject, introvert 

 

(2) tahap anal: 1-3 tahun, 

Akhir tahap oral bayi dianggap telah dapat membentuk kerangka kasar kepribadian,meliputi : sikap, mekanisme untuk memenuhi tuntutan id dan realita, dan ketertarikanpada suatu aktivitas atau objek. Kebutuhan menyangkut pemuasan anak terhadap kontrolmengenai hal-hal yang menyangkut anal (mis: bagaimana anak mengontrol keinginanuntuk BAK dan bagaimana beradaptasi dengan toilet. Tujuan tahap ini : terpenuhinyapemuasan anak dengan tidak berlebihan akan membentuk self control yang adekuat 

 

(3) tahap phalic: 3-6 tahun, 

Solusi permasalahan pada fase oral & anal membentuk pola kerangka yang mendasartahap berikutnya yaitu phalik. Pada tahap ini kesenangan dan permasalahan berpusat sekitar alat kelamin. Stimulasi pada alat genital menimbulkan dorongan biologis,dorongan dikurangi timbul kepuasan. Permasalah yang timbul : oedipus compleks 

 

(4) tahap laten: 6-12 tahun, 

Periode lambat , dimana desakan seksual mengendur. Sebaiknya digunakan untuk mencari keterampilan kognitif/pengetahuan dan mengasimilasi nilai-nilai budaya. Pada periode ini ego & superego terus dikembangkan 

 

(5) tahap genital: 12-18 tahun 

Dorongan/impuls-impuls menguat lagi dengan drastis. Pecapaian ego ideal sudah tercapai pada tahap ini 

(6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja. 

Konsep psikolanalisis menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalananmanusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsepini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pembinaan akhlak individual, mereka menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapimelalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik. 

 

G.        TIPE –TIPE KEPRIBADIAN 

1. Kepribadian Sanguinis (popular, ekstrovert, optimis) 

Dari segi emosi : 

            - Kepribadian yang menarik 

            - Suka bicara, suka berserita 

            - Menghidupkan pesta 

            - Rasa humornya tinggi 

            - Ingatannya kuat untuk warna 

            - Secara fisik memukau pendengar 

            - Emosional dan demonstrative 

            - Antusian dan ekspresif 

            - Periang dan penuh semangat 

            - Penuh rasa ingin tahu 

            - Berhati tulus 

            - Cenderung berpikir kehidupan sekarang (jarang ttg masa depan) 

            - Selalu kekanak-kanakan 

 

Dalam pekerjaan: 

            - sekarelawan untuk tugas 

            - kreatif dan inovatif 

            - Punya energi antusiasme 

Sebagai teman: 

            - Mudah berteman 

            - Suka dipuji 

            - Tampak menyenangkan 

            - Dicemburui orang lain 

            - Bukan pendendam 

            - Cepat meminta maaf 

            - Mencegah saat membosankan 

            - Suka kegiatan spontan 

 

Kelemahan: 

            - Terlalu banyak bicara (bicaralah seperlunya, to the point komentarnya) 

            - Egois (perasalah terhadap perasaan orang lain, belajarlah mendengarkan) 

            - Mudah lupa (belajar catat sesuatu agar tidak lupa) 

            - Kurang disiplin 

            - Kurang dewasa 

 

2. Kepribadian melankolis (Introvert, pemikir) 

Emosi : 

            - Mendalam dan penuh pemikiran 

            - Analitis 

            - Serius dan tekun 

            - Cenderung jenius 

            - Berbakat kreatif 

            - Artistic/musical 

            - Silosofis dan puitis 

            - Menghargai keindahan 

            - Perasa terhadap orang lain 

            - Suka berkorban 

            - Penuh kesadaran 

            - Idealis 

 

Dalam pekerjaan: 

            - berorientasi jadwal 

            - perfectionis 

            - gigih dan cermat 

            - teratur dan rapi 

            - ekonomis 

            - melihat masalah 

            - mendapat pemecahan kreatif 

            - suka diagram, grafik dan daftar 

            - tertip dan terorganisasi 

 

Sebagai teman : 

            - Hati2 dalam berteman 

            - Menghindari perhatian 

            - Setia dan berbakti 

            - Mau mendengarkan keluhan 

            - Bisa memecahkan masalah orang lain 

            - Sangat memperhatikan orang lain 

            - Mudah terharu 

            - Mencari teman hidup ideal 

 

Kelemahan : 

            - Mudah tertekan (sadarlah tidak ada orang yang suka berwajah muram, jangan mudah      sakit hati, postif thinking) . 

            - Jangan jadi musuh diri sendiri 

            - Suka menunda2 pekerjaan 

            - Tuntutan yang tidak realistis (jangan terlalu berkhayal, lihat kemampuan) 

 

3. Kepribadian koleris (ekstrovert, optimis) 

Emosi : 

            - Berbakat pemimpin 

            - Dinamis, aktif 

            - Sangat memerlukan perubahan 

            - Harus memperbaiki kesalahan 

            - Berkemauan kuat dan tegas 

            - Tidak emosional dalam bertindak 

            - Tidak mudah patah semangat 

            - Bebas dan mandiri 

            - Memancarkan keyakinan 

            - Bisa menjalankan apa saja 

 

Dalam pekerjaan : 

            - Berorientasi target 

            - Melihat seluruh gambaran 

            - Terorganisasi dengan baik 

            - Mencari pemecahan praktis 

            - Bergerak untuk cepat bertindak 

            - Menekankan pada hasil 

            - Berkembang karena saingan 

 

Sebagai teman : 

            - tidak terlalu butuh teman 

            - mau bekerja untuk kegiatan 

            - unggul dalam keadaan darurat 

            - biasanya selalu benar 

 

Kelemahan : 

            - Pekerja keras 

            - Harus terkendali (Jangan menyepelekan orang lain) 

            - Kurang tahu menangani orang lain (Latih kesabaran, jangan sok berkuasa) 

            - Akui kesalahan, jangan ngotot kalao sudah tahu salah (Belajar minta maaf) 

 

4. Kepribadian Phlegmatis (Introvert, pengamat) 

Emosi : 

            - Kepribadian rendah hati 

            - Mudah bergaul dan santai 

            - Diam dan tenang 

            - Sabar 

            - Hidupnya konsisten 

            - Menyembunyikan emosi 

 

Dalam pekerjaan : 

            - Cakap dan mantap 

            - Punya kemampuan administrative 

            - Menjadi penengah masalah 

            - Menghindari konflik 

            - Baik dibawah tekanan 

 

Sebagai teman : 

            - Mudah bergaul 

            - Menyenangkan 

            - Tidak suka menyinggung 

            - Pendengar yang baik 

            - Punya banyak teman 

            - Punya belas kasihan dan perhatian yang tinggi 

 

Kelemahan : 

-           Kurang eksis (seperti tidakada walaupun kerap hadir, melawan perubahan, tampaknya      seperti orang malas, terlampau tenang, seperti tidak punya pendirian) 

 

 

H. KEPRIBADIAN MENURUT IMAN KRISTEN 

            Berbicara tentang kepribadian menurut iman Kristen atau kepribadian sesuai dengan Alkitab merupakan pembahasan yang sangat luas dan kompleks, karena hal ini merupakan tugas dan fungsi akhir dari tujuan pendidikan Kristen, sebagaimana Rasul Paulus maksudkan, yaitu :“…..sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”. (Efesus 4: 13-15). 

            Mengapa kita mendirikan Sekolah Kristen? Mengapa ada Sekolah Minggu? Mengapa ada guru-guru agama Kristen dan guru-guru Sekolah Minggu? Justru kita sebagai seorang Kristen, selain memberikan hidup kepada orang-orang yang kita didik, kita mengharapkan mereka memiliki hidup di dalam didirinya yang sudah dilahirkan kembali. Mereka juga membentuk karakter atau kepribadian di luar. Kepribadian seseorang merupakan pekerjaan Roh Kudus melalui Firman yang kita beritakan atau kabarkan; melalui Injil yang kita tegakkan sebagai pusat iman, kita ‘melahirkan’ mereka melalui kuasa Injil dan Firman oleh Roh Kudus di dalam kuasa Allah. Maka sebagai akhir tujuan pendidikan Kristen, mereka memiliki kepribadian atau karakter Kristus. Apakah Karakter atau kepribadian Kristen? 

            Untuk mengetahui kepribadian Kristen atau kepribadian sesuai dengan Alkitab, maka kita harus belajar dari Tuhan Yesus sebagai Guru Agung kita. Dia bukan hanya mengajar, sebagaimana dilakukan oleh Ahli Taurat dan orang Farisi, tetapi Dia mengajar dengan penuh hikmat kuasa seperti disaksikan oleh Matius, "Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka. (Matius 7:28-29). Sebagai hasil pengajaranNya, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia (Matius 8:1). 

Beberapa kepribadian Kristen yang dicontohkan dan dilakukan Yesus Kristus sebagai Guru dan Juruselamat antara lain: 

1.         Lemah Lembut dan Rendah Hati (Matius 11: 29) 

2.         Melayani dan memberi (Matius 20: 28). 

3.         Mengasihi musuh dan semua orang (Matius 5:46) 

4.         Sabar dan mau mengampuni (Kolose 3:13) 

5.         Taat (Filipi 2: 8). 

6.         Kebaikkan. Kemurahan, kesetiaan, penguasaan diri dll (Galatia 5:22-23) 

            Pembentukan karakter atau kepribadian Kristen membutuhkan kasih yang sungguh-sungguh, keadilan yang tegas, bijaksana untuk mengatur keduanya dan kebajian serta keberanian untuk meneruskan seluruh kehidupannya. 

 

I. PENUTUP 

            Dari Pembahasan pemahaman tentang kepribadian seseorang di atas maka sampailah kepada suatu kesimpulan, bahwa kepribadian adalah sesuatu yang ada pada setiap individu, dari masa kanak-kanak sampai dewasa yang mencirikan seseorang tersebut dengan orang lain. Tidak ada seorangpun yang memiliki kepribadian, watak, tabiat maupun karakter yang sama. Oleh sebab itu kita mengenal tipe-tipe kepribadian. Ada yang menyebut 4 (empat) tipe, delapan (8), maupun sembilan dan seterusnya. Kelemahan maupun kekuatan dari tipe-tipe yangt dimiliki oleh seseorang. Pokoknya tentang kepribadian sangat luas dan kompleks, yang tidak mungkin selesai dibahas hanya secara sepintas. 

            Hal penting yang harus kita perhatian bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh beberapa faktor serta sesuai dengan perkembangan-perkembangan individu. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis sesuai dengan perkembangan individu yang akan mengarahkan dirinya kepada tingkah laku dan pikiran individu secara khas. Kepriadian seseorang sangat dominan oleh siapa dan bagaimana dalam membentuknya, serta lingkungannya. 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA 

 

Paul D. Meier, MD; Frank B, Minirth, M.D dkk, Pengantar Perikologi dan Konseling Kristen 2, Yogjakarta: Andi 2005 

M.S. Hadisubroto, M.A, Mengembangkan Kepribadian Anak Balita Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1997 

Everett L Worthington, Ketika Seorang Berkata Tolonglah saya, Bandung: Yayasan Kalam Hidup 2000 

W. Stanley Heath, Prikologi Yang Sebenarnya , Yogjakarta: Andi 1995 

Gary R.Colins, Konseling Kristen Yang Efektif , Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1994

Alkitab 

Akses Internet

PENGAJARAN AGAMA KRISTEN DALAM ALKITAB

I. Pengajaran Menurut Alkitab 

            Pengajaran merupakan topik yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Secara sederhana, pengajaran dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian. Sementara itu Samuel Sijabat mengutip definisi dari Ensiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.1 

            Dengan pengertian di atas, maka setiap orang atau masyarakat pasti terlibat di dalam Pengajaran baik itu formal maupun informal. Itulah sebabnya, Pengajaran atau pendidikan tetap menjadi topik yang sangat penting untuk dibahas. 

            Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membahas pandangan Alkitab tentang pentingnya pengajaran. Namun, mengingat luasnya masalah pengajaran, dan Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru maka penulis merasa perlu membatasi pembahasan dalam bab ini. Dalam pembahanan pengajaran penulis akan memfokuskan pada pandangan Alkitab (Perjanjian Lama) tentang pentingnya Pengajaran atau pendidikan anak berdasarkan Ulangan 6:4-9. dan Dalam Perjanjian baru, yaitu pengajaran Tuhan Yesus, Pengajarana rasul Paulus dan pengajaran Jemaat yang mula-mula. 

A. Pengajaran Agama Dalam Perjanjial Lama 

            Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan pengajaran anak adalah Ulangan 6:4-9. 

1. Latar belakang 

Untuk lebih memahami pengajaran Agama dalam perjanjian Lama, kita harus lebih dahulu mengetahui latar belajang dalam pengajaran tsb, yaitu seperti berikut ini: 

a. Bangsa Yahudi 

            Bangsa yang penuh misteri, kecil tapi kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia, menyebar tapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air dan tak punya raja, tapi selalu menonjol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang memiliki identitas yang kuat. 

b. Agama Yahudi 

            Penganut agama Yudaisme yang mementingkan ketaatan kepada Hukum Agama agar dijalankan dengan penuh ketekunan. Kemurnian pengajarannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya untuk memberi dasar yang teguh bagi setiap tingkah laku dan tindakan. Hukum agama sering diaplikasikan secara harafiah. 

c.         Budaya Yahudi 

            Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat. 

2. Prinsip Pengajaran Dalam perjanjian Lama 

a.         Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah. 

Kej. 1:1 -- Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah dengan tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan dengan-Nya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan: 

            - Wahyu Umum: Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah                                                               melalui alam, sejarah, hati nurani manusia. 

            - Wahyu Khusus : Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah                                                                berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. 

b.         Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci". 

c.         Pendidikan berpusatkan pada Allah. 

            Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2:10 -- kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya 

d.         Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

            Dalam Kitab Talmud dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ula. 6:4-9) Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama. 

e.         Tempat Pendidikan Anak Bangsa Yahudi 

            Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. 

3. Pentingnya Pengajaran Dalam Perjanjian Lama 

Melalui Ulangan 6:4-9 ini kita dapat menemukan beberapa prinsip penting yang mendasari pentingnya pendidikan anak. 

 

1. Pendidikan Harus Berkaitan Dengan “[m;v.” = Syema”( 6:4). 

            Ayat 4 diawali dengan kata perintah “ dengarlah ([m;v = syema)”. Kata “syema dengarlah)” sudah muncul dalam Ulangan 5:1 sebagai pengantar dari bagian yang berbicara mengenai 10 hukum Allah. Dalam tradisi Yudaisme Ulangan 6:4 ini menjadi suatu pengakuan iman yang wajib diucapkan tiap pagi dan tiap malam (bnd. ayat 7) . Perintah “syema” ini berkaitan erat dengan pernyataan “pengakuan bahwa Allah itu Esa” yang merupakan kebenaran yang fundamental bagi agama Israel dan sikap mereka kepada Allah.9 Kata “esa (dx\a,=ekhad)” yang dikaitkan dengan perintah “syema” bukan hanya mengatakan tentang “keunikan” Allah tetapi juga “kesatuan (unity)” Allah.10 Secara lengkap instruksi syema berbunyi : Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah yang Esa ! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. “Ini menyatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Hanya Dia satunya-satunya Allah yang berdaulat dan harus menjadi satu-satunya obyek ibadah, ketaatan dan kasih dari umat-Nya. Oleh karena Allah adalah Esa, maka Israel harus mengasihi Yahweh sebagai Allahnya dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatannya.11 “Syema ([m;v.)” adalah inti dari instruksi agama yang diberikan di dalam rumah. Bersama dengan “syema” anak-anak diajarkan perintah untuk hidup yang benar dan merupakan tanggung jawab ayah untuk menjelaskan makna dari perintah-perintah itu dengan menceritakan sejarah bangsa Israel. (Ulangan 6:20-25).12 Syema merupakan ungkapan keyakinan iman (kredo) yang harus diperhatikan dan dilakukan dengan serius. Sementara itu, Von Rad mengatakan bahwa “syema” dalam Ulangan 6: 4 dapat disebut sebagai dogma fundamental dari Perjanjian Lama yang disebut oleh Tuhan Yesus sebagai yang paling penting dari semua hukum.13 Tujuan utama pendidikan dalam Perjanjian Lama adalah membawa bangsa Israel beserta seluruh keturunannya mengenal Allah dan mengasihi-Nya serta hidup benar dihadapan-Nya. 

            Sebagaimana dikatakan Andrew Hill bahwa kehidupan bangsa Isarel tidak lepas dari pengenalan dan ketaatanya kepada hukum Allah. Itulah sebabnya salah satu mandat penting bangsa Isarel adalah pendidikan yang bertujuan dengan rajin mengajarkan anak-anak mereka agar mengasihi Allah dan mengenal serta mentaati 10 hukum Allah dan segala peraturannya.14 Pola pendidikan dengan instruksi “syema” ini mengajar seluruh bangsa Israel beserta keturunannya supaya mengetahui dan mengakui bahwa hanya ada “satu Allah” yang patut disembah yaitu “Allah Yahweh”; Allah Yang Esa dan Allah yang telah mengikat perjanjian dengan Abraham dan keturunannnya. Allah ingin bangsa Israel beserta segala keturunannya hanya menyembah dan mengasihi Dia; tidak ada yang lain. Seluruh tujuan pendidikan Israel ialah menjadikan mereka hidup kudus dan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan praktis. 

 

2. Pendidikan Harus Diberikan Dengan Bertanggung Jawab. (ayat 7) 

            Begitu pentingnya instruksi “syema” bagi kehidupan bangsa Israel, maka hal itu harus dilakukan dengan serius. Keseriusan dalam melakukan dan mengajarkan “syema” dapat dilihat dari beberapa metode yang harus dilakukan. 

 

a. “ Harus Diajarkan Secara Berulang-ulang “!nv=syanan” 

            Kata “!nv=syanan” dapat diartikan sebagai “mengajarkan kata-kata yang penting dengan tekun/berulang-ulang/dengan sejelas mungkin”.15 Sementara itu J. I. Packer, mengatakan bahwa frase “mengajarkan berulang-ulang” berasal dari sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebuah pisau. Apa yang dilakukan batu asah untuk mata pisau , demikian pula pendidikan untuk anak.16 Itulah sebabnya NIV menterjemahkan “impress them on your children.17 Sedangkan LAI menterjemahkan dengan “ mengajarkannya berulang-ulang”. Penekanan pentingnya mengajarkan dengan mengulang bertujuan agar mereka dapat mengingat, memahami dengan jelas dan melakukannya. 

 

b. “Harus Diajarkan Dalam Setiap Kesempatan” 

            Keseriusan di dalam mengajarkan “syema” selain diulang-ulang juga harus dilaksanakan setiap waktu dan disetiap tempat. Kalimat,” membicarakannya apabila engkau duduk dirumahmu, dalam perjalanan, berbaring maupun bangun” menunjukkan betapa seriusnya pengajaran “syema” ini. Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Robert R. Boehlke bahwa ruang lingkup pendidikan Yahudi, bukan satu usaha sambilan saja, yang hanya dilaksanakan dalam salah satu sudut kehidupan saja, melainkan bagian inti dari kehidupan sehari-hari yang lazim dilakukan.18 Dimanapun ada kesempatan maka “syema” harus di ajarkan. 

c. Harus Diajarkan Dengan Prinsip Keteladanan (ayat 16-19) 

            Selain mengajar dengan berulang-ulang, orang tua dituntut untuk melakukan terlebih dahulu apa yang Tuhan inginkan (Ulangan 6: 16-19). Pada bagian ini Musa menyampaikan kepada orang tua bahwa ada dua cara dasar untuk mengajar anak mereka yakni instruksi yang bersifat formal (mengajar) dan informal. Melalui instruksi formal mereka harus mengajar tentang kebenaran. Sedangkan melalui instruksi informal mereka mengajar dengan menjadi teladan dalam menjalankan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya sama pentingnya. Namun, bagian ini lebih menekankan pada instruksi informal atau gaya hidup sekari-hari.19 Orang tua harus mengajar dengan menjadi teladan yang baik di dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan dari metode pendidikan seperti ini adalah untuk mengajar bangsa Israel beserta keturunannya agar sungguh-sungguh mengingat karya dan perintah Tuhan. Tuhan menginginkan agar mereka sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya, secara khusus ketika mereka memasuki Kanaan20 (Ulangan 6:12-25). Melalui metode pendidikan dengan instruksi “syema” ini menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan tentang pentingnya pendidikan dan bagaimana proses pendidikan itu dapat diberikan dengan benar dan bertanggung jawab. 

