Translate

Rabu, 09 September 2020

BAB I

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

Bab pertama pada Disertasi ini merupakan pendahuluan penelitian yang garis besar  berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah Penelitian, Perumusan Masalah Penelitian, Tujuan Penelitian dan Kepentingan Masalah. Berikut uraian dari masing-masing sub bab tersebut :

 

Latar Belakang

A.    Pengantar kitab Ulangan

Sebagian besar orang Kristen maupun orang Yahudi meyakini bahwa kitab Ulangan ditulis oleh Musa sebelum kematiannya pada sekitar tahun 1405 SM. Tema kitab ini tentang ‘Pembaharuan Perjanjian’ dimana Musa menyampaikan pidato kepada orang Israel sebelum memasuki tanah Kanaan.

Kitab ini berisi amanat perpisahan Musa yang dalamanya ia mengulas kembali dan memperbaharui perjanjian Allah dengan Israel demi angkatan Israel yang baru. Mereka kini sudah mencapai akhir dari pengembaraahan dipadang gurun dan siap masuk kekanaan. Sebagian besar angkatan ini tidak mengingat paskah yang pertama, penyebrangan laut merah atau pemberian hukum digunung Sinai. Mereka memerlukan pengisahan kembali yang bersemangat mengenai perjanjian hukum taurat, dan kesetian Allah dan suatu pernyataan baru mengenai berbagai berkat yang menyertai ketaatan dan kutuk yang menyertai ketidaktaatan. Berbeda dengan kitab Bilangan yang mencatat pengembaraan “ angkatan keluaran” bangsa Israel yang memberontak selama 39 tahun, kitab ulangan meliputi masa yang pendek sekitar satu bulan pada satu tempat didaratan moab sebelah timur Yerikho dan sungai Yordan.

Ulangan ditulis oleh Musa ( 39: 9,24-26; bd 4: 44-46; 29:1) dan diwariskan kepada Israel sebagai dokumen perjanjian untuk dibacakan seluruhnya dihadapan seluruh bangsa setiap 7 tahun ( 31: 10-13). Musa mungkin menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 SM.[1] Bahwa Musa menulis kitab ini ditegaskan oleh:

1.      Pentateukh Samaria dan Yahudi

2.      Para penulis PL misalnya ( Yos 1:7;1 Raj 2: 3; 2 Raj 14:6; Ezra 3: 2;  Nehemia 1: 8-9; Daniel 9: 11 ).

3.      Yesus ( Mat 19: 7-9 ; Yoh 5:45-47) dan penulis perjanjian baru yang lain misalnya (Kis 3: 22-23; Rom 10: 19).

4.      Para cendikiawan Kristen zaman dahulu.

5.      Cendikiawan konservatif masa kini

6.      Bukti didalam kitab ulangan sendiri ( misalnya kesamaan susunan dengan bentuk-bentuk perjanjian yang ditulis pada abad 15 SM ) kisah kematian Musa ( pasal 34) sudah pasti ditambahkan segera sesudah peristiwa itu terjadi ( sangat mungkin oleh Yosua ) sebagai penghargaan yang layak bagi Musa, hamba Tuhan itu.

 

B.     Tujuan Kitab Ulangan

Sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua untuk penaklukan Kanaan maksud Musa mula-mula ialah untuk menasehati dan mengarahkan angkatan Israel yang baru tentang :

1. Perbuatan-perbuatan perkasa dan janji-janji Allah

2. Kewajiban mereka bertalian dengan perjanjian untuk beriman dan taat.

3. Perlunya mereka menyerahkan diri untuk takut kepada Tuhan, hidup didalam kehendaknya serta mengasihi dan menghormati Dia dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan meraka.Fakta menunjukkan bahwa kecerdasan orang Israel menghasilkan banyak sekali tokoh brilian. Berikut adalah beberapa contohnya. Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia dianugerahi penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921, karenanya ia menjadi terkenal ke seluruh dunia. David Ricardo adalah seorang pakar ekonomi politik. Pemikiran Ricardo yang paling berpengaruh dalam ekonomi klasik adalah teorinya mengenai keunggulan komparatif dan teori nilai. Ricardo. adalah anak ke-3 dari 17 bersaudara, putra dari keluarga Yahudi berdarah Portugis. Steven Allan Spielberg adalah seorang sutradara dan prothiser film ternama keturunan Yahudi asal Amerika Serikat. Ia telah memeroleh tiga penghargaan Oscar (Academy Award) serta satu penghargaan Kehormatan Seumur Hidup. Mark Zuckerberg adalah pemrogram computer dan pengusaha internet. Ia dikenal karena menciptakan situs jejaring sosial Facebook bersama temannya. Dengan hasil itu ia menjadi pejabat eksekutif (pejabat operasi tertinggi). Karl Henrich Marx adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Ia lahir dari keluarga progresif Yahudi. Burhan mengatakan bahwa tokoh-tokoh tersebut di atas adalah contoh orang-orang populer kaliber dunia keturunan Yahudi. Produk-produk terkenal yang setiap hari digunakan oleh banyak orang sebagian besar adalah produk orang itu. Orang­orang itu adalah para ilmuwan yang pemikirannya mengubah dunia, sehingga ada yang mengatakan bahwa tiga dari empat orang Yahudi adalah doktor.[2]

Bagaimana para orang tua Israel mengajarkan iman kepada anak, sehingga bisa cemerlang dalam berpikir seperti itu? Apakah ada pola pengajaran tertentu yang dilakukan oleh orang tua Israel kepada anak-anak itu? Inilah rahasianya.

Pada umumnya di Israel, setelah seorang ibu mengetahui bahwa ia mengandung, maka ibu tersebut akan sangat memperhatikan pola asupan makannya. Sang ibu menjadi gemar makan kacang, kurma dengan susu, roti, salad, dan buah-buahan. Juga makan ikan tanpa kepala sebab diyakini bahwa kepala ikan mengandung zat kimia yang akan merusak perkembangan otak. Dan yang lebih unik lagi adalah gaya hidupnya, yaitu sang ibu akan sering bernyanyi dan bennain piano, bersama suami rajin belajar matematika, memecahkan soal bersama. Dimungkinkan karena pola makan dan kebiasaan-kebiasaan yang unik itu yang menciptakan generasi yang berkualitan.[3] Burhan mengatakan bahwa rata-rata anak-anak orang Israel bisa berbicara dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Ibrani, Arab, dan Inggris. Ivlereka juga sejak kecil telah dilatih bermain musik, entah biota atau piano, sebagai sebuah kewajibati. Menurut penelitian, belajar musik sedan kecil dapat merangsang pertumbuhan IQ.[4] Berbeda halnya dengan para ibu anggota jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Yerusalem Baru Surabaya. Ibu-ibu di gereja ini belum melakukan seperti apa yang dilakukan para ibu Israel yang sedang mengandung yaitu suka makan kurma, makan salad, makan roti ataupun makan ikan tanpa kepala ataupun bernyanyi dan bermain musik.

Kebanyakan ibu di GBIS belum konsisten melaksanakan semua itu, sehingga  anak-anak yang dilahirkan tidak segenius anak-anak orang Israel.

Dalam menanamkan iman Kristen, Hardi Budiyana dalam bukunya mengatakan, bahwa ada tiga unsur pengajaran di sekolah, yaitu: (1) Guru yang memenuhi tujuh kriteria (kualifikasi) unggul, (2) Murid (anak didik) yang akan sukses dalam pembelajaran jika memunyai motivasi yang kuat, dan (3) Materi pengajaran Kristen yang harus bertolak dari Alkitab.[5] Sejajar dengan pandangan Budiyana di atas, ada tiga unsur pengajaran iman di GBIS yaitu: Pertama, guru Sekolah Minggu di Gereja pada hari minggu dan orang tua pada hari-hari lainnya di rumah. Kedua, murid Sekolah Minggu yang terdiri dari berbagai lapisan umur. Ketiga, materi pengajaran Sekolah Minggu yang berpedoman pada buku panduan yang sudah didasarkan pada ajaran Alkitab.