 

3. Pendidikan Harus Diberikan Sejak Anak-anak (6:7; 20-25) 

            Dalam bagian ini ada 2 kali penekanan pentingnya pendidikan diberikan kepada anak-anak. Dalam ayat 7 perintah “syema” harus diberikan kepada “anak-anak” mereka yaitu dengan “mengajarkannya berulang-ulang”. Hal ini ditekankan kembali dalam ayat 20-21 agar orang tua siap mengajarkan tentang siapakah Allah dan karya-Nya bagi bangsa Israel kepada anak-anak mereka. Sejak awal masa anak-anak , seorang anak laki-laki telah belajar sejarah Israel. Anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Allah, Perjanjian itu menempatkan batasan-batasan tertentu pada mereka. Mereka mempunyai tanggung jawab terhadap Allah karena Allah telah menebus mereka. 

            Pendidikan iman kepercayaan mereka dalam hubungan dengan Allah Yahweh menjadi hal yang sangat penting untuk diajarkan dan dilakukan. Pada hakekatnya seorang ayah Israel bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya; tetapi para ibu juga memainkan peranan yang amat penting, terutama sampai anak mereka mencapai usia lima tahuan. Selama tahun-tahun pertumbuhan itu, sang ibu seharusnya membentuk masa depan anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan.21 Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya memerintahkan pentingnya orang tua Israel mengajarkan kepada anak-anak mereka hidup mengasihi-Nya tetapi juga memperhatikan pentingnya masa anak-anak. Allah menginginkan agar anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Dia. Sebagai bangsa yang terikat perjanjian dengan Allah, maka mereka harus hidup bertanggung jawab kepada Allah dan mengasihi Allah karena Ia telah menebus mereka. Dalam perkembangannya, pentingnya pendidikan sejak anak-anak ini dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap masa depan mereka (bnd. Amsal 22:6). 

            Dalam kehidupan bangsa Israel kehidupan mereka sangat ditentukan oleh hubungan dan sikap mereka terhadap Allah. Sebagai umat Allah maka berhasil tidaknya kehidupan mereka sangat ditentukan oleh ketaatan mereka kepada Allah. Jika mereka taat akan mendapatkan berkat,jika tidak taat akan mendapatkan kutuk. Realita ini nampak dengan jelas di sepanjang perjalanan bangsa Israel yang telah diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Itulah sebabnya, pendidikan yang diberikan kepada anak-anak selalu mencakup pelajaran agama dan dilengkapi dengan pelatihan dalam berbagai ketrampilan yang akan mereka perlukan dalam kehidupan sehari-hari. 

 

4. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Orang Tua (ayat 7) 

            Kalimat dalam ayat 7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” dan dalam ayat 21 “maka haruslah engkau menjawab anakmu..” menunjukkan bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena perintah ini berkiatan dengan instruksi syema, maka orang tua pertama-tama bertanggung jawab atas pendidikan rohani anak-anak mereka. Ini merupakan tugas yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua dianggap yang paling bertangung jawab dalam pendidikan anak-anak oleh karena mereka adalah orang yang terdekat. 

            Sebagaimana dikatakan oleh J. I. Packer bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel—seperti Musa, para imam dan para nabi. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian mereka bertanggung jawab untuk meneruskan kepada anak-anak mereka.Sebagian besar pendidikan dilakukan oleh orang tua, tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun. 

            Peran orang tua yang pada mulanya mendidik anak-anak dalam bidang agama berkembang dengan mengikut sertakan pendidikan dalam bidang ketrampilan-ketrampilan khusus. Anak-anak Israel juga diajarkan keahlian-keahlian yang mereka perlukan agar menjadi orang yang berhasil di dalam komunitasnya. 

            Bangsa Israel adalah sebuah masyarakat petani; banyak hikmat praktis yang diturunkan dari ayah kepada anak-anak laki-laki adalah mengenai bertani. Selain itu, para ayah juga bertanggung jawab untuk mengajar anak laki-lakinya sebuah kejuruan dan ketrampilan. Misalnya, apabila sang ayah adalah tukang periuk, ia mengajar ketrampilan itu kepada anak laki-laki. Sementara anak laki-laki belajar ketrampilan ini, anak-anak perempuan belajar membakar roti, memintal dan menenun di bawah pengawasan ibunya. (Keluaran 35:25-26; band. II Samuel13:8). Apabila tidak ada anak laki-laki dalam keluarga, anak-anak perempuan mungkin harus belajar pekerjaan ayahnya Kejadian29:6; Keluaran 2:1625 Secara khusus, anak laki-laki Yahudi disamping membaca Kitab Suci , juga mendapat pelajaran tatakrama, musik, cara bertempur, dan pengetahuan praktis lainnya.26 

            Pola pengajaran atau pendidikan semacam ini merupakan bagian penting dalam sepanjang zaman Alkitab. Peranan orang tua terus menjadi hal yang penting meskipun pendidikan formal sudah ada. Ini membawa kita kepada pemahaman bahwa Allah sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak dan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak. Allah memilih keluarga untuk menjadi tempat berlangsungnya proses pembentukan diri anak. Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Gary J. Oliver mengatakan bahwa Ulangan 6 merupakan bagian Alkitab yang menjelaskan bahwa Allah merancang keluarga sebagai wadah untuk mengajarkan (malalui pendidikan formal) dan menunjukkan (melalui teladan hidup) realitas pribadi Allah yang hidup. 

 

B.Pengajaran Agama Menurut Perjanjian baru 

1.Pengajaran Agama 

Apabila kita hendak menyelidiki soal Pengajaran agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita yaitu: 

a. Pengajaran Tuhan Yesus 

            Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29). 

            Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah. 

            Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya.    Sedangkan yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu. Untuk lebih jelasnya akan dikemukan lebih rinci dalam pembahanan berikutnya, yaitu tentang pengajaran Tuhan Yesus dalam Keempat Injil. Baik itu materi, cara atau metode, tujuan pengajaran maupun sisitimatika pengajaranNya. 

            Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran. 

            Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati. 

            Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, Ia menyuguhkan segala pengajaran-Nya dengan pengorbanan diri-Nya sendiri. 

b. Pengajaran Rasul Paulus 

            Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi. 

            Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu. 

            Paulus berkeyakinan kuat dan beriman teguh. Selalu ia siap sedia untuk bertukar pikiran, mengajar, menegur dan mengajak. Pasti ia seorang ahli pidato yang besar bakatnya. Meskipun tidak tampan raut muka dan perawakannya, tetapi khotbahnya penuh semangat dan isinya jelas, sehingga membuat kagum pendengarnya. Kadang banyak orang merasa sangat tersinggung, tetapi banyak pula yang segera ditawan oleh kuasa bahasanya. 

            Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia. 

            Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya, semua itu dipakainya untuk menguraikan pokok-pokok kepercayaan atau kesusilaan Kristen yang bersangkutan dengan hal itu. Kebiasaannya itu sungguh menguntungkan seluruh umat Kristen di kemudian hari. Bukankah surat-surat Paulus itu sampai sekarang merupakan pengajaran yang tak ternilai harganya bagi sekalian orang Kristen di segala tempat? 

c. Pengajaran jemaat yang mula-mula 

            Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula. 

            Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan Imam satu- satunya. 

            Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan. 

 

2. Prinsip-Prinsip Pengajaran Tuhan Yesus 

            Perjanjian Baru memuat banyak prinsip yang dipakai Tuhan Yesus dalam mendidik murid-murid-Nya. Semua prinsip Tuhan Yesus dalam pengajaranNya masih sangat cocok untuk diterapkan pada pendidikan Kristen untuk anak-anak didik zaman ini. 

Beberapa prinsip yang Tuhan Yesus pengajaranNya yaitu : 

a.         Tuhan Yesus mengajar melalui hidup dan perbuatan-Nya. 

Segala kelakuan-Nya sesuai dengan kehendak Allah dan menyatakan kasih dan kebenaran Allah kepada murid-murid-Nya. Tiap orang yang datang kepada-Nya mendapat perhatian-Nya. Dengan penuh kasih Ia menolong yang memerlukan pertolongan-Nya. Ia tidak segan melawan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Contoh yang konkrit dalam hidup seorang guru selalu lebih mengesankan daripada segala kata yang diucapkannya. 

b.         Tuhan Yesus memakai pengalaman pendengar-pendengar-Nya untuk mengajar mereka. 

            Sebagai dasar untuk ajaran yang baru, Ia menyebut hal-hal yang lazim dialami tiap orang, peristiwa-peristiwa dari hidup sehari- hari yang pasti akan dimengerti oleh setiap pendengar-Nya. Umpamanya menanam benih (Matius 13:1-9), memasang lampu (Matius 5:15-16), mencari sesuatu yang hilang (Lukas 15:1-10). Hal-hal seperti itu dapat dimengerti, dan juga akan mengingatkan mereka kepada ajaran itu tiap kali mereka melakukannya lagi. 

c.         Tuhan Yesus terkadang menunjukkan obyek-obyek yang konkrit untuk dilihat. 

            Ia memakai mata uang (Matius 12:13-17), burung di udara dan bunga-bungaan di padang (Matius 6:25-34) yang kelihatan di mana- mana sehingga akan mengingatkan pendengar-Nya akan ajaran-Nya tiap kali mereka melihat barang itu kelak. 

d.         Tuhan Yesus memakai cerita yang tepat dan sederhana untuk mengajar. 

            Cerita-cerita berupa perumpamaan dan perbandingan yang sangat mengesankan dipakai-Nya utuk memikat perhatian orang dan menekankan kebenaran. Cerita-cerita itu sering dipakai-Nya untuk menjawab pertanyaan dan pendengar-Nya diajak berpikir sendiri mengenai maksud dan arti cerita itu (misalnya Lukas 10:25-37 dan 12:13-21). Cerita yang mengesankan tak akan terlupakan, sehingga ajaran yang terdapat di dalamnya makin mendalam bagi pendengarnya. 

e.         Tuhan Yesus menyatakan motif-motif yang kuat untuk menerima ajaran-Nya. 

            Tiap manusia cenderung menaruh perhatian besar pada kepentingan dirinya sendiri. Apa saja yang akan menolongnya untuk mencapai tujuannya, akan menarik perhatiannya. Tuhan Yesus selalu menunjukkan hubungan antara ajaran yang diberikan-Nya dengan kebutuhan yang sedang digumuli oleh para pendengar-Nya (misalnya Matius 11:28-29 dan Yohanes 11:25-26). Tetapi perhatikanlah: Persaingan atau harapan untuk memperoleh sesuatu yang berharga dalam dunia materi tak pernah dipakai-Nya sebagai motif untuk menerima ajaran-Nya. 

f.          Tuhan Yesus selalu mengaktifkan pendengar-pendengar-Nya 

            Ia mengajak mereka bersoal-jawab; Ia mengajukan kepada mereka pertanyaan-pertanyaan yang mendorong mereka untuk berpikir menemukan jawaban yang tepat. Ia memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu; murid-murid diajak memberi makan orang banyak (Matius 14:16-19). Mereka ditugaskan pergi meneruskan ajaran yang telah disampaikan-Nya kepada mereka (Lukas 10:1-9). Kita belajar jauh lebih banyak lewat apa yang kita lakukan daripada yang hanya kita dengarkan. 

g.         Tuhan Yesus selalu memberikan kepada pendengar-Nya tanggung jawab untuk mengambil keputusan secara pribadi. 

            Dengan jelas Ia menunjukkan akibat dari pilihan yang tepat dan yang tidak tepat. Tanggung jawab untuk memilih diserahkan sepenuhnya pada tiap pendengar-Nya. Ia tidak menyuruh mereka menghafalkan apa yang dikatakan-Nya dan taat secara mutlak tanpa berpikir. Sebaliknya, Ia mendorong mereka untuk berpikir sendiri dan mengambil keputusan dengan penuh kesadaran mengenai akibat pilihannya, yakin untuk mengikuti-Nya atau tidak. Ketaatan yang dipaksakan atau dilakukan tanpa pikir bukanlah ketaatan sejati. Keputusan yang sah ialah keputusan yang diambil dengan penuh pengertian dan kerelaan. 

 

3. Pentingnya Pengajaran Dalam Perjanjian Baru 

            Dari uraian yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya, sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula. 

            Sejak zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan pendidikan pengajaran agama. Tugas mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu. 

 

II. Unsur-unsur Dalam Pengajaran 

            Setelah kita memahami Pengajaran atau pendidikan dalam Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, mengenai prinsip maupun pentingnya suatu pengajaran atau pendidikan, maka dalam pembahasan berikut adalah hal-hal praktis yang harus ada dalam pembelajaran itu sendiri yaitu unsur-unsur yang ada dalam proses pembelajaran 

            Salah satu pertanyaan penting dalam pendidikan atau pengajaran apapun, termasuk PAK adalah bagaimana seharusnya Pengajaran dirancang agar perseta didik belajar apa yang seharusnya dipelajari? Pertanyaan itu menyentuh perihal, Sistimatika Pengajaran, Metode-metode Pengajaran, Kulikulum dan tujuan Pengajaran. 

            Mengingat pembahasan dalam skripsi ini hanya dibatasi mengenai pengajaran Tuhan Yesus dalam keempat Injil, maka hal-hal penting, yang akan penulis kemukakan di sini adalah hal-hal yang berhubunga dengan pengajaran Tuhan Yesus, yaitu antara lain: 

A.        Sistimatika Pengajaran 

Dalam sejarah, Yesus tidak mempunyai sistimatika atau susunan pengajaran yang tetap atau yang tidak berubah-ubah. Ia tidak terikat kepada suatu tata cara. Sebaliknya Ia ahli dalam memakai berbagai hal yang berhubungan dengan Pengajaran. Ia mengubah jalan pengajaranNya, tujuan yang hendak dicapaiNya, dan metode yang dipakaiNya. Ia menggunakan sistim atau cara apa saja yang dipandangNya paling cocok pada saat itu. 

Salah satu contoh yang sangat mendekati untuk menjelaskan bagaimana Yesus sebagai Guru Agung dalam pengajaran secara sistematis, yaitu ketika Ia mengajar kepada wanita Samaria di sumur Yakub (Yohanes 4). 

Dalam Yohanes 4, kita menemukan pengajaran Tuhan Yesus yang melukiskan tentang langkah-langkah yang biasanya terdapat dalam penyampaian pelajaran. 

 

a.Pendahuluan 

            Setiap kegiatan pembelajaran harus mempunyai suatu permulaan ataun pedahuluan. Pedahuluan adalah susunan pengajaran yang penting. Berhasil atau gagalnya suatu pengajaran sangat bergantung kepada pembukaan atau pembelajaran itu dimulai. 

            Yang dimaksud dengan pendahuluan atau permulaan ialah bagian yang menarik perhatian anak didik kepada materi pelajaran saat itu. Pengajaran tidak akan dapat berlangsung secara efektif tanpa suatu pedahuluan yang baik. Seorang guru tidak dapat belajar jika murid-murid tidak menaruh perhatian kepada pokok pelajaran. Hal yang penting, yang harus diperhatikan dalam pendahuluan adalah membangkitkan perhatian murid, agar pikirannya ditunjukkan kepada pelajaran yang akan disampaikan. 

            Untuk lebih jelaskan memahami pedahuluan dalam pengajaran, baiklah kita melihat contoh Tuhan Yesus dalam memulai suatu pengajranNya yang dicatat oleh Yohanes dalam Yohanes 4 :1-7. Tuhan Yesus pandai sekali menemukan titik kontak itu. Baik berhadapan dengan murid-muridNya maupun dengan orang-orang yang membenciNya, Ia senantiasa mengadakan atau menjalin hubungan terlebih dahulu, terutama dengan pikiran dan perasaan mereka. 

            Keadaan saat itu bagi Yesus sebenarnya sangat sulit untuk mengajar, Banyak rintangan yang menghadangNya. Tengah hari, hari panas Yesus baru saja melakukan suatu perjalanan yang cukup jauh. Ia lelah, kepanasan, kotor, haus dan lapar. Keadaan fifikNya benar-benar tidak memungkinkan untuk mengadakan suatu pengajaran/ percakapan. Wanita itu hendak menimba air, ia pun mungkin kepanasan dan terburu-buru. Tidak siap untuk menerima pengajaran. Dan lagi pula kedua orang tu asing satu sama lain. Artinya tidak saling kenal. Dalam hal kesucian mereka juga berbeda. Seperi langit dan bumi. Yesus seorang tidak berdosa, sedangkan wanita itu berdosa, tuna susila. Di dunia timur perbedaan jenis kelamin merupakan suatu rintangan yang besar dalam pergaulan. Disamping itu, ia seorang Yahudi, dan wanita itu seorang Samaria. Kedua bangsa itu saling bermusuhan. 

            Singkat cerita, keadaan pada waktu itu benar-benar tidak memungkinkan bagi Yesus untuk menemukan titik kontak dengan wanita itu. Tetapi Yesus berhasil dalam pengajranNya. Permintaan akan air itu ternyata tidak dapat ditolak oleh wanita itu walaupun ia sibuk, berprasangka dan berdosa. Permintaan Yesus mendapat sambutan yang luar biasa. Hal itu sungguh suatu keberhasilan yang mengagumkan. 

            Contoh-contoh pengajaran Tuhan Yesus yang dimulai dengan suatu pedahuluan, akan kita temukan dalam keempat Injil, yaitu waktu kotbah di Bukit, dengan perumpamaan, tanya jawab dan sebagainya, yang akan dibahas secara tersendiri dalam bab berikut. 

 

b.Pengembangan isi 

            Setelah pikiran murid-murid diarahkan kapada materi pelajaran pada hari itu, memotivasi serta pemberian pentujuk-pentunjuk pembelajaran berikutnya, maka tugas guru berikutnya adalah menguraikan, menjelaskan dan memahamkan pelajaran itu dalam diri murid-murid. 

            Hal-hal penting dalam pengembangan pembelajaran setelah murid dipersdiapkan, mengalami sesuatu dan merasa puas dan siap untuk mengikuti pelajaran , maka pertama, bahan harus dipersiapkan sedemikian rupa sesuai dengan tingkat pengetahuan murid. Kedua, kalau tidak ada faktor-faktor yang istimewa, maka pengulangan materi atau hahana sangat baik, karena apa yang diuilang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan. Ketiga, Pengajaran kita harus esuai dngan kebutuhan hidup murid dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara umum. 

            Sebelum menyampaikan pelajaran hendaknya pelajaran itu direncanakan terlebih dahulu sebaik-baiknya. Metode maupun media atu alat peraga yang akan dipakai disesuikan dangan materi dan sarana yang ada. Kesatuan pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang terlah ditetapkan, baiak dalam catur wulan, semester maupun tahunan. Menyusun soal dan menyamapaikan pelajaran dengan cara yang menarik, sehingga semua murid dapat mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian. 

            Sesuai pembahanan Skripsi ini adalah Pengajaran Tuhan Yesus, khususnya melalui keempat Injil, maka cara mengembangkan isi, merencanakan, dan melaksanakan pembelajaran, dapat melihat apa yang telah dilakukan Yesus sebagai Guru Agung, khususnya dalam PengajaranNya kepada wanita samaria (Yohanes 4:7-26). 

            Adapun contoh lain tentang cara Tuhan Yesus mengembangkan sebuah pelajaran masih banyak lagi. Pemakaian metode diskusi, kita lihat dalam contoh diatas,. Metode ceramah dipakaidalam kotbah di Bukit (Matiu 5-7); Metode cerita seperti yang disaksikann oleh Lukas (dalam Lukas 15); dengan alat peraga, seperti menaruh seorang anak kecil di tengah-tengah mereka yang diajar. Demontrasi, seperti ketika Yesus menjawab Yohanes Pembaptis dengan menunjukkan pa ayang sedang Ia lakukan. Pertanyaan, sepertimpada waktui Ia bertanya tentang asal usul pembaptisan. Dan metode drama seperti dalam pembaptisan dan Perjamuan kudus. Dan masih banyak lagi cara-cara Tuhan yesus dalam mengembangkan pembelajaran, dengan metode, media maupoun alat peraga. Tuhan Yesus tidak berhenti mengajar sebelum muri-muridNya memahami dangan jelas dan yakin akan apa yang diajarkanNya. 

 

c.Kesimpulan dan penerapan 

            Ini merupakan tahap akhir dari susunan atau sistimatika dalam setiap pengajaran. Susunan pengajaran belum dianggap selesai jika belum ada kesimpulan dan penerapan. Hal ini memberikann kesempatan kepada mudir-murid untuk melihat pelajaran itu secara keseluruhan, mengulang bagian-bagian yang penting, memberi penekanan / pemperjelas materi serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

            Dalam pembalajaran, penting sekali mengambil kesimpulan dari fakta dan kebenaran Alkitab yang dipelajari, sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan anak-anak pada zaman sekarang. Karena pelajaran yang kita berikan harus bersifat praktis dan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi sekarang ini. 

            Hal-hal praktis yang Yesus simpulkan dalam pembelajaranNya misalnya, ketika seorang ahli taurat mengajukan pertanyaan kepada Yesus, dibuatNya suatu penerapan yang khas dan praktis. Setelah disimpulkan atau ditegaskan perlunya mengasihi sesama manusia sepeti dirinya sendiri dan dikisahkan hal orang samaria yang murah hati sebagai contoh kasih kepada sesamanya. Ia bertanya kepada alhi taurat, Siapakah di antara ketiga orang itu yang mempunyai hati mengasihi bagi sesamanya?. Dan ketika ahli Taurat itu menjawab bahwa orang Samaria itulah yang berhati mengasihi, maka berkatalah Yesus: Pergilan, dan perbuatlah demikian ! (Lukas 10:37). Hal serupa juga dilakukan Yesus dalam pengajaranNya kepada orang muda yang kaya (Markus 10: 21) 

            Dalam rangkaian pembelajaran itu Yesus bukan saja menyingkapkan intisari pelajaran itu, tetapi menerapkan juga. Dan Guru Agung itu senantiasa mengemukakan intisari pengajaranNya. 

            Sebelum kita akhiri dalam pembalasan ini, baiklah kita tambahkan dengan menguji hasil suatu pembelajaran atau lazin kita sebut Evaluasi atau penilaian. Sebab ini merupakan bagian dari kegiatan mengajar. Ada beberapa macam cara pengujian atau penialain (evaluasi) setelah pembelajaran berlangsung, yaitu secara lisan maupun tertulis. 

            Kita menyadari bahwa sekalipun nampaknya Yesus tidak banyak menggunakan ujian atau evaluasi setelah pengajaranNya selesai, namun Ia juga mencari jalan untuk mengetahui hasil pembelajaranNya. Salah satu contoh bagaimana Yesus menguji murid-muridNya yang sudah menerima pengajaranNya, seperti dicatat oleh Matius (Matis 18: 16) . „Demikian : Tetapi apa katamu, siapakan Aku ini? Ini menunjukkan bahwa Yesus juga memperhatikan hasil pengajaranNya. Dan kita juga mengentahui bahwa Ia menerima laporan tentang perjalanan pengutusan Injil ke-70 muridNya, ketika mereka kembali (Lukas 10:17). 

            Dalam setiap pembelajaran, hendaknya kita juga menguji atau mengadakan evaluasi, supaya kita mengetahui apakah pengajaran ktia menolong kehidupan murid-murid. 

B.Materi Pembelajaran 

            Ada beberapa sumber umum yang diambil sebagai bahan atau materi dalam setiap pembelajaran Agama, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Sumber-sumber itu dapat dijabarkan menjadi beberapa bagian atau pokok bahasan. Semua itu bersumber dari pengajaran-pengajaran serta pengalaman perjalanan umat Tuhan dalam jaman Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. 

            Mengenai materi pembelajaran Agama, oleh Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, disebut sebagai obyek-obyek PAK.1 Adapun Obyek-obyek dasar PAK yang paling asasi yang diselenggarakan oleh Gereja-gereja Protestan antara lain: 

1. Memperkenalkan Allah 

2. Mempertemukan para pelajar dengan juruselamat dunia, yaitu Yesus Kristus 

3. Pengenalan dan pengalaman akan Roh Kudus 

4. Mndidik anak untuk menjadi anggota gereja 

5. Menjadi warga negara yang baik 

6. Pandangan Hidup Kristen 

7. Warisan Agama Kristen.    

Sedangkan Obyek PAK, bahan atau materi pengajaran Dalam Gereja Liberal di Amerika Serikat 2 adalah sbb: 

1. Memberikan murid-murid perasaan penghargaan terhadap diri sendiri. 

2. Membuat mereka menjadi warga yang bertanggung jawab 

3. Supaya mereka belajar menghargai duni ini 

4. Supaya mereka dapat membedakan n ilai-nilai yang baik dan yang jahat. 

5. Supaya mereka dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka sendiri 

dengan Filsafat hidup Kristen 

6. Supaya mereka menjadi orang yang dapat dipercaya 

7. Supaya amereka belajar bekerja sama dan tolong menolong 

8. Supaya mereka selalu mengejar kebenaran 

9. Supaya mereka bersikap negafit terhadap peristiwa –peristiwa yang terjadi 

sekelilingnya, dan terhadap perkembangan sejarah umumnya. 

10. Supaya mereka suka turut merayakan hari-hari raya Kristen dlam roh 

persekutuan Kristen. 

C.Cara atau metode pembelajaran 

Salah satu pertanyaan penting dalam pendidikan atau pengajaran apapun, termasuk PAK adalah bagaimana seharusnya dirancang agas perseta didik belajar apa yang seharusnya dipelajari? 

D.Tujuan Pengajaran 

 

1. Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan Sekolah Dasar: 1 dan 2, Dr. Leatha Humes da 

Ny. A. Lieke Simanjuntak, , halaman 23 - 24, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988. 

 

PENGAJARAN TUHAN YESUS DAN PAK

 

Pengantar PAK II 

KONTEK PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN 

Pendidikan/pengajaran merupakan topik yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan manusia. Secara sederhana, pengajaran dapat diartikan sebagai sebuah proses belajar-mengajar, memberikan dan menghasilkan pengetahuan dan keahlian. Sementara itu Samuel Sijabat mengutip definisi dari Ensiklopedi Pendidikan mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.1 

Dengan pengertian di atas, maka setiap orang atau masyarakat pasti terlibat di dalam pendidikan atau pengajaran baik itu formal maupun informal. Itulah sebabnya, pengajaran tetap menjadi topik yang sangat penting untuk dibahas. 

Dalam tulisan ini, penulis secara khusus akan membahas pandangan Alkitab tentang pentingnya Pengajaran. Namun, mengingat luasnya masalah Pengajaran dan Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru maka penulis merasa perlu membatasi pembahasan dalam bab ini. Dalam pembahasan pengajaran penyusun akan memfokuskan pada pandangan Perjanjian Lama tentang pentingnya pengajaran anak berdasarkan Ulangan 6:4-9. dan Dalam perjanjian baru, yaitu pengajaran Tuhan Yesus melalui keempat Injil. 

A.Kontek Pengajaran Agama Dalam Perjanjian Lama 

            Perjanjian Lama adalah Firman Allah yang merupakan dasar dan otoritas tertinggi bagi konsep, prinsip dan prilaku manusia. (2 Timotius 3:15-16). Disamping itu, Perjanjian Lama juga sangat memperhatikan pentingnya pendidikan, pengajaran anak. Perintah untuk memperhatikan pentingnya pendidikan anak diberikan Allah sendiri sejak zaman Abraham (Kejadian 18:19), dilanjutkan pada zaman Musa (Keluaran 12:26-27) dan dipertegas kembali dalam Ulangan 4:9 ; 6:1-9; 11:18-21 yang selanjutnya juga menjadi perhatian orang-orang bijak (Amsal 1:8; 22:6; 29:17; Pengkhotbah 12:1). Dengan demikian, sangatlah tepat jika Perjanjian Lama, dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak. Salah satu bagian Perjanjian Lama yang perlu dijadikan dasar untuk memahami pentingnya pendidikan anak adalah Ulangan 6:4-9. 

a. Latar belakang 

            Untuk lebih jelas pengajaran Agama dalam Perjanjian Lama, kita harus lebih dahulu mengetahui latar belakang dalam pengajaran tsb, yaitu seperti berikut ini: 

1. Bangsa Yahudi 

Bangsa yang penuh misteri, kecil tapi kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia, menyebar tapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air dan tak punya raja, tapi selalu menonjol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang memiliki identitas yang kuat. 

2. Agama Yahudi 

Penganut agama Yudaisme yang mementingkan ketaatan kepada Hukum Agama agar dijalankan dengan penuh ketekunan. Kemurnian pengajarannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya untuk memberi dasar yang teguh bagi setiap tingkah laku dan tindakan. Hukum agama sering diaplikasikan secara harafiah. 

3. Budaya Yahudi 

            Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat. 

            Berdasarkan Latar belakang pengajaran Agama dalam perjanjian Lama, maka seperti dijelaskan oleh Homrighausen, dalam Buku Pendidikan Agama Kristen hal, 2, bahwa di dalam kitab-kitab perjanjian Lama tersimpan kesaksian mengenai perkara-perkara yang mahaagung, yang telah dialami oleh umat Tuhan di bawah pimpinanNya sepanjang sejarah hidup mereka. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perbuatanperbuatan Tuhan yang hebat itu perlu disampaikan dan dijelaskan pula kepada tiap-tiap keturunan yang baru. Oleh sebab itu hikayatnya dipaparkan dalam kitab perjanjian lama.1 

Yang menjadi pertanyaan adalah, kapan Pengajaran Agama dalam PL itu dimulai? Pendidikan agama dimulai ketiga agama itu sendiri muncul dalam hidup manusia. Pendidikan agama berpangkal kepada persekutuan umat Tuhan di dalam perjanjian Lama, yaitu mulai dari nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub yang menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Kita tahu bahwa sebagai sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umatNya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa kepada Israel turun temurun. 

 

b. Prinsip Pengajaran Dalam perjanjian Lama 

1.Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah. 

Kej. 1:1 -- Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah dengan tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan dengan-Nya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan: 

- Wahyu Umum: Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah melalui alam,                                      sejarah, hati nurani manusia. 

- Wahyu Khusus : Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi                            menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. 

2.         Menurut konsep Yahudi

            Tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci". “Seluruh pendidikan itu bersifat agama; tidak ada sebagian pun dari segala lapangan hidup manusia yang tidak dipengaruhi dan dikuasai oleh Agama” 2 

3.         Pendidikan berpusatkan pada Allah. 

Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2:10 -- kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya 

4.         Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. 

Dalam Kitab Talmud dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ula. 6:4-9) Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama. 

5.         Tempat Pendidikan Anak Bangsa Yahudi 

Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan/besar. 

6.         Menurut Kitab Ulangan 6:4-9 

Ulangan 6:4-9 menjadi pusat pengajaran pendidikan agama Kristen. Kitab-kitab lain yang membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini. 

a. Ayat 4 ("Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!") 

Ayat ini disebut "Shema" atau pengakuan iman orang Yahudi (agama Yudaisme) yang artinya "Dengarlah". Yesus menyebut ayat ini sebagai hukum yang pertama -- prinsip iman dan ketaatan. Memberikan konsep Allah yang paling akurat, jelas dan pendek Tuhan adalah unik, lain dengan yang lain. Dia Allah yang hidup, yang benar dan yang sempurna. Tidak ada Allah yang lain, hanya satu Allah saja. Ayat 4 ini bersamaan dengan ayat 5 diucapkan sedikitnya dua kali sehari oleh orang Yahudi dewasa laki-laki. Ayat ini diucapkan bersamaan dengan Ula. 11:13-21 dan Bil. 15:37-41. 

b. Ayat 5 ("Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.") 

Kasih harus menjadi motif setiap hubungan manusia dengan Tuhan. Kasih disebutkan pertama karena disanalah terletak pikiran, emosi, dan kehendak manusia. Tugas yang Tuhan berikan untuk manusia lakukan adalah kasihilah Allah Tuhanmu. Musa mengajarkan Israel untuk takut, tapi kasih lebih dalam dari takut. 

o          Mengasihi Tuhan artinya memilih Dia untuk suatu hubungan intim dan dengan senang       hati menaati perintah-perintah-Nya. 

o          Mengasihi dengan hati yang tulus, bukan hanya di mulut tapi juga dalam tindakan. 

o          Mengasihi dengan seluruh kekuatan, memiliki semuanya. 

o          Mengasihi dengan kasih yang terbaik, tidak ada yang melebihi kasih kita kepada Dia,        sehingga kita takluk kepada Dia. 

o          Mengasihi dengan seluruh akal budi/pengertian, karena kita kenal Dia maka kita     mengasihi dan mentaati perintah-Nya. 

c. Ayat 6 ("Apa yang Kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan.") 

Perintah Tuhan bukanlah untuk didengar dengan telinga saja, tapi juga dengan hati yang taat. Sebelum bertindak pikirkanlah lebih dahulu perintah Tuhan, maka hidupmu akan selamat. 

c.         Ayat 7 ("Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.") 

Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum pendidikan Kristen. 

d.         Ayat 8-9 ("Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.") 

 

3. Pentingnya Pengajaran Dalam Perjanjian Lama 

a. Latar Belakang Kitab Ulangan 

Sebelum memahami keunikan Ulangan 6: 4-9, sebaiknya kita terlebih dahulu mamahami latar belakang dan keunikan Kitab Ulangan itu sendiri. 

1.         Kitab Ulangan adalah salah satu kitab yang ditulis oleh Musa dengan tujuan mengingatkan orang Israel akan kesetiaan Allah dan untuk mendorong mereka agar mengasihi Tuhan dengan segenap hati mereka. 

2.         Dalam kitab ini Musa sedang berhadapan dengan generasi baru yang dipersiapkan untuk memasuki tanah Perjanjian. 

3.         Generasi baru ini ditantang oleh Musa untuk sungguh-sungguh mentaati syarat-syarat Perjanjian Sinai dan mengikut Tuhan dengan segenap hati mereka. Kitab Ulangan juga memiliki struktur dan bentuk sastra yang unik. Lasor dan rekan-rekannya mengatakan bahwa Kitab Ulangan merupakan bagian dari amanat Musa yang berbentuk pidato atau khotbah. 

4.         Melihat akan latar belakang dan keunikan strukturnya dapat disimpulkan bahwa kitab Ulangan berisikan ketetapan-ketetapan dan nasehat-nasehat yang penting dan yang harus dilakukan oleh orang Israel dan keturunannya. Secara khusus posisi Ulangan 6 ditempatkan sebagai ketetapan- ketetapan yang berkaitan dengan 10 perintah Allah dengan penekanan utama pada perintah mengasihi Allah yang Esa dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan. 

 

2. Keunikan Ulangan 6: 4-9 Dalam Pendidikan Anak Bangsa Israel. 

Ulangan 6:4-9 didahului dengan perintah Allah agar bangsa Israel melakukan dan memegang teguh segala perintah dan peraturan yang Allah berikan dengan disertai janji berkat jika mereka setia melakukannya. (ayat 1-3). Perintah ini diberikan dalam kaitan dengan persiapan mereka memasuki Kanaan (ayat 3). Tujuan perintah ini diberikan adalah supaya bangsa Israel melakukannya ketika mereka masuk dan hidup di tanah Perjanjian. Selain itu, Ulangan 6:4-9 juga merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Israel, karena berkaitan dengan perintah “syema” yang juga harus diajarkan kepada seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak.. Dalam tradisi Yahudi kata “syema” disebut sebagai “the fudamental truth of Israel’s religion” and “ the fudamental duty founded upon it” 

Lebih lanjut, Robert R. Boehlke mengatakan bahwa perintah “syema” dalam Ulangan 6:4-9 merupakan suatu patokan bagi keluarga Yahudi yang harus dilaksanakan,.... “Syema” merupakan merupakan inti dari pengakuan iman bangsa Israel. Dalam perkambangan berikutnya “syema” menjadi bagian penting bagi kehidupan bangsa Israel dan menjadi dasar bagi pendidikan kepada anak-anak mereka.3 

 

b. Pentingnya Pendidikan Anak Menurut Ulangan 6:4-9 

Melalui bagian ini kita dapat menemukan beberapa prinsip penting yang mendasari pentingnya pendidikan anak. 

1. Pendidikan Harus Berkaitan Dengan “[m;v.” = Syema”( 6:4). 

Ayat 4 diawali dengan kata perintah “ dengarlah ([m;v = syema)”. Kata “syema dengarlah)” sudah muncul dalam Ulangan 5:1 sebagai pengantar dari bagian yang berbicara mengenai 10 hukum Allah. Dalam tradisi Yudaisme Ulangan 6:4 ini menjadi suatu pengakuan iman yang wajib diucapkan tiap pagi dan tiap malam (bnd. ayat 7) . Perintah “syema” ini berkaitan erat dengan pernyataan “pengakuan bahwa Allah itu Esa” yang merupakan kebenaran yang fundamental bagi agama Israel dan sikap mereka kepada Allah. 

Kata “esa (dx\a,=ekhad)” yang dikaitkan dengan perintah “syema” bukan hanya mengatakan tentang “keunikan” Allah tetapi juga “kesatuan (unity)” Allah. Secara lengkap instruksi syema berbunyi : Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah yang Esa ! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. “Ini menyatakan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Hanya Dia satunya-satunya Allah yang berdaulat dan harus menjadi satu-satunya obyek ibadah, ketaatan dan kasih dari umat-Nya. Oleh karena Allah adalah Esa, maka Israel harus mengasihi Yahweh sebagai Allahnya dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatannya. 

“Syema ([m;v.)” adalah inti dari instruksi agama yang diberikan di dalam rumah. Bersama dengan “syema” anak-anak diajarkan perintah untuk hidup yang benar dan merupakan tanggung jawab ayah untuk menjelaskan makna dari perintah-perintah itu dengan menceritakan sejarah bangsa Israel. (Ulangan 6:20-25). Syema merupakan ungkapan keyakinan iman (kredo) yang harus diperhatikan dan dilakukan dengan serius. Sementara itu, Von Rad mengatakan bahwa “syema” dalam Ulangan 6: 4 dapat disebut sebagai dogma fundamental dari Perjanjian Lama yang disebut oleh Tuhan Yesus sebagai yang paling penting dari semua hukum. 

Tujuan utama pendidikan dalam Perjanjian Lama adalah membawa bangsa Israel beserta seluruh keturunannya mengenal Allah dan mengasihi-Nya serta hidup benar dihadapan-Nya. Sebagaimana dikatakan Andrew Hill bahwa kehidupan bangsa Isarel tidak lepas dari pengenalan dan ketaatanya kepada hukum Allah. Itulah sebabnya salah satu mandat penting bangsa Isarel adalah pendidikan yang bertujuan dengan rajin mengajarkan anak-anak mereka agar mengasihi Allah dan mengenal serta mentaati 10 hukum Allah dan segala peraturannya. 