Ketujuh kriteria (kualifikasi) unggul menurut Budiyana di atas yang dimiliki guru adalah: Pertama, bertumbuh dalam iman kepada Kristus. Kedua, bertumbuh dalam kehidupan Kristen. Ketiga, bersikap positif dan memunyai semangat rohani. Keempat, mempunyai pengetahuan teologi yang alkitabiah. Kelima, mempunyai keahlian dalam mengajar. Keenam, mempunyai kewaspadaan terhadap kehidupan duniawi yang jahat. Ketujuh, memiliki kesiapan mental dan fisik sebelum mengajar.[6] Ketujuh kriteria guru yang disebutkan oleh Hardi Budiyana di atas sudah dimiliki oleh para guru Sekolah Minggu GBIS Yerusalem Baru Surabaya, sebab ketiga orang pengasuh Sekolah Minggunya sudah bergelar Sarjana Teologi. Sedangkan orang tua murid sekolah Minggu umumnya belum memiliki kriteria keempat sampai ketujuh yaitu tidak memunyai pengetahuan teologi; kriteria kelima: tidak mempunyai keahlian dalam mengajar; dan kriteria ketujuh: tidak memiliki kesiapan mental dan fisik sebelum mengajar. Pada hal mereka selama enam hari bersama-sama dengan anak-anak di rumah. Peter Salim menulis bahwa guru adalah: orang yang pekerjaannya mendidik, mengajar, dan mengasuh.[7]

Kapankah dimulainya pendidikan agama? Pendidikan agama dimulai ketika agama mulai muncul dalam hidup manusia. Tiap agama di dunia ini mempunyai sistem pendidikannya sendiri-sendiri. Entah bagaimana pun isi, cara dan bentuk pendidikannya, pasti ada. Setiap agama merasa perlu mengajar anak­anak mereka tentang iman atau kepercayaan yang dimiliki, adat-istiadat, dan kebaktian agama itu. Dalam masyarakat. Isarel, sebelum anak-anak ditahbiskan menjadi anggota penuh di dalam keluarganya, wajiblah mereka diajar dan dilatih dalam segala teori dan praktik dalam agama Yahudi. Akan tetapi, kapankah pengajaran agama Kristen dimulai? Pengajaran agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Oleh sebab itu, untuk menemukan akar-akar pengajaran Kristen, haruslah menggali Alkitab, yang merupakan pernyataan rahasia keselamatan Allah kepada bangsa-bangsa dan karya maha agung yang telah dialami umat Tuhan di bawah pimpinan-Nya sepanjang sejarah hidup mereka.

Menurut Homrighousen nenek moyang orang Israel, yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub, masing-masing menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Sebagai bapa-bapa dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat bagi Israel turun temurun. Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu guna keselamatan umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada anak cucunya. Ishak (anak Abraham) meneruskan pengajaran yang penting di atas. Kemudian anaknya, Yakub juga menanamkan segala perkara itu ke dalam batin anak-anaknya. Sebagai hasilnya, Yusuf menyimpan pengajaran ayahnya kemanapun ia pergi. Secara umum janji-janji Tuhan kepada Abraham, lshak, dan Yakub itu tetap terpelihara oleh orang Israel (bangsa Israel). Tuhan telah memasuki hidup mereka, karena Tuhan mau memakai bangsa itu sebagai alat­-Nya. Atas perintah Tuhanlah keinsafan itu dipupuk dan diperdalam dengan jalan pengajaran kepada tiap-tiap angkatan muda. Nabi Musa dipilih pula oleh Tuhan untuk membebaskan umat-Nya dari penindasan. Musalah yang diangkat menjadi panglima dan pemimpinnya, juga menjadi guru dan pemberi hukum-hukum bagi mereka. Musa mendidik mereka di padang belantara dan mengatur pendidikan itu dengan jitu dan tepat. Pendidikan itu dilanjutkan oleh pengganti-penggantinya. Tiap-tiap keturunan Israel juga menyampaikan tiap pengajaran itu kepada keturunan yang berikut. Proses ini berlangsung terus menerus beratus bahkan beribu tahun lamanya. Pendidikan itu mulai dalam masing-masing rumah tangga dan diteruskan dalam kebaktian-kebaktian umum dan pada pengajaran dalam Taurat Tuhan. Tuhan Allah sendirilah yang merupakan pusat dan tujuan segala pengajaran masyarakat Israel. Segala hal ikhwal masyarakat umum juga dipelajari dan diatur dalam terang penyataan Tuhan.[8]