Pola pendidikan dengan instruksi “syema” ini mengajar seluruh bangsa Israel beserta keturunannya supaya mengetahui dan mengakui bahwa hanya ada “satu Allah” yang patut disembah yaitu “Allah Yahweh”; Allah Yang Esa dan Allah yang telah mengikat perjanjian dengan Abraham dan keturunannnya. Allah ingin bangsa Israel beserta segala keturunannya hanya menyembah dan mengasihi Dia; tidak ada yang lain. Seluruh tujuan pendidikan Israel ialah menjadikan mereka hidup kudus dan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan praktis. 

 

2. Pendidikan Harus Diberikan Dengan Bertanggung Jawab. (ayat 7) 

Begitu pentingnya instruksi “syema” bagi kehidupan bangsa Israel, maka hal itu harus dilakukan dengan serius. Keseriusan dalam melakukan dan mengajarkan “syema” dapat dilihat dari beberapa metode yang harus dilakukan. 

 

a. “ Harus Diajarkan Secara Berulang-ulang “!nv=syanan” 

Kata “!nv=syanan” dapat diartikan sebagai “mengajarkan kata-kata yang penting dengan tekun/berulang-ulang/dengan sejelas mungkin”. Sementara itu J. I. Packer, mengatakan bahwa frase “mengajarkan berulang-ulang” berasal dari sebuah kata Ibrani yang biasanya mengacu kepada hal menajamkan sebuah alat atau mengasah sebuah pisau. Apa yang dilakukan batu asah untuk mata pisau , demikian pula pendidikan untuk anak. Itulah sebabnya NIV menterjemahkan “impress them on your children.4 

Sedangkan LAI menterjemahkan dengan “ mengajarkannya berulang-ulang”5 Penekanan pentingnya mengajarkan dengan mengulang bertujuan agar mereka dapat mengingat, memahami dengan jelas dan melakukannya. 

 

b. “Harus Diajarkan Dalam Setiap Kesempatan” 

Keseriusan di dalam mengajarkan “syema” selain diulang-ulang juga harus dilaksanakan setiap waktu dan disetiap tempat. Kalimat,” membicarakannya apabila engkau duduk dirumahmu, dalam perjalanan, berbaring maupun bangun” menunjukkan betapa seriusnya pengajaran “syema” ini. Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Robert R. Boehlke bahwa ruang lingkup pendidikan Yahudi, bukan satu usaha sambilan saja, yang hanya dilaksanakan dalam salah satu sudut kehidupan saja, melainkan bagian inti dari kehidupan sehari-hari yang lazim dilakukan. Dimanapun ada kesempatan maka “syema” harus di ajarkan. 6 

c. Harus Diajarkan Dengan Prinsip Keteladanan (ayat 16-19) 

Selain mengajar dengan berulang-ulang, orang tua dituntut untuk melakukan terlebih dahulu apa yang Tuhan inginkan (Ulangan 6: 16-19). Pada bagian ini Musa menyampaikan kepada orang tua bahwa ada dua cara dasar untuk mengajar anak mereka yakni instruksi yang bersifat formal (mengajar) dan informal. Melalui instruksi formal mereka harus mengajar tentang kebenaran. Sedangkan melalui instruksi informal mereka mengajar dengan menjadi teladan dalam menjalankan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya sama pentingnya. 

Namun, bagian ini lebih menekankan pada instruksi informal atau gaya hidup sekari-hari. Orang tua harus mengajar dengan menjadi teladan yang baik di dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan dari metode pendidikan seperti ini adalah untuk mengajar bangsa Israel beserta keturunannya agar sungguh-sungguh mengingat karya dan perintah Tuhan. Tuhan menginginkan agar mereka sungguh-sungguh mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya, secara khusus ketika mereka memasuki Kanaan (Ulangan 6:12-25). Melalui metode pendidikan dengan instruksi “syema” ini menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan tentang pentingnya pendidikan dan bagaimana proses pendidikan itu dapat diberikan dengan benar dan bertanggung jawab. 

 

3. Pendidikan Harus Diberikan Sejak Anak-anak (6:7; 20-25) 

Dalam bagian ini ada 2 kali penekanan pentingnya pendidikan diberikan kepada anak-anak. Dalam ayat 7 perintah “syema” harus diberikan kepada “anak-anak” mereka yaitu dengan “mengajarkannya berulang-ulang”. Hal ini ditekankan kembali dalam ayat 20-21 agar orang tua siap mengajarkan tentang siapakah Allah dan karya-Nya bagi bangsa Israel kepada anak-anak mereka. Sejak awal masa anak-anak , seorang anak laki-laki telah belajar sejarah Israel. Anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Allah, Perjanjian itu menempatkan batasan-batasan tertentu pada mereka. Mereka mempunyai tanggung jawab terhadap Allah karena Allah telah menebus mereka. Pendidikan iman kepercayaan mereka dalam hubungan dengan Allah Yahweh menjadi hal yang sangat penting untuk diajarkan dan dilakukan. 

Pada hakekatnya seorang ayah Israel bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya; tetapi para ibu juga memainkan peranan yang amat penting, terutama sampai anak mereka mencapai usia lima tahuan. Selama tahun-tahun pertumbuhan itu, sang ibu seharusnya membentuk masa depan anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Ini menunjukkan bahwa Allah bukan hanya memerintahkan pentingnya orang tua Israel mengajarkan kepada anak-anak mereka hidup mengasihi-Nya tetapi juga memperhatikan pentingnya masa anak-anak. Allah menginginkan agar anak-anak belajar bahwa bangsa Israel telah mengikat perjanjian dengan Dia. Sebagai bangsa yang terikat perjanjian dengan Allah, maka mereka harus hidup bertanggung jawab kepada Allah dan mengasihi Allah karena Ia telah menebus mereka. 

Dalam perkembangannya, pentingnya pendidikan sejak anak-anak ini dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap masa depan mereka (bnd. Amsal 22:6). Dalam kehidupan bangsa Israel kehidupan mereka sangat ditentukan oleh hubungan dan sikap mereka terhadap Allah. Sebagai umat Allah maka berhasil tidaknya kehidupan mereka sangat ditentukan oleh ketaatan mereka kepada Allah. Jika mereka taat akan mendapatkan berkat,jika tidak taat akan mendapatkan kutuk. Realita ini nampak dengan jelas di sepanjang perjalanan bangsa Israel yang telah diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Itulah sebabnya, pendidikan yang diberikan kepada anak-anak selalu mencakup pelajaran agama dan dilengkapi dengan pelatihan dalam berbagai ketrampilan yang akan mereka perlukan dalam kehidupan sehari-hari. 

 

4. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Orang Tua (ayat 7) 

Kalimat dalam ayat 7 “haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu” dan dalam ayat 21 “maka haruslah engkau menjawab anakmu..” menunjukkan bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pendidikan anak-anak mereka. Oleh karena perintah ini berkiatan dengan instruksi syema, maka orang tua pertama-tama bertanggung jawab atas pendidikan rohani anak-anak mereka. Ini merupakan tugas yang sangat mendasar dan penting untuk dilakukan orang tua kepada anak-anaknya. Orang tua dianggap yang paling bertangung jawab dalam pendidikan anak-anak oleh karena mereka adalah orang yang terdekat. Sebagaimana dikatakan oleh J. I. Packer bahwa Allah memakai manusia untuk mengajarkan Taurat kepada bangsa Israel—seperti Musa, para imam dan para nabi. Murid-murid mereka adalah orang dewasa dari bangsa Israel, yang kemudian mereka bertanggung jawab untuk meneruskan kepada anak-anak mereka. 

            Sebagian besar pendidikan dilakukan oleh orang tua, tidak ada ruang kelas atau kurikulum yang tersusun. Peran orang tua yang pada mulanya mendidik anak-anak dalam bidang agama berkembang dengan mengikut sertakan pendidikan dalam bidang ketrampilan-ketrampilan khusus. Anak-anak Israel juga diajarkan keahlian-keahlian yang mereka perlukan agar menjadi orang yang berhasil di dalam komunitasnya. 

            Bangsa Israel adalah sebuah masyarakat petani; banyak hikmat praktis yang diturunkan dari ayah kepada anak-anak laki-laki adalah mengenai bertani. Selain itu, para ayah juga bertanggung jawab untuk mengajar anak laki-lakinya sebuah kejuruan dan ketrampilan. Misalnya, apabila sang ayah adalah tukang periuk, ia mengajar ketrampilan itu kepada anak laki-laki. Sementara anak laki-laki belajar ketrampilan ini, anak-anak perempuan belajar membakar roti, memintal dan menenun di bawah pengawasan ibunya. (Keluaran 35:25-26; band. II Samuel13:8). Apabila tidak ada anak laki-laki dalam keluarga, anak-anak perempuan mungkin harus belajar pekerjaan ayahnya Kejadian29:6; Keluaran 2:1625 Secara khusus, anak laki-laki Yahudi disamping membaca Kitab Suci , juga mendapat pelajaran tatakrama, musik, cara bertempur, dan pengetahuan praktis lainnya.26 

            Pola pengajaran atau pendidikan semacam ini merupakan bagian penting dalam sepanjang zaman Alkitab. Peranan orang tua terus menjadi hal yang penting meskipun pendidikan formal sudah ada. Ini membawa kita kepada pemahaman bahwa Allah sangat memperhatikan pentingnya pendidikan anak dan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak. Allah memilih keluarga untuk menjadi tempat berlangsungnya proses pembentukan diri anak. 

            Dalam hal ini tepatlah yang dikatakan Gary J. Oliver mengatakan bahwa Ulangan 6 merupakan bagian Alkitab yang menjelaskan bahwa Allah merancang keluarga sebagai wadah untuk mengajarkan (malalui pendidikan formal) dan menunjukkan (melalui teladan hidup) realitas pribadi Allah yang hidup.27 

 

 

 

B. Kontek Pendidikan Kristen Dalam Perjanjian Baru 

1. Pengajaran Agama Dalam PB 

            Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29). 

            Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah. 

            Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya. 

            Yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu. 

            Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran. 

            Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati. 

            Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, Ia menyuguhkan segala pengajaran-Nya dengan pengorbanan diri-Nya sendiri. 

            Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi. 

            Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu. 

            Paulus berkeyakinan kuat dan beriman teguh. Selalu ia siap sedia untuk bertukar pikiran, mengajar, menegur dan mengajak. Pasti ia seorang ahli pidato yang besar bakatnya. Meskipun tidak tampan raut muka dan perawakannya, tetapi khotbahnya penuh semangat dan isinya jelas, sehingga membuat kagum pendengarnya. Kadang banyak orang merasa sangat tersinggung, tetapi banyak pula yang segera ditawan oleh kuasa bahasanya. 

            Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia. 

            Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya, semua itu dipakainya untuk menguraikan pokok-pokok kepercayaan atau kesusilaan Kristen yang bersangkutan dengan hal itu. Kebiasaannya itu sungguh menguntungkan seluruh umat Kristen di kemudian hari. Bukankah surat-surat Paulus itu sampai sekarang merupakan pengajaran yang tak ternilai harganya bagi sekalian orang Kristen di segala tempat? 

            Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula. 

            Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan Imam satu- satunya. 

            Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan. 

2. Penjanjian baru mementing Pengajaran Agama 

            Dari uraian yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya, sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula. 

            Sejak zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan Pengajaran agama. Tugas mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu. 

3. Prinsip-Prinsip Pengajaran Tuhan Yesus 

Perjanjian Baru memuat banyak prinsip yang dipakai Tuhan Yesus dalam mendidik murid-murid-Nya. Semua prinsip Tuhan Yesus dalam pengajaranNya masih sangat cocok untuk diterapkan pada pendidikan Kristen untuk anak-anak didik zaman ini. 

Beberapa prinsip yang Tuhan Yesus pengajaranNya yaitu : 

a.         Tuhan Yesus mengajar melalui hidup dan perbuatan-Nya. 

            Segala kelakuan-Nya sesuai dengan kehendak Allah dan menyatakan kasih dan kebenaran Allah kepada murid-murid-Nya. Tiap orang yang datang kepada-Nya mendapat perhatian-Nya. Dengan penuh kasih Ia menolong yang memerlukan pertolongan-Nya. Ia tidak segan melawan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Contoh yang konkrit dalam hidup seorang guru selalu lebih mengesankan daripada segala kata yang diucapkannya. 

b.         Tuhan Yesus memakai pengalaman pendengar-pendengar-Nya untuk mengajar mereka. 

            Sebagai dasar untuk ajaran yang baru, Ia menyebut hal-hal yang lazim dialami tiap orang, peristiwa-peristiwa dari hidup sehari- hari yang pasti akan dimengerti oleh setiap pendengar-Nya. Umpamanya menanam benih (Matius 13:1-9), memasang lampu (Matius 5:15-16), mencari sesuatu yang hilang (Lukas 15:1-10). Hal-hal seperti itu dapat dimengerti, dan juga akan mengingatkan mereka kepada ajaran itu tiap kali mereka melakukannya lagi. 

c.         Tuhan Yesus terkadang menunjukkan obyek-obyek yang konkrit untuk dilihat. 

            Ia memakai mata uang (Matius 12:13-17), burung di udara dan bunga-bungaan di padang (Matius 6:25-34) yang kelihatan di mana- mana sehingga akan mengingatkan pendengar-Nya akan ajaran-Nya tiap kali mereka melihat barang itu kelak. 

d.         Tuhan Yesus memakai cerita yang tepat dan sederhana untuk mengajar. 

            Cerita-cerita berupa perumpamaan dan perbandingan yang sangat mengesankan dipakai-Nya utuk memikat perhatian orang dan menekankan kebenaran. Cerita-cerita itu sering dipakai-Nya untuk menjawab pertanyaan dan pendengar-Nya diajak berpikir sendiri mengenai maksud dan arti cerita itu (misalnya Lukas 10:25-37 dan 12:13-21). Cerita yang mengesankan tak akan terlupakan, sehingga ajaran yang terdapat di dalamnya makin mendalam bagi pendengarnya. 

e.         Tuhan Yesus menyatakan motif-motif yang kuat untuk menerima ajaran-Nya. 

            Tiap manusia cenderung menaruh perhatian besar pada kepentingan dirinya sendiri. Apa saja yang akan menolongnya untuk mencapai tujuannya, akan menarik perhatiannya. Tuhan Yesus selalu menunjukkan hubungan antara ajaran yang diberikan-Nya dengan kebutuhan yang sedang digumuli oleh para pendengar-Nya (misalnya Matius 11:28-29 dan Yohanes 11:25-26). Tetapi perhatikanlah: Persaingan atau harapan untuk memperoleh sesuatu yang berharga dalam dunia materi tak pernah dipakai-Nya sebagai motif untuk menerima ajaran-Nya. 

 

f.          Tuhan Yesus selalu mengaktifkan pendengar-pendengar-Nya. 

            Ia mengajak mereka bersoal-jawab; Ia mengajukan kepada mereka pertanyaan-pertanyaan yang mendorong mereka untuk berpikir menemukan jawaban yang tepat. Ia memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu; murid-murid diajak memberi makan orang banyak (Matius 14:16-19). Mereka ditugaskan pergi meneruskan ajaran yang telah disampaikan-Nya kepada mereka (Lukas 10:1-9). Kita belajar jauh lebih banyak lewat apa yang kita lakukan daripada yang hanya kita dengarkan. 

g.         Tuhan Yesus selalu memberikan kepada pendengar-Nya tanggung jawab untuk mengambil keputusan secara pribadi. 

            Dengan jelas Ia menunjukkan akibat dari pilihan yang tepat dan yang tidak tepat. Tanggung jawab untuk memilih diserahkan sepenuhnya pada tiap pendengar-Nya. Ia tidak menyuruh mereka menghafalkan apa yang dikatakan-Nya dan taat secara mutlak tanpa berpikir. Sebaliknya, Ia mendorong mereka untuk berpikir sendiri dan mengambil keputusan dengan penuh kesadaran mengenai akibat pilihannya, yakin untuk mengikuti-Nya atau tidak. Ketaatan yang dipaksakan atau dilakukan tanpa pikir bukanlah ketaatan sejati. Keputusan yang sah ialah keputusan yang diambil dengan penuh pengertian dan kerelaan. 

• 1. Penuntun Guru PAK Sekolah Minggu dan Sekolah Dasar: 1 dan 2, Dr. Leatha Humes dan Ny. A. Lieke Simanjuntak, , halaman 23 - 24, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988. 

 

Pendidikan Kristen dalam Perjanjian Baru

TUHAN YESUS 

            Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia "Rabbi". Ini tentu suatu gelar kehormatan, yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh-orang sebangsanya sebagai seorang pengajar yang mahir dalam segala soal ilmu keTuhanan. Sebab Ia mengajar mereka "sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka" (Mat 7:29). 

            Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan Firman Allah. 

            Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang-malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Sorga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya. 

            Yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas berbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya, dan dipahami-Nya masalah yang dipergumulkan orang itu. 

            Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasa-Nya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia mendorong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri atas apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Ia tak selalu mencapai hasil-Nya, karena sering kali para pendengar-Nya mengeraskan hati, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan Diri sebagai seorang Guru yang tak ada taranya, karena Ia sendiri adalah Kebenaran. 

            Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Tetapi bukan dengan perkataan-Nya saja Tuhan Yesus mengajar. Tapi juga dengan mempraktekkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati. 

            Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, Ia menyuguhkan segala pengajaran-Nya dengan pengorbanan diri-Nya sendiri. 

PAULUS 

            Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat, dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi. 

            Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memashurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, singkat kata, segala golongan manusia telah ditemuinya pada perjalanannya yang banyak dan panjang itu. 

            Paulus berkeyakinan kuat dan beriman teguh. Selalu ia siap sedia untuk bertukar pikiran, mengajar, menegur dan mengajak. Pasti ia seorang ahli pidato yang besar bakatnya. Meskipun tidak tampan raut muka dan perawakannya, tetapi khotbahnya penuh semangat dan isinya jelas, sehingga membuat kagum pendengarnya. Kadang banyak orang merasa sangat tersinggung, tetapi banyak pula yang segera ditawan oleh kuasa bahasanya. 

            Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas loteng dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juruselamat dunia. 

            Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, ataupun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya, semua itu dipakainya untuk menguraikan pokok-pokok kepercayaan atau kesusilaan Kristen yang bersangkutan dengan hal itu. Kebiasaannya itu sungguh menguntungkan seluruh umat Kristen di kemudian hari. Bukankah surat-surat Paulus itu sampai sekarang merupakan pengajaran yang tak ternilai harganya bagi sekalian orang Kristen di segala tempat? 

JEMAAT YANG MULA-MULA 

            Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen telah menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulannya sendiri. Di dalam perkumpulan itu mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula. 

            Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang lain juga dapat percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang Diri dan pekerjaan Juruselamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi zaman dulu mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari rasul Paulus dan pemimpin gereja lain. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi dan Imam satu- satunya. 

            Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya sekarang, Taurat bukan lagi menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan. 

            Dari uraian yang pendek ini kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu adalah suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakini dan segenap penganutnya sekali- kali tak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang Mahabesar, yang telah dilakukan Tuhan Allah bagi mereka di dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota Gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peristiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan dan dipercaya, sehingga setiap orang yang mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat, meninggalkan manusia lamanya dan dan menjadi ciptaan baru di dalam Dia. Jika itu dilakukan, maka Gereja Kristen di dunia ini akan menjadi suatu terang, yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula. 

            Sejak zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan pendidikan agama. Tugas mengajar itu memang diserahkan khusus kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi, pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu mereka dididik terus supaya dapat semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja itu. 

 

Sumber: 

Judul buku: Pendidikan Agama Kristen 

Judul artikel: Pendidikan Kristen dalam Perjanjian Baru 

Penulis: Dr. E. G. Homrighausen dan Dr. I. H. Enklaar 

Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993 

Halaman: 16 -- 20Surat Kabar sering menempatkan gambar kartun di tempat yang menarik perhatian pembaca, yaitu di halaman editorial.