Regenerasi iman yang terjadi dalam kehidupan Abraham, Ishak, Yakub
merupakan
metode yang tentu diwarisi oleh orang-orang Israel. Metode yang demikian belum tercermin dengan sempurna di antara jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya. Terdapat orang tua yang telah berjuang mengajarkan iman Kristen kepada anak-anaknya sehingga terjadi proses regenerasi iman, namun masih juga terdapat orang-orang tua yang kurang memerhatikan aspek tersebut. Hal ini terjadi karena belum adanya buku Pedoman Baku yang disediakan oleh Badan Pengurus Daerah Jawa Timur atau Badan Pengurus Pusat GBIS tentang
bagaimana tiap orang tua harus mengestafetkan pengajaran iman Kristen kepada
anak-anak mereka.[9] Akibat dan kurang lancarnya proses pendidikan iman yang terjadi diantara jemaat GBIS muncul beberapa kasus dimana terdapat anak-anak anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang setelah dewasa, menikah dengan orang-orang non Kristen dan meninggalkan iman Kristennya.

Dalam pandangan orang tua Israel, anak-anak dipandang sebagai anugerah Allah, sebab mereka kelak akan merawat orang tua serta meneruskan nama keluarga setelah orang tua meninggal. Namun demikian tidak banyak hak yang dimiliki oleh seorang anak. Mereka mesti sepenuhnya taat dan melakukan apa saja yang diperintahkan orang tua. Bahkan Yesus yang lahir di kalangan orang Israel (bangsa Israel) pun sering menggunakan anak sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa kuasa dan kekuatan tidak berlaku dalam kerajaan Allah. Yang dikehendaki Allah hanyalah ketaatan.[10]

Metode pengajaran iman di antara anak-anak Israel terlihat menunjukkan penekanan yang tinggi pada ketaatan anak. Banyak bagian Alkitab yang mengajarkan bahwa ketaatan dan hormat kepada orang tua akan menghasilkan berkat dan umur panjang. Apabila dibandingkan dengan kehidupan jemaat di GBIS Yerusalem Baru Surabaya diindikasikan bahwa belum semua anak jemaat dapat dikategorikan sebagai anak-anak yang taat dan hormat baik kepada orang tuanya ataupun guru Sekolah Minggu. Hal tersebut terlihat pada saat diadakan ibadah Sekolah Minggu di Gereja masih ada anak yang ribut dan lari-lari, walaupun sudah berulang-ulang ditegur oleh guru Sekolah Minggu dan orang tuanya.[11]

Menurut Rowley, Shema (pengakuan iman orang Israel) yang terdapat dalam Ulangan 6:4-5 yang dikutip oleh Yesus ketika la ditanya, "Hukum manakah yang terutama dalam kitab Taurat (Mrk 12: 28-34)”[12] berbunyi,

"Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu" (UI 6:4-5, TB). "Saudara-saudara, ingatlah! Hanya TUHAN, dan TUHAN saja Allah kita! Hanya ... Allah kita, atau TUHAN, Allah kita, TUHAN itu Esa. Cintailah TUHAN Allahmu dengan sepenuh hatimu: Tunjukkanlah itu dalam cara hidupmu dan dalam perbuatanmu" (BIS)

 

Sehubungan dengan hal shema tersebut di atas, nampaknya masih ada orang tua anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang belum mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Hal tersebut tercermin dari cara hidup mereka dan dalam perbuatan mereka. Sebab kenyataan, masih ada anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang datang terlambat beribadah pada hari Minggu dan doa malam pada hari Jumat, bahkan ada jemaat yang baru tiba di gereja menjelang khotbah dimulai. Menurut Sijabat, untuk menentukan metode pengajaran harus berpikir tentang hal-hal yang menyangkut: siapa anak didik yang dihadapi, apa tujuan pembelajarannya, serta bagaimana cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Amy Chua dalam bukunya Cara Mendidik Anak Agar Sukses ala China, percaya bahwa anaknya mampu menjadi murid terbaik dan pencapaian di sekolah mencerminkan keberhasilan dalam membesarkan anak.[13] Terkait dengan metode pengajaran, para orang tua di GBIS Yerusalem Baru  Surabaya sepertinya belum melaksanakan metode mengajar yang tepat seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Hal itu mungkin disebabkan karena kesibukan orang tua mencari nafkah (bekerja), sehingga orang tua kurang memerhatikan tentang pilihan pola mengajar yang diterapkan kepada anak. Kesibukan orang tua menyebabkan anak-anak kurang waktu untuk membangun hubungan yang berkualitas dengan ()rang tua. Disinyalir, bahwa ada anggota jemaat yang sebelum anak-anak bangun, ayahnya sudah berangkat bekerja dan saat pulang anak-anak sudah tidur. Dengan demikian kurang kesempatan berinteraksi antara ayah dan anak. Kurangnya intensitas interaksi tersebut menyebabkan banyak orang ma yang tidak berkesempatan mengajarkan syema ataupun pengajaran iman Kristen dengan baik kepada anak­anak.