            Seniman menggoreskan garis-garis sederhana untuk membuat karikatur tentang situasi politik, sosial, atau ekonomi yang sedang kita hadapi. Melalui karikatur tersebut, ia dapat menyampaikan pesan yang begitu tajam dan tepat mengenai sasaran. Ketajaman dan ketepatan karikatur itu tidak dapat ditandingi oleh kefasihan bahasa seorang ahli bahasa. 

            Yesus melukiskan gambaran verbal tentang dunia di sekitarnya melalui perumpamaan-perumpamaan. Ia mengajar dengan menggunakan perumpamaan untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan nyata. Dia menggunakan sebuah cerita yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Ia mengajarkan pengajaran baru dengan menggunakan cerita tentang keadaan yang sudah dikenal dan diterima oleh pendengar-Nya. Pengajaran itu seringkali muncul di akhir cerita dan mempunyai pengertian yang dalam sehingga membutuhkan waktu untuk memahaminya. Ketika pendengar mendengar sebuah perumpamaan, ia akan menyetujuinya karen a cerita itu biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan ia dapat mengerti segala suatu yang diutarakan dalam perumpamaan terebut. Sedangkan yang berkaitan dengan aplikasi dari perumpamaan itu, sekalipun bisa didengar, tetapi aplikasinya tidak selalu dapat dimengerti. Kita dapat memahami suatu cerita yang dibeberkan kepada kita, tetapi kita bisa saja tidak dapat menangkap signifikansi dari cerita itu. [1] Kebenaran tetap tersembunyi sampai mata kita dibukakan dan dapat melihat dengan jelas. Pada sa at itu barulah pengajaran yang baru dari perumpamaan itu akan menjadi berarti. Hal itu dikatakan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya, "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan" (Markus 4:11). 

 

 

 

Bentuk-bentuk Perumpamaan 

            Kata perumpamaan dalam Perjanjian Baru mempunyai konotasi yang luas, termasuk bentuk-bentuk perumpamaan yang secara umum dibagi ke dalam tiga kategori. [2] Ada perumpamaan-perumpamaan yang berupa kisah nyata, perumpamaan-perumpamaan yang berupa cerita dan ilustrasi. 

            1. Perumpamaan-perumpamaan berupa kisah nyata.

            Perumpamaan-perumpamaan ini menggunakan ilustrasi dari kehidupan sehari-hari yang sudah dikenal oleh para pendengar. Setiap orang mengakui kebenaran dari kisah itu, sehingga tidak ada dasar bagi para pendengar untuk mengajukan keberatan dan kritik. Semua orang telah melihat bahwa benih tumbuh dengan sendirinya (Markus 4:26-29); ragi mengkhamirkan seluruh adonan (Matius 13:33); anak-anak bermain di pasar (Matius 11:16-19; Lukas 7:31, 32); seekor domba yang meninggalkan kumpulannya (Matius 18:12-14); dan seorang wanita yang kehilangan dirham di rumahnya (Lukas 15:8-10). Perumpamaan-perumpamaan ini dan banyak perumpamaan yang lain bertitik-tolak dari gambaran kehidupan manusia maupun alam yang memang demikian pada kenyataannya. Perumpamaan-perumpamaan itu biasanya berkaitan dengan apa yang terjadi pada masa kini. 

            2.Perumpamaan-perumpamaan berupa cerita.

            Berbeda dari perumpamaan berupa kisah nyata, perumpamaan ini tidak berdasarkan pada kenyataan atau tata cara yang sudah diterima secara umum. Perumpamaan berupa kisah nyata dipaparkan sebagai kisah nyata yang sedang terjadi, sedangkan perumpamaan berupa cerita menunjuk pada suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau. Biasanya berkenaan dengan pen gala man seseorang. Matius 13:24-30 menjelaskan pengalaman dari seorang petani yang menabur gandum dan kemudian mengetahui bahwa musuhnya telah menabur lalang di tempat yang sama. Lukas 16:1-9 menceritakan seorang kaya yang memiliki manajer yang telah menyia-nyiakan hartanya. Lukas 18:1-8 mencatat ten tang seorang hakim yang menjalankan keadilan setelah mendengarkan permohonan yang terus menerus dari seorang janda. Kehistorisan dari cerita-cerita ini tidak dipermasalahkan, karena yang penting bukan apakah peristiwa itu benar-benar terjadi atau tidak, tetapi yang penting adalah kebenaran yang terkandung di dalam cerita itu. 

            3. Ilustrasi.

            Cerita-cerita ilustrasi yang muncul di Injil Lukas biasanya dikategorikan sebagai cerita-cerita contoh. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati (Lukas 10:30-37); perumpamaan orang kaya yang bodoh (Lukas 12:16-21); perumpamaan orang kay a dan Lazarus (Lukas 16:19-31); dan perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai (Lukas 18:9-14) termasuk dalam kategori ini. Pola dari ilustrasi-ilustrasi tersebut berbeda dari perumpamaan berupa cerita. Perumpamaan berupa cerita merupakan sebuah analogi, sedangkan ilustrasi memperlihatkan contoh-contoh yang harus ditiru atau yang harus dihindari. Ilustrasi langsung dipusatkan pada karakter dan tingkah laku seseorang, sedangkan perumpamaan berupa cerita juga melakukan hal itu hanya tidak secara langsung.

            Mengkategorikan perumpamaan bukan merupakan hal yang sederhana. Beberapa perumpamaan menunjukkan karakteristik dari dua kategori, yaitu perumpamaan berupa kisah nyata dan perumpamaan berupa cerita, sehingga dimungkinkan untuk dimasukkan ke dalam kedua kategori di atas. Injil juga berisi banyak perkataan-perkataan parabol. Sulit untuk menentukan secara tepat bagian mana dari perkataan Yesus yang termasuk kategori perumpamaan berupa kisah nyata dan bagian yang mana merupakan perkataan parabola. Pengajaran Yesus tentang ragi (Lukas 13:20,21) diklasifikasikan sebagai perumpamaan berupa kisah nyata, tetapi pengajaran-Nya yang lebih panjang tentang garam (Lukas 14:34, 35) disebut sebagai perkataan parabol. Selain itu ada beberapa perkataan Yesus dinyatakan sebagai perumpamaan. Contohnya, "Yesus menceritakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: " Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?" (Lukas 6:39). 

            Apakah perbedaan perumpamaan dengan alegori? John Bunyan dalam bukunya Pilgrim's Progress memberikan sebuah alegori ten tang perjalanan hidup orang Kristen. Nama-nama dan peristiwa-peristiwa di dalam buku itu adalah pengganti dari siapa dan apa yang ada dalam kenyataan. Setiap fakta, gambaran, dan nama adalah simbolis, dan harus diterjemahkan bagian demi bagian ke dalam kehidupan nyata supaya bisa dimengerti dengan benar. Sedangkan, sebuah perumpamaan benar terjadi dalam kehidupan dan umumnya mengajarkan hanya satu prinsip kebenaran. Dalam perumpamaan, Yesus menggunakan banyak gaya bahasa metafora, misalnya raja, hamba, perawan. Kata-kata metafora itu tidak pernah terlepas dari realita atau tidak pernah berhubungan dengan dunia fantasi atau fiksi. Cerita-cerita dan contoh-contoh itu diambil dari dunia di mana Yesus hidup. Perumpamaan diceritakan untuk menyampaikan kebenaran rohani dengan memakai satu bagian dari perumpamaan itu sebagai bahan perbandingan. Rincian dari cerita mendukung berita yang terkandung dalam perumpamaan yang disampaikan. Perumpamaan-perumpamaan tidak boleh dianalisa bagian demi bagian dan ditafsirkan secara alegoris, sebab hal itu akan mengakibatkan hilangnya signifikansi dari perumpamaan itu. 

 

Komposisi 

            Meskipun secara umum benar bahwa sebuah perumpamaan mengajarkan hanya satu prinsip kebenaran, namun peraturan ini jangan ditekankan terlalu jauh. Beberapa perumpamaan Yesus mempunyai komposisi yang kompleks. Perumpamaan tentang penabur merupakan satu komposisi yang terdiri dari empat bagian, dan masing-masing bagian memerlukan sebuah penafsiran. Demikian juga, perumpamaan tentang pesta pernikahan bukan merupakan cerita tunggal, tetapi mempunyai bagian tambahan tentang seorang tamu yang tidak memakai pakaian pesta yang selayaknya. Dan kesimpulan dari perumpamaan tentang penyewa beralih dari perumpamaan kebun anggur ke perumpamaan tentang pembangunan. Kesadaran akan adanya kekompleksan ini, maka seorang pengeksegesis yang bijaksana tidak akan memaksakan untuk memakai metode penafsiran satu prinsip kebenaran. 

            Pada waktu kita membaca perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus, kita dapat bertanya mengapa banyak rincian yang seharusnya menjadi bagian dari cerita itu yang tidak diceritakan. Contohnya, dalam kisah ten tang seorang ternan yang mengetuk pintu tetangganya di tengah malam meminta tiga ketul roti, istri tetangga itu tidak disebutkan. Dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, ayahnya adalah tokoh utama dalam kisah ini, tetapi tidak satu kata pun menyebutkan ten tang ibunya. Perumpamaan tentang sepuluh gadis hanya menyebutkan pengantin laki-laki, dan sarna sekali tidak menyebut tentang pengantin perempuan. Rupanya rincian-rincian ini tidak relevan untuk komposisi yang biasa digunakan dalam perumpamaan Yesus, khususnya jika kita mengerti gaya bahasa tiga serangkai yang sering digunakan di dalam perumpamaan Yesus. Di dalam perumpamaan tentang teman di tengah malam, terdapat tiga karakter: musafir, teman dan tetangga. Perumpamaan anak yang hilang juga terdiri dari tiga orang: ayah, anak bungsu, anak sulung. Dan dalam kisah sepuluh gadis terdapat tiga elemen: lima gadis bijaksana, lima gadis bodoh dan pengantin laki-laki. 

            Selain itu, di dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus yang penting bukan awal cerita tetapi akhir cerita. Penekanannya jatuh pada orang, perbuatan dan perkataan yang terakhir disebutkan. Sebutan "tekanan terakhir" di dalam perumpamaan adalah sebuah pola yang sengaja dibuat di dalam komposisinya[3]. Orang yang terluka itu bukan dibantu oleh ahli Taurat atau orang Lewi, tetapi oleh orang Samaria. Meskipun hamba yang mendapatkan tambahan lima talenta dan hamba yang menghadiahkan dua talenta kepada tuannya menerima pujian dan rekomendasi, tekanan dari kisah ini adalah pada perbuatan hamba yang menguburkan talenta satu-satunya di dalam tanah yang menyebabkan dia mendapatkan murka dan hukuman. Dan di dalam perumpamaan pemilik tanah yang sepanjang hari mempekerjakan orang-orang di kebun anggurnya dan pada pukul enam dia mendengar keluhan dari beberapa pekerja, penekanan yang penting adalah jawaban pemilik tanah: "Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau ... Atau iri hatikah engkau, karen aku murah hati?" (Matius 20:13, 15). 

            Seni menyusun dan menceritakan perumpamaan yang didemonstrasikan oleh Yesus tidak ditemukan persamaannya di dalam literatur. Perumpamaan yang mirip dengan perumpamaan Yesus yaitu perumpamaan rabi-rabi kuno di abad pertama dan kedua pada zaman kekristenan. Perumpamaan-perumpamaan rabinik biasanya diperkenalkan dengan formula sebagai berikut: "Sebuah perumpamaan: hal ini dapat diumpamakan sebagai?" Juga, dalam beberapa perumpamaan alat-alat literatur yang digunakan adalah tiga serangkai dan tekanan akhir.

Contohnya: 

            Sebuah perumpamaan: hal ini dapat diumpamakan sebagai? Ada seorang pria yang sedang mengadakan perjalanan dan dia bertemu dengan seek or serigala dan dia berhasil melarikan diri dari serigala itu, dan dia melanjutkan perjalanan sambil terus mengingat pen gala man dia bersama serigala itu. Kemudian dia bertemu dengan seekor singa dan berhasil lolos dari singa itu, dan dia melanjutkan perjalanan sambil terus mengingat pengalaman dia dengan singa itu. Kemudian dia bertemu dengan seekor ular dan berhasil lolos dari ular itu, dan dia melupakan dua peristiwa sebelumnya dan dia melanjutkan perjalanan dengan hanya mengingat pengalamannya dengan ular itu. Demikian pula halnya dengan bangsa Israel: kesulitan yang yang terjadi kemudian membuat mereka melupakan kesulitan-kesulitan sebelumnya.[4] 

            Namun demikian, kemiripan antara perumpamaan Yesus dan perumpamaan rabi hanya bersifat formal. Perumpamaan rabinik biasanya diperkenalkan untuk menjelaskan Hukum Taurat, ayat-ayat Alkitab atau sebuah doktrin. Perumpamaan-perumpamaan rabi tidak digunakan untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran baru seperti perumpamaan Yesus. Yes us memakai perumpamaan untuk menjelaskan tema besar dari pengajaran-Nya: Kerajaan Surga; kasih; anugerah; dan kemurahan Allah; pemerintahan dan kedatangan kembali Anak Allah; keberadaan dan akhir nasib dari manusia.[5] Perumpamaan-perumpamaan rabi tidak mengajarkan sesuatu di luar aplikasi Hukum Taurat, sedangkan perumpamaan Yesus merupakan bagian dari wahyu Allah untuk manusia. Di dalam perumpamaan-perumpamaan-Nya Yesus mewahyukan kebenaran-kebenaran baru, karena Dia diperintahkan Allah untuk menyatakan kehendak dan Firman Allah. Oleh karena itu, perumpamaan-perumpamaan Yesus adalah wahyu Allah, sedangkan perumpamaan-perumpamaan rabi bukan wahyu Allah. 

 

Tujuan 

            Perumpamaan-perumpamaan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sepenuhnya mengenal keragaman seluk beluk kehidupan manusia. Dia mempunyai pengetahuan ten tang pertanian, menabur benih, mendeteksi lalang dan penuaian. Dia sangat mengenal tentang seluk beluk kebun anggur, sehingga Dia mengetahui saat memetik buah anggur dan buah ara, dan mengetahui upah yang harus dibayar untuk sehari bekerja. Dia bukan hanya mengenal kehidupan sehari-hari petani, nelayan, tukang bangunan, dan pedagang, tetapi Dia juga sangat mengenal seluk-beluk pengelola perumahan, menteri-menteri keuangan di pengadilan kerajaan, hakim di pengadilan hukum, orang-orang Farisi, dan para pemungut cukai. Dia mengerti kemiskinan Lazarus, namun demikian Dia juga diundang untuk makan malam bersama orang kaya. Perumpamaan-Nya menggambarkan kehidupan kaum lelaki, wanita dan anak-anak, miskin dan kaya, yang terbuang dan yang terhormat. Karena pengenalan-Nya yang luas akan kehidupan manusia, maka Dia dapat me lay ani semua strata so sial. Dia berbicara sesuai dengan bahasa mereka dan mengajar sesuai dengan keberadaan mereka. Yesus menggunakan perumpamaan-perumpamaan supaya pesan-Nya dapat diterima oleh para pendengar. Ia juga menggunakannya untuk mengajar Firman Tuhan kepada orang banyak, untuk memanggil pendengar-Nya bertobat dan beriman, untuk menan tang orang-orang percaya supaya mempraktekkan perkataan mereka di dalam perbuatan, dan untuk mengingatkan pengikut-Nya supaya waspada. 

            Yesus mengajarkan perumpamaan untuk mengkomunikasikan pesan keselamatan dengan cara yang jelas dan sederhana. Pendengar-Nya dapat mengerti dengan mudah kisah tentang anak yang hilang, dua orang yang mempunyai hutang, perjamuan makan yang besar, serta kisah tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Di dalam perumpamaan, mereka bertemu Yesus sebagai Kristus, yang mengajar dengan otoritas tentang berita penebusan Allah yang didasarkan pada kasih-Nya. 

            Dari catatan Injil, kelihatannya penafsiran terhadap perumpamaan-perumpamaan itu hanya diberikan kepada murid-murid Yesus. Yesus berkata kepada mereka, "Rahasia Kerajaan Allah telah diberikan kepadamu. Tetapi untuk orang luar segala sesuatu disampaikan dalam bentuk perumpamaan supaya, 

Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, Sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, 

Supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun!" (Markus 4:11,12). 

            Apakah ini berarti bahwa Yesus yang diutus oleh Allah untuk memberitakan pembebasan bagi orang berdosa yang telah jatuh, menyembunyikan pesan ini dalam bentuk perumpamaan-perumpamaan yang tidak dapat dipahami? Apakah perumpamaan-perumpamaan itu semacam teka-teki yang dimengerti hanya oleh mereka yang dipilih? 

            Kata-kata di dalam Injil Markus 4:11, 12 perlu dimengerti dalam konteks yang lebih luas sesuai dengan maksud dari penulis[6]. Di dalam bab sebelumnya, Markus menjelaskan ten tang pertemuan Yesus dengan orang-orang yang secara terang-terangan tidak percaya dan melawan Dia. Dia dituduh kerasukan Beelzebul dan Dia mengusir setan dengan kuasa dari penghulu setan (Markus 3:22). Yesus mengkontraskan an tara orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya, an tara pengikut dan penentang, an tara penerima dan penolak dari wahyu Allah. Mereka yang melakukan kehendak Allah menerima berita dari perumpamaan-perumpamaan itu, karena mereka masuk di dalam keluarga Yesus (Markus 3:35). Mereka yang berusaha untuk menghancurkan Yesus (Mrk 3:6) telah mengeraskan hatinya terhadap pengetahuan akan keselamatan. Hal ini merupakan masalah iman dan ketidak-percayaan. Orang-orang percaya mendengar perumpamaan, dan menerimanya dengan iman dan mengerti, meskipun pemahaman mereka secara penuh terjadi melalui sebuah proses. Orang-orang tidak percaya menolak perumpamaan karena bertentangan dengan pemikiran mereka[7]. Mereka menolak menangkap dan mengerti kebenaran Allah. Oleh karena mata mereka yang buta dan telinga mereka yang tuli, mereka menarik diri dari keselamatan yang Yesus beritakan, dan membawa diri mereka ke bawah penghukuman Allah. 

 

            Tidak mengherankan kalau pada mulanya murid-murid Yesus tidak mengerti sepenuhnya perumpamaan tentang penabur (Markus 4:13). Pengikut-pengikut-Nya yang dekat dibingungkan oleh pengajaran perumpamaan ini karena mereka belum melihat signifikansi pribadi dan pelayanan Yesus dalam hubungannya dengan kebenaran Allah yang dinyatakan melalui perumpamaan. Hanya karen a iman mereka dapat melihat kebenaran yang disaksikan oleh perumpamaan-perumpamaan itu[8]. Yesus memberikan penafsiran yang komprehensif untuk perumpamaan ten tang penabur dan perumpamaan gandum dan lalang. (Di bagian lain Dia kadang-kadang menambahkan klarifikasi dalam kesimpulan.) Murid-murid diberikan penjelasan tentang hubungan an tara kejadian-kejadian yang digambar kan oleh Yesus dalam perumpamaan seorang penabur dengan perumpamaan tentang Kerajaan Surga yang datang dalam pribadi Yesus, sang Mesias[9]. 

 

Penafsiran 

            Di gereja mula-mula, bapak-bapak gereja mulai mencari arti yang tersembunyi dari kedatangan Yesus di kitab sud Perjanjian Lama. Sebagai konsekuensi logis dari trend di atas, bapak-bapak gereja mulai menemukan arti tersembunyi di dalam perumpamaan-perumpamaan Yesus.  

            Mungkin mereka dipengaruhi oleh apologetika orang-orang Yahudi dalam hal mengganti kesederhanaan Alkitab dengan spekulasi-spekulasi yang kabur. Dalam beberapa kejadian, hasil penafsiran terhadap perumpamaan-perumpamaan itu bersifat alegoris. Sehingga dari zaman bapak-bapak gereja sampai pertengahan abad ke sembilan belas, kebanyakan pengeksegesis menafsirkan perumpamaan secara alegoris. 

            Contohnya, Origen percaya bahwa perumpamaan tentang sepuluh gadis dipenuhi dengan simbol-simbol yang tersembunyi. Origen mengatakan bahwa semua gadis-gadis itu adalah orang-orang yang telah menerima Firman Allah. Gadis-gadis yang bijaksana percaya dan hidup di dalam kehidupan yang benar; gadis-gadis yang bodoh juga percaya tetapi tidak hidup berdasarkan kepercayaannya. Lima lampu darigadis yang bijaksana melambangkan lima pancaindra yang kesemuanya dipelihara untuk penggunaan yang tepat. Lima lampu dari gadis yang bodoh gagal memberikan terang dan keluar menuju kegelapan dunia. Minyak melambangkan pengajaran firman Tuhan, dan penjual minyak itu melambangkan guru. Harga min yak yang mereka minta itu adalah ketekunan. Tengah malam adalah lambang kelalaian. Tangisan kerasberasal dari malaikat-malaikat yang membangunkan semua manusia. Dan pengantin laki-laki adalah Kristus yang datang menemui pengantin perempuan yaitu gereja. Demikianlah Origen menafsirkan perumpamaan tersebut. 

            Para komentator abad ke sembilan belas masih mengidentifikasi rincian secara individu dari sebuah perumpamaan. Dalam perumpamaan sepuluh gadis, lampu yang menyala melambangkan pekerjaan baik dan minyak melambangkan iman orang percaya. Komentator lain melihat minyak sebagai simbol yang merepresentasikan Roh Kudus. 

            Namun tidak semua pengeksegesis perumpamaan mengambil jalur alegoris. Pada zaman reformasi, Martin Luther mencoba mengubah arah penafsiran Alkitab. Dia memilih metode eksegesis alkitabiah yang memperhitungkan latar belakang historis dan struktur gramatikal dari sebuah perumpamaan. John Calvin lebih tegas dalam sikapnya terhadap penafsiran secara alegoris. Dia sarna sekali menghindari penafsiran perumpamaan secara alegoris, dan dalam penafsiran dia secara langsung berusaha untuk mencari pokok utama dari pengajaran perumpamaan itu. Bila dia sudah mengetahui dengan pasti arti dari perumpamaan itu, dia tidak peduli dengan rincian-rinciannya. Calvin berpendapat bahwa rincian tidak ada kaitannya dengan tujuan pengajaran Yesus dalam perumpamaan yang diberikan-Nya. 

            Setelah pertengahan abad ke sembilan belas, C.E. van Koetsveld, seorang sarjana Belanda, memberikan dorongan untuk pendekatan yang diprakarsai oleh para reformis. Dia menjelaskan bahwa penafsiran sebuah perumpamaan secara alegoris yang berlebihan dari beberapa komentator cenderung mengaburkan dan bukan memperjelas pengajaran Yesus[10]. Seorang pengeksegesis, untuk bisa menafsirkan sebuah perumpamaan dengan tepat, harus memegang arti dasarnya dan bisa membedakan antara mana yang dianggap esensial dan mana yang tidak. Van Koetsveld dilanjutkan oleh seorang teolog Jerman A. Jülicher di dalam pendekatannya terhadap perumpamaan-perumpamaan itu. Jiilicher menyatakan bahwa istilah perumpamaan seringkali digunakan oleh para penginjil, namun kata alegori tidak pernah ditemukan di dalam catatan Injil mereka[11]. 

            Di akhir abad ke sembilan bel as, belenggu alegoris yang mengikat penafsiran perumpamaan dipatahkan dan sebuah era baru dalam penelitian perumpamaan muncul[12]. Jülicher melihat Yesus sebagai guru dari prinsip-prinsip moral, C.H. Dodd memandang Yesus sebagai pribadi historis yang dinamis yang dengan pengajaran-Nya menimbulkan masa krisis. Dodd mengatakan, "Tugas seorang pengeksegesis perumpamaan, kalau ia dapat, adalah menemukan latar belakang sebuah perumpamaan di dalam situasi yang dimaksudkan oleh Injil"[13]. Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Allah, Anak manusia, pengadilan, berkat telah memasuki situasi historis pada waktu itu. Menurut Dodd, kerajaan itu bagi Yesus berarti pemerintahan Allah yang ditunjukkan di dalam pelayanan-Nya. Karena itu, perumpamaan-perumpamaan yang diajarkan oleh Yesus harus dimengerti memiliki hubungan langsung dengan situasi nyata berkaitan dengan pemerintahan Allah di dunia. 

            J. Jeremias melanjutkan karya Dodd. Dia juga mengharapkan bisa menemukan pengajaran parabolik yang kembali kepada Yesus sendiri. Tetapi, Jeremias mulai mencatat perkembangan historis dari perumpamaan-perumpamaan itu, dan dia percaya terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama menyinggung situasi nyata dari pelayanan Yesus, dan tahap yang kedua adalah refleksi dari cara perumpamaan-perumpamaan itu digunakan oleh gereja Kristen mula-mula. Tugas Jeremias sendiri adalah menggali kembali ben tuk asli dari perumpamaan-perumpamaan itu supaya dapat mendengar suara Yesus[14]. Dengan pengetahuannya yang mendalam ten tang tanah, kebudayaan, adat, bangsa, dan bahasa Israel, Jeremias dapat mengumpulkan kekayaan informasi dan menjadikan karyanya sebagai salah satu buku perumpamaan yang paling berpengaruh. 

            Meskipun begitu, pertanyaan yang dapat diajukan adalah apakah bentuk aslinya dapat dipisahkan dari konteks historis tanpa jatuh pada penebakan. Sebaliknya, seseorang bisa juga mengambil sebuah teks tentang perumpamaan dan menerimanya sebagai presentasi yang benar dari pengajaran Yesus, yaitu teks Alkitab yang telah diberikan oleh para penginjil kepada kita yang merefleksikan konteks historis dari asal mula perumpamaan-perumpamaan itu diajarkan. Kita harus bergantung kepada teks yang telah kita terima, dan kita menerima perumpamaan-perumpamaan itu beserta latar belakang historisnya. Hal ini memang menuntut suatu kepercayaan, yaitu bahwa para penginjil di dalam mencatat perumpamaan-perumpamaan itu memahami tujuan Yesus mengajarkan perumpamaan-perumpamaan itu sesuai latar belakang yang mereka uraikan[15]. Pada saat perumpamaan-perumpamaan itu dicatat, saksi mata dan pelayan-pelayan Firman meneruskan tradisi lisan dari kata-kata dan perbuatan Yesus (Lukas 1:1, 2). Sehubungan dengan saksi mata inilah, kita bisa diyakinkan bahwa konteks di mana perumpamaan-perumpamaan itu dituliskan menunjuk kepada waktu, tempat, keadaan pada saat Yesus pertama kali mengajarkan perumpamaan-perumpamaan itu. 

            Akhir-akhir ini, wakil-wakil dari sebuah sekolah hermeneutik yang baru secara bertahap semakin mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan itu dari latar belakang historisnya ke penekanan literatur yang lebih luas yang berkisar pada struktur eksistensialnya[16]. Para sarjana itu memperlakukan perumpamaan-perumpamaan itu sebagai literatur eksistensial, dengan cara mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan itu dari konteks historisnya dan mengganti arti aslinya dengan pesan zaman sekarang. Mereka menyangkal bahwa arti dari sebuah perumpamaan dapat ditemukan di dalam kehidupan dan pelayanan Yesus[17]. Mereka tidak tertarik kepada sumber dan latar belakang perumpamaan itu, tetapi lebih tertarik kepada bentuk literatur dan penafsiran eksistensialnya[18]. Bagi mereka struktur literatur dari perumpamaan itu penting karena struktur itu membawa manusia modern kepada momen keputusan, di mana dia harus menerima atau menolak tantangan yang ada di hadapannya. 

            Telah disetujui bahwa perumpamaan-perumpamaan itu mengajak manusia untuk bertindak. Pada bagian aplikasi dari perumpamaan orang Samaria yang baik hati, ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus diperintahkan, "Pergi dan perbuatlah demikian" (Luk 10:37). Meskipun demikian, eksistensialis di dalam menafsirkan perumpamaan itu mementingkan bentuk imperatif dan mengabaikan bentuk indikatif dari perumpamaan itu. Dia memisahkan perkataan Yesus dari latar belakang budayanya sehingga menghilangkan kuasa dan otoritas yang diberikan oleh Yesus dalam perumpamaan-perumpamaan itu. 

            Lagipula, oleh karena eksistensialis hanya melihat struktur literatur dari perumpamaan itu dan memisahkan perumpamaan itu dari konteks historisnya, maka eksistensialis harus memberikan konteks baru kepada perumpamaan-perumpamaan itu. Jadi dia menempatkan perumpamaan-perumpamaan itu di dalam konteks zaman sekarang. Metode ini tidak dapat disebut eksegesis, karena filsafat eksistensial dimasukkan ke dalam teks Alkitab. Ini adalah eisegesis bukan eksegesis. Sayangnya, orang Kristen awam yang mencari bimbingan ke wakil-wakil sekolah hermeneutik baru untuk memahami perumpamaan-perumpamaan ini pertama-tama harus belajar filsafat eksistensial, teologi neoliberal dan gaya bahasa literatur ten tang strukturialisme sebelum dia mendapatkan keuntungan dari pandangan mereka. 

 

Prinsip-prinsip 

            Menafsirkan perumpamaan tidak memerlukan latihan teologi dan filsafat yang mendalam. Pengeksegesis harus memahami beberapa prinsip dasar penafsiran. Prinsip-prinsip tersebut berhubungan dengan sejarah, tata bahasa, dan teologi teks Alkitab. Sedapat mungkin pengeksegesis hams belajar konteks historis dari perumpamaan. Studi ini meliputi analisa rind dari keadaan religius, sosial, politik dan geografis yang dinyatakan dalam perumpamaan. Misalnya, latar belakang perumpamaan orang Samaria yang baik hati menuntut pengenalan ten tang peraturan religius bagi seorang rohaniwan pada waktu itu. Seorang ahli Taurat datang kepada Yesus menanyakan apa yang harus dia lakukan untuk mewarisi kehidupan kekal, cetus an percakapan ini yang menimbulkan kisah orang Samaria yang baik hati. 

            Berkenaan dengan perumpamaan orang Samaria yang baik hati, pengeksegesis seharusnya memahami asal, status dan agama orang Samaria tersebut; fungsi, kantor, dan tempat tinggal ahli Taurat dan orang Lewi; topografi wilayah antara Yerusalem dan Yerikho; konsep orang Yahudi tentang hidup bertetangga. Dengan memperhatikan konteks historis perumpamaan itu, pengeksegesis bisa melihat alasan Yesus mengajarkan cerita-Nya dan dia mempelajari tujuan pengajaran Yesus yang terkandung dalam perumpamaan itu[19]. 

            Kedua, pengeksegesis harus memberi perhatian kepada literatur dan susunan gramatikal dari perumpamaan itu. Bentuk dan tensa yang dipakai oleh penulis Injil itu sangatlah penting, karen a akan memberi penerang atas pengajaran pokok dari kisah tersebut. Studi kata d alam konteks Alkitab maupun dalam penulisan ekstra kanonikal merupakan bagian yang penting dalam proses menafsirkan perumpamaan. Jadi, studi kata sesama di dalam konteks perintah, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri," seperti diberikan di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, terbukti menjadi studi yang bermanfaat. Pengeksegesis juga perlu untuk melihat pendahuluan dan kesimpulan dari perumpamaan itu, karena keduanya mungkin berisi bagian literatur seperti pertanyaan retorik, nasihat, atau sebuah perintah. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati disimpulkan dengan sebuah perintah, "Pergi dan perbuatlah demikian" (Lukas 10:37). Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus tentang mewarisi kehidupan kekal tidak bisa lari dari perintah untuk mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Pendahuluan, dan khususnya kesimpulan, berisi tuntunan yang membantu pengeksegesis dalam menemukan bagian pokok dari perumpamaan itu. 

            Ketiga, bagian pokok dari perumpamaan yang diberikan harus diperiksa secara teologis berdasarkan seluruh pengajaran Yesus dan seluruh Kitab Suci[20]. Bila pengajaran dasar perumpamaan itu telah digali secara penuh dan dimengerti secara benar, kesatuan Kitab Sud terekspresikan, arti yang tepat dari perikop itu dapat dikembangkan dalam semua kesederhanaan dan kejelasannya. 

            Akhirnya, penafsir perumpamaan harus menerjemahkan artinya ke dalam istilah-istilah yang relevan dengan kebutuhan sekarang. Tugasnya adalah untuk mengaplikasikan pengajaran pokok sebuah perumpamaan ke dalam situasi kehidupan dari orang yang mendengar penafsirannya. Dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati, perintah untuk mengasihi sesamanya menjadi berarti ketika orang yang dirampok dan terluka sepanjang jalan Yerikho bulan lagi hanya sebagai sebuah gambaran di masa lampau. Sesama yang perlu dikasihi oleh kita adalah para tunawisma, orang miskin, dan pengungsi. Mereka bertemu dengan kita di jalan Yerikho yang dimuat di dalam surat kabar setiap hari dan dalam acara berita malam di TV. 

 

Klasifikasi 

            Perumpamaan-perumpamaan Yesus dapat dikelompokkan dan diklasifikasikan dalam banyak cara. Perumpamaan tentang penabur, benih yang tumbuh dengan tersembunyi, gandum dan lalang, pohon ara yang tidak berbuah, pohon ara yang berserni termasuk ke dalam perumpamaan natur. Beberapa perumpamaan yang Yesus ceritakan berhubungan dengan pekerjaan dan upah. Beberapa di antaranya adalah perumpamaan pekerja di kebun anggur, penyewa, dan bendahara yang tidak jujur. Perumpamaan yang lain bertemakan pernikahan, dan perayaan-perayaan. Termasuk ke dalamnya adalah perumpamaan tentang anak-anak yang bermain di pasar, sepuluh gadis, perjamuan besar dan pesta perkawinan. Perumpamaan lain menunjuk pada tema umum mengenai yang hilang dan yang ditemukan kembali. Perumpamaan ten tang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang termasuk ke dalam kelompok ini. 

            Tetapi pengkategorian perumpamaan-perumpamaan itu tidak selalu pasti. Apakah perumpamaan tentang jala ikan termasuk kategori perumpamaan natur atau termasuk kelompok perumpamaan tentang pekerja dan upah? Dan kategori apa yang cocok untuk perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati? Mudah untuk melihat bahwa dalam mengelompokkan perumpamaan-perumpamaan itu bisa dimasukkan ke mana saja dan pada saat tertentu sepertinya dipaksakan. 

            Injil Sinopsis menyajikan perumpamaan-perumpamaan yang terdapat juga di dalam dua atau sering kali tiga Injil, namun ada juga perumpamaan-perumpamaan yang hanya terdapat dalam satu Injil. Injil Markus hanya mempunyai satu perumpamaan khusus bagi Injilnya (benih yang tumbuh tersembunyi), Injil Matius dan Lukas berisi beberapa perumpamaan khusus. Di dalam presentasi saya tentang perumpamaan, saya mengikuti urutan Injil yaitu pertama-tama mendiskusikan perumpamaan dari Injil Matius, dengan satu perumpamaan yang khusus yang diambil dari Injil Markus secara berurutan yaitu perumpamaan tentang penabur dan perumpamaan ten tang gandum dan lalang, kemudian satu perumpamaan yang diambil dari Injil Lukas. Di dalam perumpamaan yang terdapat juga dalam Injil yang lain, diambil perumpamaan yang hampir sama dari urutan Injil Matius, Markus dan Lukas. Prosedur ini diberlakukan untuk membantu pembaca yang ingin melakukan penelitian berdasarkan keparalelan sinoptik. Contohnya, karya K. Aland yang berjudul Synopsis of the Four Gospels. [21] Di dalam studinya ten tang perumpamaan-perumpamaan, referensi dalam bahasa Yunani dan Ibrani jarang digunakan. Kalau referensi dalam kedua bahasa itu muncul, referensi itu diberi bentuk salinan huruf ke huruf abjad yang lain dan terjemahannya disertakan juga. Alkitab bahasa Inggris yang menggunakan cara ini adalah New International Version (dengan seijin dari Executive Committee). Keuntungan bagi pembaca adalah teks NIV dicetak penuh di bagian permulaan tiap-tiap perumpamaan. Perumpamaan-perumpamaan itu memiliki pararel di dalam ketiga Injil Sinopsis yang diberikan secara berurutan Matius, Markus dan Lukas. Empat puluh perumpamaan dan ucapan-ucapan parabolis didiskusikan di dalam buku ini. Semua perumpamaan pokok dan bagian yang lebih besar dari ucapan-ucapan parabolis didaftar di dalam buku ini. Tentu saja, ucapan-ucapan itu harus diseleksi, sehingga perumpamaan ten tang garam dimasukkan dan perumpamaan ten tang terang dihilangkan. Hanya ucapan-ucapan parabolis dari Injil Sinopsis yang sudah diteliti, Injil Yohanes belum diteliti. 

 

            Literatur ten tang perumpamaan sangat banyak, seperti suatu aliran buku-buku dan artikel-artikel yang tidak berhenti. Akhir-akhir ini, hampir tidak ada perumpamaan yang diabaikan oleh sarjana-sarjana. Pandangan baru dari studi ten tang kebudayaan dan hukum Yahudi menjadi sangat berharga untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang pengajaran Yesus. Tujuan dari buku ini adalah untuk mempresentasikan dengan penjelasan yang cukup dan kontemporer kepada orang percaya yang mau belajar Alkitab dengan serius dan pendeta, ten tang perumpamaan tanpa hams dibingungkan oleh semua rinciannya. Catatan kaki dan bibliografi yang telah diseleksi akan membantu para teolog yang ingin studi lebih lanjut tentang perumpamaan-perumpamaan Yesus secara lebih intensif. Dengan materi bibliografi dan indeks yang demikian, dia akan mendapatkan jalan masuk kepada literatur yang tersedia tentang perumpamaan-perumpamaan Yesus. 

 

Catatan : 

[1] R. Schippers, "The Mashal-character of the Parable of the Pearl," dalam Studia Evangelica, ed. F.L. Cross (Berlin: Akademie-Verlag, 1964), 2:237. 

[2] 2. F. Hauck, Teological Dictionary of the New Testament, V:752. 

[3] A.M. Hunter, The Parables Then and Now (London: Westminster Press, 1971), 12. 

[4] I. Epstein, ed., "Seder Zeraim Berakoth 13a,"dalam The Babylonian Talmud (London: Soncino Press, 1948),73 

[5] Hauck, Teological Dictionary of the New Testament, volume: 758. J. Jeremias, di dalam bukunya Die Gleichnisse Jesu edisi ke 8 (Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1970) 8, mengatakan bahwa perumpamaan-perumpamaan Yesus mempunyai kontribusi terhadap perkembangan gaya literatur dari perumpamaan-perumpamaan rabi. 

[6] J. Jeremias, The parables of Jesus (New York: Scribner, 1963), 13-18, berpendapat bahwa kata-kata Yesus telah diletakkan secara salah dan berasal dari tradisi lain; kata-kata itu pasti ditafsirkan tanpa referensi dari konteks Injil Markus 4. Menurut Jeremias, penulis memasukkan perikop dari tradisi lain karena slogan parable (perumpamaan) asal mulanya berarti riddle (teka-teki), Jadi Jeremias menganggap ada dua arti untuk kata parable di dalam Markus 4, yaitu perumpamaan yang benar dan arti lain adalah teka-teki. Tetapi peraturan penafsiran, tidak mendukung penafsiran Jeremias, karena selain penginjil menunjukkan perbedaan dalam mengerti sebuah kata, juga harus mennyimpan arti yang sarna di seluruh perikop. 