Gereja merupakan agen utama dalam mengajarkan pendidikan agama Kristen. Inilah fungsi gereja: Gereja terpanggil untuk beribadah, memberitakan

Firman, melaksanakan sakramen, memelihara kesatuan dan identitasnya sebagai gereja. Gereja memuliakan Allah dengan menempatkan Dia sebagai pusat, dasar dan kuasa hidup umat. Gereja memuliakan Allah melalui persekutuan (koinonia) di antara umat di mana disiplin, kekudusan hidup dan karunia-karunia rohani menjadi nyata. Gereja memuliakan Allah melalui kesaksiannya (marturia) yang mencakup pekabaran Injil ke seluruh dunia dan mengajar umat serta dunia tentang ajaran-ajaran Tuhan, pelayanan sosial (diakonia) serta pemberitaan tentang keadilan dan kebenaran Allah.[14] Fungsi gereja yang ideal tersebut tidak sebanding dengan aplikasinya apabila dikaitkan dengan pengajaran iman Kristen oleh orang tua kepada anak-anak. Sebagaimana yang disampaikan oleh Pdt. Rudianto (Gembala Sidang di GBIS bahwa, GBIS Yerusalem Surabaya belum memiliki pola atau pedoman pelaksanaan untuk melakukan pengajaran iman dari orang tua kepada anak-anaknya.”[15] Sebagai akibat fokus gereja kepada bidang koinonia, marturia dan diakonia, maka gereja kurang memerhatikan usaha membentuk metode penanaman iman kepada orang tua, dan metode penanaman iman dari orang tua kepada anak-anak. Pada hal Tuhan sudah berfirman kepada setiap orang tua melalui nabi Musa dalam Ulangan 6:4-9 tentang bagaimana seharusnya setiap orang tua menanamkan iman kepada anak-anak, dan ayat itu jugs menjadi salah satu pedoman setiap orang tua Kristen dalam mengestafetkan iman Kristen kepada anak-anak. Karena menurut pengamatan sementara oleh peneliti, gereja belum berfokus pada metode pengestafetan iman menurut firman Allah ini, maka hal itu peneliti jadikan topik utama dalam penelitian ini.

Gereja Bethel Injil  Sepenuh (GBIS) Surabaya mulai dengan penginjilan kepada orang-orang yang terbuang (tidak diperhatikan) oleh masyarakat, yaitu kelompok pengamen jalanan, pemulung, pengemis, buruh pabrik, dan gelandangan yang hidup di kolong jembatan. Melihat kehidupan seperti itu tergeraklah hati mahasiswa STT Solagracia Surabaya untuk mendoakan dan  menginjili orang-orang itu. Karena hidup mereka di dunia sengsara, apalagi di akhirat kelak kalau tidak punya Tuhan Yesus akan lebih sengsara lagi. Bertitik tolak dari visi yang sederhana itu beberapa orang bersama dengan mahasiswa sekolah Tinggi Teologi Solagracia membentuk team penginjilan kepada kelompok yang terabaikan itu.