[7] W. Lane, The Gospel According to Mark (Grand Rapids: Eerdmans. 1974), 158; W. Hendriksen, Gospel of Mark (Grand Rapids: Baker Book House, 1975), 145; H.N. Ridderbos, The Coming of the Kingdom (Philadelphia: Presbyterian & Reformed, 1962),124. 

[8] C.E.B. Cranfield, "St. Mark 4:1-34," Scot JT 4 (1951): 407. 

[9] Lane, Mark, 160. 

[10] CE. van Koetsveld, De Gelijkenissen van den Zaligmaker (Schoonhoven, 1869), volume 1,2. 

[11] A. Jülicher, Die Gleichnisreden Jesu (Tubingen: Buchgesellschaft, 1963), volume 1, 2. 

[12] Tanyakan ke karya studi yang menarik dari M Black, "The Parables of Allegory" dalam BJRL 42 (1960): 273-87; RE Brown, "Parable and Allegory Reconsidered" dalam NTS 5 (1962) : 36-45 

[13] C.H. Dodd, The Parables of the Kingdom (London: Nesbit and Co., 1935),26. 

[14] Jeremias, Parables, 113, 114. 

[15] A.M. Brower, De Gelijkenissen (Leiden: Brill, 1946), 247; G.V. Jones, The Art and Truth of the Parables (London: S.P.C.K., 1964),38. 

[16] M.A. Tolbert, Perspectives on the Parables (Philadelphia: Fortress Press, 1979),20. 

[17] D.O. Via, Jr., dalam bukunya "A Response to Crossan, Funk, and Peterson," dalam Semeia 1 (1974): 222, menyatakan, "Saya sama sekali tidak tertarik bahkan kepada Pribadi Jesus di dalam sejarah." 

[18] J.D. Crossan, dalam bukunya "The Good Samaritan: Towards a Generic Definition of Parable," dalam Semeia 2 (1974): 101, kelihatannya menunjukkan bahwa sebuah dalil yang menarik itu lebih penting daripada sebuah dalil yang benar. 

[19] L. Berkhof, Principles of Biblicallnterpretation (Grand Rapids: Baker Book House, 1952),100. 

[20] A.B. Mickelsen, Interpreting the Bible (Grand Rapids: Eerdmans, 1963),229. 

[21] K. Aland, Synopsis of the Four Gospels (Stuttgart: Wuttembergische Bibelanstalt, 1976). 

 

Pentingnya Bimbingan Konseling di Sekolah

            TUJUAN pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilanakademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dimungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja. Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Situasi demikian diperparah oleh kerancuan peran di setiap sekolah. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. 

            Penulis merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah. 

            Proses cura personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa mbolosan, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum. 

            Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang. 

            BK dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka. 

            Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Ada kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya. 

            BK yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau!) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang BK sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran BK dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat dalam proses kependidikan. 

Bahan Kuliah Bimbingan Konseling 

Untuk Mahasiswa Prog. S1 Teologia STT POKOK ANGGUR

 

 

PUNGSI, PRINSIP DAN ASAS BIMBINGAN KONSELING 

A. Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah : 

1.         Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif. 

2.         Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex). 

3.         Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata. 

4.         Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching. 

5.         Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan. 

6.         Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli. 

7.         Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif. 

8.         Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif. 

9.         Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli. 

10.       Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

 

B. Prinsip 

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah: 

1.         Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual). 

2.         Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok. 

3.         Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang. 

4.         Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork. 

5.         Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan. 

6.         Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan. 

 

C. Asas-asas Bimbingan Konseling 

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut. 

1.         Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin. 

2.         Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut. 

3.         Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. 

4.         Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya. 

5.         Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli. 

6.         Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang. 

7.         Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu. 

8.         Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

9.         Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut. 

10.       Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling. 

11.       Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain. 

Bahan Kuliah Bimbingan Konseling 

Untuk Mahasiswa Prog. S1 Teologia STT Efata Salatiga 

 

GEREJA DAN PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING 

A. Rencana Pelayanan Bimbingan Konseling 

Setiap tubuh orang percaya yang ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan harus melakukannya berdasarkan pedoman-pedoman Kitab Suci dan didalam kerangka gereja yang ada. Artikel berikut ini memberikan saran tentang cara-cara untuk mengembangkan dan melakukan pelayanan bimbingan. Beberapa saran mungkin tidak dapat dipraktekkan dalam setiap gereja, namun kerangkanya dapat memberikan suatu titik tolak. 

            Bimbingan alkitabiah harus berada dibawah wewenang tubuh gereja setempat dan bertanggung jawab kepada pemimpin gereja. Masing-masing pembimbing harus tunduk kepada Tuhan, pimpinan, dan Tubuh Kristus. Para pembimbing harus diangkat dan ditunjuk oleh pemimpin untuk melayani Tuhan dengan melayani orang-orang dalam jemaat yang sedang menderita masalah-masalah kehidupan. Karena kebergantungan yang kuat kepada Roh Kudus dan karena bimbingan merupakan suatu fungsi Tubuh Kristus dan suatu pernyataan kasih Allah, maka tidak ada biaya bimbingan. Idealnya, bimbingan harus merupakan saluran kasih dan pelayanan yang wajar dalam persekutuan orang-orang percaya yang saling mengenal dan saling mengasihi. Bimbingan mungkin muncul dari hubungan kepercayaan yang telah terjalin antara pemimpin dan anggota pelayanan kelompok kecil dalam sebuah gereja. 

            Pelayanan bimbingan alkitabiah di gereja kami tumbuh karena suatu kebutuhan dalam Tubuh Tuhan. Pendeta kami menjadi terlalu dibebani dengan tugas bimbingan, namun merasa bertanggung jawab untuk melayani kawanan domba. Ia mulai memanggil beberapa orang dari kami dalam jemaat untuk ikut memikul masalah-masalah kehidupan. Ketika kami semakin terlibat, kami melihatnya sebagai suatu pelayanan yang diinginkan Allah bagi umat-Nya -- suatu fungsi Tubuh Kristus. 

            Dalam kitab Kejadian, Yitro menyarankan suatu rencana yang mirip bagi Musa. Hari demi hari orang-orang berbaris di luar tenda Musa untuk meminta bimbingan dan nasihat, sama seperti banyak orang di gereja mungkin datang kepada pendetanya untuk bimbingan. Yitro dapat melihat bahwa itu adalah tugas yang terlalu berat untuk dilakukan oleh satu orang dan menyarankan agar Musa membagi tanggung jawab ini dengan orang-orang lain. Musa menugaskan pemimpin-pemimpin kelompok dan mengajarkan cara-cara Allah kepada mereka agar dapat membimbing mereka yang perlu mengetahui cara Allah dalam suatu situasi tertentu dan menemukan cara Allah untuk penyelesaian masalah. Dalam Tubuh Kristus diperlukan jauh lebih banyak pelayanan daripada yang dapat dilakukan oleh satu orang. Kevin Springer dalam "Pastoral Renewal" merasa prihatin bahwa "banyak pemimpin menghabiskan waktu yang lama dan sukar dengan sekelompok kecil dari bangsa mereka, dan mengabaikan anggota-anggota yang lebih bertalenta, anggota-anggota orang dewasa yang terabaikan -- justru anggota-anggota yang dapat diperlengkapi untuk melayani orang lain". Seorang pendeta yang bijaksana akan memimpin orang-orang lain ke dalam segi-segi pelayanan yang dipikul bersama sehingga seluruh tubuh boleh berfungsi bersama dan menyatakan keutuhan dan kekudusan yang dimaksudkan oleh Tuhan bagi gereja. 

            Sangatlah menolong bila seorang pendeta dapat menyarankan seseorang supaya pergi kepada seorang pembimbing alkitabiah dalam persekutuan setempat sehingga orang yang membutuhkan bimbingan tidak jatuh ke dalam tangan "pembimbing gadungan" atau tidak usah berpaling kepada orang-orang di luar gereja yang mungkin membimbing menurut filsafat dan pengajaran yang tidak sesuai dengan pengajaran dalam persekutuan. Tidak ada bagian dalam Kitab suci yang mengatakan agar menyuruh seorang percaya pergi ke dunia untuk menemukan pertolongan bagi masalah-masalah kehidupan. Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk melayani, dan Ia mengutus Roh Kudus untuk memenuhi kebutuhan umat. 

B. Mengembangkan Suatu Pelayanan Bimbingan 

            Unsur-unsur dasar bagi perubahan sudah ada dalam gereja yang mempunyai lingkungan kasih dan pengajaran firman Allah yang kuat. Bimbingan alkitabiah dalam sebuah gereja semata-mata merupakan bentuk pelayanan belas kasihan dan kebenaran Allah yang lebih pribadi dan khusus. Karena itu, bimbingan alkitabiah tidak boleh dirasakan asing. Sekalipun demikian, banyak hamba Tuhan dan orang awam merasa sama sekali tidak diperlengkapi karena mereka mengira bahwa bimbingan alkitabiah bagaimanapun juga harus menyamai bimbingan psikologis. 

            Bimbingan alkitabiah melibatkan persekutuan kasih dalam tubuh (lingkungan bagi perubahan) dan khotbah serta pengajaran firman (arah bagi perubahan) dan bukan teknik-teknik dan teori-teori bimbingan psikologis. 

            Bila seorang pendeta ingin mengembangkan suatu pelayanan bimbingan dalam tubuh, maka apa yang memang sudah ada dalam kelompok hendaklah diterapkan kepada orang-orang secara perseorangan. Dalam bimbingan alkitabiah perhatian menjadi bersifat pribadi dengan cara menyediakan waktu dan bersedia mendengarkan, dan pengajaran menjadi bersifat pribadi untuk memenuhi kebutuhan khusus seseorang. Maka lingkungan dan arah perubahan dengan cara memberikan kemurahan dan kebenaran lebih disesuaikan dengan seseorang daripada dengan suatu kelompok secara keseluruhan. Pendeta mempunyai lebih banyak untuk diberikan daripada yang mungkin disadarinya. 

            Anggota-anggota jemaat mungkin juga mempunyai lebih banyak untuk diberikan dalam bimbingan daripada yang disadari mereka. Ketika mereka telah berpartisipasi sebagai anggota-anggota suatu lingkungan yang penuh perhatian, dan ketika mereka secara pribadi telah mengikuti kebenaran Kitab Suci dalam kehidupan mereka sendiri, mereka telah mengalami pengaruh-pengaruh dari lingkungan yang penuh kasih dan pengarahan untuk perubahan. Banyak orang telah menyediakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan pengarahan untuk perubahan melalui interaksi pribadi dengan sesama orang Kristen. Dengan demikian sudah banyak orang yang telah diperlengkapi untuk melayani sebagai pembimbing alkitabiah. 

            Kecuali jika suatu jemaat hanya terdiri dari orang-orang percaya yang baru atau masih muda, maka akan ada suatu kelompok orang dalam persekutuan yang diperlengkapi untuk membimbing. Orang-orang ini telah mempelajari Alkitab dan telah menerapkan firman Allah dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka mempunyai karunia untuk membimbing di dalam keseimbangan antara kasih sayang dan kebenaran. Semua jemaat yang telah kami hubungi berkenaan dengan suatu pelayanan bimbingan mempunyai anggota-anggota yang bersedia dan mampu melayani dengan segera jika kesempatan diberikan. Memulai suatu pelayanan bimbingan semata-mata menyangkut pemilihan pembimbing, memberi latihan dalam prinsip-prinsip dasar yang akan mereka butuhkan untuk diterapkan dalam pelayanan bimbingan, mengorganisasikan dan mengumumkan pelayanan itu, lalu mempercayakan hasilnya kepada Allah. 

            Di samping latihan dari Tuhan yang telah diterima mereka, para pembimbing dan calon pembimbing harus terus belajar sementara mereka menyelidiki Kitab suci untuk mencari cara-cara Allah bagi pelayanan kepada orang-orang, sementara mereka membaca buku untuk memperoleh manfaat dari pengalaman orang lain yang membimbing menurut firman Allah, dan juga sementara mereka mulai melayani pribadi-pribadi. Cara terutama untuk belajar bagaimana melakukan sesuatu adalah dengan melakukannya. Pedoman memang diperlukan, namun cara satu- satunya untuk benar-benar belajar adalah dengan mulai menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan dengan cara mendengarkan, memperhatikan, dan mendoakan. Kemudian ketika Roh Kudus memberikan hikmat, pengajaran ditambahkan. Kebergantungan kepada Roh Kudus sungguh sangat penting karena lingkungan yang terbaik bagi bimbingan datang dari kehadiran Allah dan arah perubahan datang dari firman- Nya sementara Roh Kudus membuatnya menjadi dapat diterapkan dan hidup. 

            Tampaknya salah satu aspek yang paling merisaukan dalam memulai suatu pelayanan bimbingan ialah program latihan. Banyak pendeta merasa tidak mampu untuk mengajar sebuah kelas dalam bimbingan alkitabiah. Padahal, prinsip-prinsip Alkitab yang merupakan dasar bimbingan alkitabiah telah dikhotbahkan dan diajarkan dari mimbar selama ini. Karena seorang pembimbing alkitabiah melayani dengan belas kasihan dan kebenaran untuk menyediakan lingkungan dan arah bagi perubahan, maka latihan harus berkisar pada kedua bidang tersebut. 

            Memberi pengajaran tentang menyediakan lingkungan yang penuh kemurahan tentunya sudah biasa dilakukan oleh seorang pendeta yang telah mendorong jemaatnya untuk menyediakan lingkungan seperti itu. Karena dalam melayani jemaatnya seyogyanya ia telah mengajarkan kasih, kebaikan, kemurahan, kesabaran, pengertian, dan sifat-sifat lain yang harus berkembang sebagai buah Roh, ia memiliki suatu sumber yang kaya akan bahan pelajaran. 

            Di samping itu, ia harus memilih pembimbing-pembimbing awam yang telah memiliki sifat-sifat tadi dan buah Roh. Pengajaran dalam bidang ini kemudian dapat ditambah dengan artikel-artikel dan buku- buku yang menekankan unsur saling memperhatikan dalam Tubuh Kristus. 

            Seorang pendeta juga tahu bagaimana melatih pembimbing untuk memberikan arah dalam lingkup bimbingan. Ia akan mengajarkan kepada para pembimbing apa yang harus diajarkan, yaitu bagaimana caranya hidup dalam kehidupan Kristen. Ia akan mengajar mereka untuk menerapkan secara pribadi pengajaran firman Allah yang sama yang diajarkannya dari mimbar; bagaimana menjalani kehidupan Kristen dengan menerima kasih Allah, mempercayai-Nya, dan menaati-Nya. 

            Karena khotbah, pengajaran kelompok, dan bimbingan pribadi semuanya meliputi pengajaran tentang bagaimana menjalani kehidupan Kristen dan doktrin-doktrin dasar Kitab suci lainnya, adalah menarik untuk melihat beberapa persamaan dan perbedaan yang ada. Khotbah, pengajaran, dan bimbingan alkitabiah harus: (1) didasarkan pada doktrin-doktrin Kitab Suci; (2) berpusatkan pada Allah dan sifat-Nya, firman dan kehendak-Nya; (3) membimbing orang-orang dalam menjalani kehidupan Kristen; (4) memotivasi orang-orang untuk memilih dan melakukan kehendak Allah; (5) menasihati, menjelaskan, mendorong, dan mengasihi; (6) bergantung kepada Roh Kudus; (7) menyadari kebutuhan orang-orang yang mendengarkan; dan (8) mengusahakan kesembuhan, perubahan, dan pertumbuhan. 

            Dalam beberapa hal bimbingan berbeda dengan khotbah atau pengajaran kelompok. Bimbingan meliputi tindakan mendengarkan dan berbicara. Baik orang yang dibimbing maupun pembimbing belajar satu tentang yang lain dan juga tentang Tuhan. Apa yang diajarkan didasarkan atas kebutuhan seseorang sebagaimana yang dilihat melalui mendengarkan dan berdoa, sedangkan dalam pengajaran atau khotbah pokok bahasan didasarkan atas kebutuhan kelompok sebagaimana dilihat melalui pengenalan akan kelompok dan doa. Adakalanya bimbingan mungkin berupa hubungan pribadi atas kemurahan sementara yang dibimbing memilih petunjuk Allah. Barangkali perbedaan-perbedannya dapat diringkaskan sebagai berikut: bimbingan lebih bersifat pribadi, terjadi melalui percakapan, menyentuh kebutuhan-kebutuhan tertentu, dan menyampaikan kasih sayang dan kebenaran Allah melalui waktu yang diberikan kepada seseorang atau suatu pasangan. 

            Kebenaran-kebenaran yang sama dapat diajarkan melalui mimbar, di dalam kelas, dan selama bimbingan. Karena itu, seorang pendeta dapat melakukan banyak hal untuk melatih anggota-anggota jemaatnya dalam bimbingan alkitabiah. Namun, bimbingan itu sendiri merupakan suatu karunia yang berbeda dari khotbah dan pengajaran. Cukup sering seorang pendeta yang memiliki karunia dalam berkhotbah dan yang karenanya dapat mengajarkan banyak hal tentang bimbingan mungkin sebenarnya tidak mempunyai karunia membimbing. Sebaliknya, ada orang-orang yang mempunyai kemampuan antar pribadi dan kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh pengertian dan kesabaran yang mampu membimbing secara efektif, namun dapat membuat pendengar tertidur kalau ia berkhotbah. Sumber kasih sayang dan kebenaran itu sama, namun karunia, panggilan, dan cara menyajikan berbeda. Karena itu, seorang pendeta yang merasa tidak mampu menjadi seorang pembimbing dapat menjadi alat untuk mengajar orang-orang lain tentang banyak hal yang dibutuhkan mereka untuk memberi bimbingan. 

 

 

 

 

Untuk menjadi gereja yang siap memberikan pelayanan bimbingan (konseling) ada beberapa persyaratan; berikut ini adalah 9 ciri yang dibutuhkan: 

C. CIRI-CIRI "GEREJA YANG SALING MEMPEDULIKAN" 

1.         Terdiri dari jemaat yang percaya pada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan mau hidup sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Jemaat dari gereja yang saling mempedulikan juga memperhatikan penginjilan, pemuridan, dan membekali setiap anggota dengan makanan rohani yang sehat, sehingga mereka juga dapat melayani orang lain, mempedulikan sesama, mengabarkan Injil baik di rumah, di masyarakat sekitarnya maupun di mana saja mereka berada. 

2.         Pemimpin-pemimpin gereja yang saling mempedulikan termasuk pendetanya, terdiri dari orang-orang yang benar-benar rindu untuk tumbuh sebagai anak-anak Allah dan dengan tulus memperhatikan kebutuhan orang lain. Hal ini diekspresikan dalam sikap mau mendengar, menghibur, mendorong dan membimbing dalam kasih dan pengertian. 

3.         Suasana kebaktian di gereja yang saling mempedulikan berpusatkan pada Kristus dan pembinaan persaudaraan. Ada usaha yang sungguh- sungguh untuk memberikan sambutan yang hangat pada mereka yang datang. Kebenaran firman dan kebutuhan jemaat merupakan inti dari setiap pemberitaan firman Tuhan dan dapat pengajaran di sekolah minggu. Kesempatan selalu disediakan bagi mereka yang membutuhkan bantuan doa, pertolongan, dan persekutuan. 

4.         Gereja yang saling mempedulikan juga memberikan kesempatan bagi jemaat, untuk saling menanggung beban dan saling membantu, sehingga ada kesempatan bagi pendeta untuk bekerja sama dengan jemaat untuk saling mendukung dalam pelayanan. Jemaat dapat menunjukkan perhatian pada mereka yang baru pindah, sakit, yang menderita, yang tidak mempunyai keluarga, kesepian, dll. Secara perorangan maupun sebagai jemaat, selalu ada usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada di masyarakat. 

5.         Kelompok doa, pemahaman Alkitab, dan pelayanan keluar sangat ditekankan. Dalam grup selalu disediakan kesempatan bagi setiap anggota untuk mengutarakan persoalan dan perasaan mereka, dalam suasana kekeluargaan dan kasih. 

6.         Para pengajar juga memperhatikan kebutuhan murid-muridnya. Mereka berusaha membawa setiap murid dekat pada Tuhan dan belajar mempercayakan setiap kebutuhannya kepada Tuhan. 

7.         Mempunyai beban misi, tidak saja pada masyarakat sekitarnya tetapi juga di bagian dunia yang lain. Jemaat tidak saja memperhatikan penginjilan tetapi juga kebutuhan sosial mereka, sehingga tidak saja membawa berita keselamatan melalui iman pada Kristus, namun juga memperhatikan kebutuhan jasmani orang-orang lain. 

8.         Memberikan kesempatan pada jemaat untuk memberikan persembahan bahan maupun pelayanan mereka dalam berbagai bidang. 

9.         Jabatan kepemimpinan diberikan kepada mereka yang mendemonstrasikan sikap dan perbuatannya sebagai murid Kristus yang patut diteladani dan pada mereka yang sungguh-sungguh memperhatikan sesamanya. 

 

D. Model Konseling Gereja Lokal. 

            Dalam tahun-tahun terakhir ini tuntutan yang semakin bertambah besar bagi pelayanan konseling telah mendorong studi yang serius bagi para profesional sebagai konselor. Konsep para konselor yang dididik secara tidak profesional telah menjadi populer. Bagi sejumlah orang gagasan "konseling" memiliki pesona dan daya tarik tertentu tetapi yang menyerang prospek sekolah formal. Terutama dalam gereja, kelompok kerja dan konseling teman sebaya telah menyebar dalam gaya epidemis, mengambil bentuk pertemuan pernikahan, latihan kepekaan antar pribadi, analisa pelaksanaan, dan yang semacam itu. Sangat disesalkan, peranan konseling banyak menarik orang-orang yang tidak kokoh yang terpikat oleh kesempatan untuk keintiman secara instan; beberapa orang tertarik oleh posisi otoritas yang kelihatan; yang lainnya melihat titel "Konselor" sebagai pemenuhan secara pribadi. Banyak orang secara tidak sadar sedang berharap untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dalam kedudukan sebagai konselee. 

            Dengan semangat yang dikendalikan oleh kewaspadaan terhadap masalah- masalah yang berkaitan, saya meramalkan perkembangan konseling yang penuh arti dalam gereja lokal yang dijalankan oleh para anggota gereja. Apabila itu dioperasikan secara alkitabiah, maka anggota tubuh Kristus dapat memperlengkapi para individu dengan semua sumber yang dapat diperlukan untuk menyesuaikan signifikansi dan sekuriti dalam Kristus. Namun kita tidak seharusnya berpikir bahwa kesempatan untuk pelayanan (yang memenuhi keperluan makna) dan persekutuan (yang memenuhi keperluan rasa aman) secara otomatis akan disambut gembira dengan seksama oleh setiap orang percaya dan dengan jelas dipahami sebagai sesuatu yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka. Pola-pola yang tidak disadari dari tingkah laku yang berdosa dan pendekatan yang keliru terhadap kehidupan yang secara diam-diam berkepanjangan akan terus berfungsi meskipun ada komitmen yang tulus yang dilakukan secara sadar. Hati ini menipu. Keyakinan- keyakinan yang keliru sering bersikeras tetap tinggal sampai disingkapkan di dalam terang kesadaran yang jelas. Konseling individu sering dibutuhkan untuk menangani bentuk-bentuk masalah ini. Paulus mengingatkan orang-orang Kristen di Tesalonika bahwa ia telah bekerja dengan setiap orang secara individu dalam usahanya untuk membimbing mereka kepada kedewasaan rohani (1Tesalonika 2:11). Gereja lokal harus menerima tanggung jawab bagi pribadi secara individu untuk memperhatikan setiap anggota. Dengan nyata tidak ada staf pelayanan yang dengan memadai dapat menangani kebutuhan- kebutuhan yang sangat besar untuk memperhatikan individu dalam anggota tubuh Kristus. Hal ini juga bahkan tidak diusahakan. Pekerjaan itu milik anggota tubuh Kristus. 

            Ada tiga level konseling -- Feelings/Perasaan, Actions/Tingkah Laku, Thoughts/Pemikiran -- yang dapat dipadukan dengan luwes ke dalam struktur gereja lokal. 

Masalah Perasaan Perasaan Alkitabiah | ^ v | Masalah Tingkah Laku Tingkah Laku Alkitabiah | ^ | | | Memastikan Komitmen | ^ v | Masalah Pemikiran Pemikiran Alkitabiah | ^ | | ------------>Mengajar------------- 

            Dalam model atas yang sederhana tetapi saya yakin komprehensif, tiga kemungkinan jenis konseling dapat dikenali [Perasaan => Dorongan; Tingkah Laku => Nasihat; Pemikiran => Penerangan]. 

Konseling melalui: 

Level 1 Masalah Perasaan ------ DORONGAN -----> Perasaan Alkitabiah 

Level 2 Masalah Tingkah Laku -- NASIHAT --> Tingkah Laku Alkitabiah 

Level 3 Masalah Pemikiran ----- PENERANGAN --> Pemikiran Alkitabiah 

Mengacu pada Diagram 

Proposal saya adalah sebagai berikut: semua anggota tubuh Kristus dapat dan harus terlibat dalam konseling Level 1. Beberapa anggota tubuh Kristus (misalnya: tua-tua, gembala sidang, diaken, guru Sekolah Minggu, orang-orang lainnya yang dewasa rohani dan bertanggung jawab) dapat dilatih dalam konseling Level 2. Beberapa individu yang dipilih dapat diperlengkapi untuk menangani masalah- masalah yang lebih dalam, lebih sulit, kompleks dalam konseling Level 3. Jika dikembangkan sebagaimana mestinya, maka mungkin itu pengharapan saya yang optimis tetapi realistis bahwa setiap kebutuhan konseling (kecuali orang-orang yang terlibat masalah organik/biokimia) akan dipenuhi dalam kelompok gereja. 

 

 

 

Bahan Kuliah Bimbingan Konseling 

Untuk Mahasiswa Prog. S1 Teologia STT POKOK ANGGUR

 

Sumber 

Halaman: 98 - 99 

Judul Artikel: 

Konseling Kristen yang Efektif 

Penulis Artikel: 

Dr. Gary R. Collins 

Penerbit: 

Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang, 1998 

Situs: 

Diposkan oleh Guru PAK di 23.50 

PERENCANAAN PEMBELAJARAN PAK

Pengajaran PAK di SD : 

            Belajar merupakan suatu proses yang artinya kegiatan belajar senantiasa mengarah kepada terjadinya perubahan dalam diri seorang siswa dimana siswa dari tidak tahu menjadi tahu atau tidak mengerti menjadi mengerti. Pembelajaran PAK yang adalah kegiatan belajar mengajar di dalam Pendidikan Agama Kristen sangat penting dilaksanakan oleh seorang guru Agama Kristen dalam mengemban tugas atau amanat Tuhan Yesus , seperti tertulis dalam Injil Matius 28: 19-20: “…….dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.” 

Beberapa hal yang diperhatikan dan dilaksanakan dalam pelaksanaan pengajaran PAK, di Sekolah Dasar, yaitu: 

1.         Perencanaan Pengajaran PAK 

            Rencana pengajaran adalah rencana guru mengajar mata pelajaran tertentu pada waktu dan kelas tertentu serta topik tertentu untuk satu pertemuan atau lebih. Rencana pengajaran berupa bahan-bahan yang dipersiapkan oleh guru sehingga menolong guru dan siswa. Bahan-bahan tersebut berupa buku-buku atau diktat, alat peraga untuk kegiatan belajar mengajar. Rencana Pengajaran tersebut berisi mengenai garis besar pelajaran, keterangan-keterangan, petunjuk-petunjuk atau gambar-gambar dan soal-soal. Selain itu rencana pengajaran juga merangkum segala kegiatan lain yang berkaitan dengan pengajaran, misalnya ; hubungan antara murid dengan murid, murid dengan guru, serta motivasi dan suasana itu akan mempengaruhi hasil pendidikan. 

            Dalam kurikulum 1994, guru membuat program satuan pelajaran (SP) atau sekarang dalam Kurikulum KTSP (Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006 dengan nama Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP) untuk setiap pokok bahasan yang akan disampaikan dalam satu atau dua kali pertemuan. Sedangkan Rencana Pembelajaran Harian (RPH) atau Rencana Harian (RH) dibuat seminggu sebelum materi menyampaikan. Rencana Pembelajaran pada Kurikulum 2006 berupa silabus, yaitu ; garis besar atau pokok materi pelajaran. Adapun rencana pengajaran yang dipersiapkan guru setiap hari merupakan Kompetensi Dasar (KD) yang akan dicapai dalam materi pokok. Secara sistematis rencana pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran adalah sebagai berikut : 

a.         Identitas mata pelajaran (nama pelajaran, kelas, semester dan waktu pertemuan yang          dialokasikan). 

b.         Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan indikator yang hendak dijadikan tujuan          dapat diambil dari kurikulum dan hasil belajar yang ditetapkan pemerintah. Badan       Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 

c.         Materi pokok (beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam mencapai           kompetensi dasar). 

d.         Metode, Media Pembelajaran dan sumber belajar digunakan untuk kegiatan            pembelajaran.

e.         Strategi pembelajaran atau proses belajar mengajar, yaitu ; kegiatan pembelajaran   secara konkrit yang dilakukan guru dan siswa dalam berinteraksi dengan materi             pelajaran untuk menguasai kompetensi. 

 

            Strandar Kompetensi (SK) berfungsi mengembangkan potensi peserta didik, materi standart berfungsi memberi makna terhadap kompetensi dasar, indikator hasil belajar menunjukkan keberhasilan pembentukan kompetensi pada peserta didik. Sedangkan penilaian berbasis kelas untuk mengukur pembentukan kompetensi, menentukan tindakan tercapai atau tidaknya. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP dalam struktur dan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Rencana pembelajaran PAK seharusnya memenuhi beberapa syarat, yaitu ; disusun menurut kebutuhan tiap-tiap jenis pengajaran, sesuai dengan Alkitab yang artinya segala pokok pengajaran bersumber pada Alkitab. 

            Dalam setiap pemanfaatan atau penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran PAK pada siswa SD ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu antara lain: 

 

a.         Pemilihan Media Pembelajaran 

            Mengapa perlu memilih Media Pembelajaran? Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Akhir dari pemilihan media adalah penggunaan atau pemanfaatan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih. Salah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran ? Jika tersedia, maka kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan ternyata belum tersedia, maka tidak ada alternatif lain kecuali kita harus membuat sendiri alat peraga sesuai keperluan tersebut. 

            Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media seperti telah Penulis paparkan pada bab dimuka, dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing. 

            Pemilihan media merupakan keputusan yang menarik dan menentukan terhadap ketepatan jenis media yang akan digunakan, yang selanjutnya sangat mempengaruhi efektvitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dalam menentukan ketepatan media yang akan dipersiapkan dan digunakan melakui proses pengambilan keputusan adalah berhubungan dengan kemampuan yang dimiliki oleh media, termasuk kelebihan dari karakteristik media yang bersangkutan dihubungkan dengan berbagai komponen pembelajaran. Belum tentu jenis media yang mahal, yang lebih modern, lebih serba maju akan mendukung terciptanya pembelajaran yang efektif dan efisien. Sebaliknya jenis media yang sederhana, harganya murah, mudah dibuat atau mudah didapat mungkin lebih efektif dibanding yang lebih modern dan mahal tersebut Begitu juga posisi media dalam pola pembelajaran yang akan dilaksanakan sangat mempengaruhi ketepatan jenis media yang akan digunakan. 

Sebelum melakukan proses pemilihan media ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu: 

1.         Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media tersebut 

2.         Tujuan pemilihan media harus dihubungkan dengan tujuan dari penggunaan media. 

3.         Penggunaan media pembelajaran untuk mencapai tujuan kognitif, afektif atau       psikomotor harus diperhatikan masing-masing dari aspek tujuan tersebut. 

4.         Dalam pemilihan media harus diperhatikan pula dalam mempertimbangkan sebagai media pembelajaran apakah untuk sasaran individu, kelompok, atau klasikal, atau untuk sasaran tertentu, misalnya anak balita, orang dewasa, masyarakat petani, orang buta, orang tuli, dan sebagainya 

 

Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran 

Dalam memilih media sebagai sarana atau alat peraga dalam pemeblajaran disamping memperhatikan karakteristik sebuah media dan prosedur yang benar, juga perhatikan kriteria dalam memilih media, yaitu antara lain: 

1. Alat peraga harus dipilih untuk menjelaskan inti cerita yang mau 

     disampaikan. 

2. Alat peraga yang dipilih akan menolong anak mencapai tujuan 

     khusus. 

3. Alat peraga yang dipilih tepat bagi golongan usia yang diajar 

4. Alat peraga yang dipilih akan dapat membangkitkan rasa ingin tahu, 

     berimajinasi, makin kreatif atau makin berani mengungkapkan 

     ekspresinya. 

4. Alat peraga yang dipilih mudah didapat , terjangkau secara ekonomi. 

5. Guru yakin menguasai alat peraga itu, sehingga penyampaian pelajaran 

     dapat terjadi dengan baik. 

 

b.         Memilih Metode Pembelajaran 

            Metode merupakan alat perantara demi mencapai tujuan yang artinya cara-cara mengajarkan suatu pokok pelajaran untuk menjadikan efektif dalam penyampaiannya. Dalam penggunaan metode tidak ada metode atau teknik tertentu yang efektif untuk semua golongan atau umur dan semua kesempatan belajar mengajar. Oleh karena itu, guru tidak hanya menggunakan satu metode saja dan mengesampingkan metode yang lain. Beberapa cara atau tehnik dapat digunakan sekaligus demi kesuksesan belajar mengajar. Meskipun demikian perlu disadari bahwa metode apapun yang digunakan guru keberhasilan pengajaran tidak hanya ditentukan oleh metode itu sendiri melainkan guru yang merupakan faktor penting dalam pembelajaran PAK. Pribadi guru dan seluruh hidupnya sangat mempengaruhi cara mengajar dan yang menentukan keberhasilan suatu metode pengajaran adalah kuasa Roh Kudus. 

Beberapa metode atau cara yang digunakan dalam pengajaran PAK di SD Kedungmjundu 01, Semarang agar pengajarannya berhasil adalah : 

1.         Metode ceramah 

Cara menyampaikan materi pelajaran secara lisan untuk mencapai suatu pengajaran dari guru kepada siswa. Dalam metode ini guru menguasai dan menjelaskan pokok pelajaran sedangkan siswa menerima, memperhatikan dan membuat catatan serta mengikuti pelajaran yang disampaikan guru. 

 

2.         Metode bercerita 

Mengandung kebenaran dan menyampaikan suatu pelajaran yang penting pada pendengarnya. 

 

3. Metode percakapan/diskusi 

Merupakan suatu cara dimana dua orang atau lebih mengajukan pendapat untuk mencari jawaban dari masalah yang dihadapi. 

 

4. Metode tanya-jawab 

Menyajikan suatu pengajaran dengan jalan mengajukan pertanyaan supaya mendapatkan jawaban baik lisan maupun tertulis. 

 

5. Metode audio visual 

Cara ini sangat menarik perhatian dan mudah diingat oleh siswa karena menggunakan gambar-gambar terang, film bersuara, papan flanel dan sebagainya. 

 

6. Metode lakon atau sandiwara 

Digunakan para pemain supaya semua penonton menghayati segala peristiwa dengan penuh perasaan 

 

Oleh : T. Sukarman 

2. Pelaksanaan Pembelajaran 

            Tugas utama seorang guru adalah melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan yang telah direncakakan sebelumnya yang berupa perangkat KTSP, yaitu antara lain, Silabus, Program Tahunan, Program Semester, Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP), maupun Rencana Harian (RH). Setiap pembelajaran PAK selalu memperhatikan: 

 

a.         Pendahuluan 

            Setiap proses pembelajaran selalu memiliki pendahuluan karena merupakan susunan pelajaran yang penting supaya pelajaran yang disampaikan guru berhasil dan tercapai. Pendahuluan atau permulaan adalah bagian penting yang dapat menarik perhatian murid kepada pokok pelajaran yang diajarkan. Hal ini agar perhatian siswa timbul terlebih dahulu karena adanya kontak atau rangsangan dalam pikiran siswa sehingga dari diri siswa ada minat dan keinginan untuk mengetahui pengajaran yang diajarkan. 

            Bentuk pendahuluan dalam pembelajaran bisa dimulai dengan curah pendapat, tanya jawab, pernyataan, tangapan maupun apresiasi dari siswa. Kemudian Pujian satu atau dua lagu yang berkaitan dengan materi pokok, dan indikator, tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Doa pembukaan oleh siswa maupun guru. Bisa doa beryair, berbalasan. Dari pribadi siswa maupun sesuai teks yang sudah disiapkan oleh guru maupun penulis buku pelajaran PAK. 

           Pembukaan diusahakan singkat, padat dan menarik. Jangan terlalu lama. Ambil sepuluh persen ( 8 – 10 menit) dari semua alokasi waktu dalam satu kali pertemuan tersebut. Pembukaan yang baik akan menentukan seberapa jauh minat anak belajar selanjutnya. Apalagi jika pembukaan dengan alat peraga atau media, siswa akan lebih termotivasi; imajinasi siswa dirangsang; perasaan disentuh dan kesan yang dalam diperoleh siswa. Dengan media dalam pendahuluan perhatian siswa terhadap materi pembelajaran meningkat. 

 

b.         Isi/ Inti 

            Setelah siswa diarahkan kepada pelajaran sehingga memiliki minat, motivasi untuk belajar, serta perhatian yang dalam terhadap materi yang akan dipelajari, maka guru harus terus menjaga perhatian supaya siswa tetap fokus akan pengajaran yang disampaikan. Usahakan materi mulai dengan yang mudah, dasar atau konsep, istilah dan contoh-contoh. Materi sampaikan dengan sistematis interaktif dan menarik. Pendalaman materi merupakan hal yang penting setelah penjelasan istilah atau konsep dasar. Aktifkan dan libatkan siswa dalam seluruh proses pembelajaran. Media pembelajaran adalah salah satu alat bantu mengajar untuk meningkatkan kreatifitas dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran. 

 

c.         Penutup 

            Dalam susunan pengajaran bagian terakhir adalah kesimpulan, penutup atau penerapan, karena pengajaran belum bisa dianggap selesai apabila belum mengarah pada penerapan yang dilakukan siswa. Dengan menyimpulkan maka dapat menjelaskan kebenaran yang dipelajari sehingga mendorong siswa untuk melakukan atau menerapkannya. Dalam penutup juga tugas rumah yaitu untuk meperdalam materi, maupun persiapan untuk matri berikutnya. Pekerjan rumah hendanya berfariasi sesuai dengan kecerdasan majemuk. Pekerjaan rumah, bisa berupa proyek, hasta karya, penyelidikan, pengamatan, maupun mengerjakan soal-soal yang jawabannya bisa ditemukan sendiri melalui bacaan, mengapatan maupun pengalaman sendiri. 

            Pemberikan tugas rumah harus jelas materinya, kriteria penilaian, batas waktu mengerjakan dan kapan tugas tersebut harus dikumpul. Juga harus dipertimbangkan waktunya dan tugas tersebut untuk pribadi maupun dalam kelompok. Penutup diakhiri dengan pujian maupun doa penutup oleh guru maupun siswa. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

  BAB 1 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN   A. Pengertian Pendidikan (secara umum): 1. Apakah arti pendidikan ? Lebih daripada sekedar s...