Kelahiran Gereja Bethel Injil Sepenuh diawali dengan keluarnya Pdt. F.G Van Gessel dengan beberapa pendeta lainnya dari GPDI dan membentuk Badan Persekutuan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Surabaya pada tanggal 21 Januari 1952[16]. GBIS lahir dari satu kerinduan untuk mendapatkan kembali gereja, bukan hanya sekedar sebagai satu organisasi gereja, namun juga sebagai organisme, bersifat otonom dan memiliki jiwa fellowship. Sejak kelahirannya, GBIS telah berkembang demikian cepatnya, sehingga dalam waktu 15 tahun telah memiliki kira-kira 450 mata jemaat dengan 70.000 anggota yang tersebar di seluruh persada Nusantara. Sehingga dapat dikatakan, saat itu GBIS telah menjadi organisasi Pentakosta tebesar ke-2 se Indonesia setelah GPdI.[17] Ditinjau dari sejarah berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami bila GBIS Yerusalem Baru Surabaya memiliki jemaat dengan latar belakang yang beragam, baik latar belakang suku, bentuk kekristenan, geraka asal, jenis kelamin, pendidikan, usia dan lain-lain. Adapun kegiatan Gereja yang dilakukan di GBIS selama sepekan adalah : Ibadah Raya pada hari Minggu jam 07.00 pagi, Ibadah Sekolah Minggu jam 09.30 pagi, dan Ibadah Kaum Muda dan Remaja hari Minggu 10.00 pagi. Ibadah kaum pria pada hari Jumat ke 2 & 4 jam 19.00, Ibadah kaum Wanita hari Senin jam 17.00, dan Ibadah Doa Malam, hari Jumat ke 1 & 3 jam 18.00.

 

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka ditemukan identifikasi masalah sebagai berikut:

Pertama, Ibu-ibu di GBIS tidak mencerminkan sikap yang baik kepada anaknya keturunannya, seperti apa yang dilakukan para ibu Israel yang sedang mengandung, yaitu suka makan kurma, makan salad, makan roti ataupun makan ikan tanpa kepala ataupun bernyanyi dan bermain
musik.
Terbukti fakta di lapangan anak-anak (sekolah minggu) yang dilahirkan ibu-ibu di GBIS Yerusalem Baru tidak maksimal dalam pertumbuhanannya, sehingga anak-anak yang dilahirkan tidak segenius anak-anak orang Israel. Hal ini terjadi karena belum adanya buku pedoman baku yang disediakan oleh Badan Penghubung Daerah Jawa Timur. Dengan demikian timbul pertanyaan "Bagaimana metode pengajaran orang tua Israel kepada anak-anak mereka sehingga anak-anak bangsa Israel begitu jenius yang bisa diadopsi oleh para orang tua di GBIS Yerusalem Baru Surabaya?

Kedua, Orang tua murid sekolah Minggu di GBIS umumnya tidak memiliki semua kriteria (Ketujuh kriteria) unggul meriting Budiyana, keempat sampai ketujuh yaitu tidak memunyai pengetahuan teologi; kriteria kelima: tidak memunyai keahlian dalam mengajar; dan kriteria ketujuh: tidak memiliki kesiapan mental dan fisik sebelum mengajar. Pada hal mereka selama enam hari bersama­sama dengan anak-anak di rtunah. Peter Salim menulis bahwa guru adalah: orang yang pekerjaannya mendidik, mengajar, dan mengasuh. nampaknya para orang tua GBIS Yerusalem Baru belum memenuhi syarat itu. Sehingga timbul pertanyaan Pengajaran mana (pola mengajar orang tua sebagai guru, motivasi anak sebagai murid, atau materi pelajaran Pendidikan Agama Kristen) yang dominan dalam menghasilkan anak agar jenius?"

Ketiga, Metode pengajaran iman kepada anak tidak tercermin dengan sempurna di antara jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya. Terdapat orang tua yang telah berjuang mengajarkan iman Kristen kepada anak-anaknya sehingga terjadi proses regenerasi iman, namun masih juga terdapat orang- orang tua yang kurang memperhatikan aspek tersebut. Hal ini terjadi karena belum adanya buku Pedoman Baku yang disediakan oleh Badan Pengurus Daerah Jawa Timur atau Badan Pengurus Pusat GBIS tentang bagaimana tiap orang tua harus mengestafetkan pengajaran iman Kristen kepada anak-anak mereka." Akibat dari kurang lancarnya proses pendidikan iman yang terjadi di antara jemaat GBIS

muncul beberapa kasus di mana terdapat anak-anak anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang setelah dewasa, menikah dengan orang-orang non Kristen dan meninggalkan iman Kristennya. Dengan demikian timbul pertanyaan: "Bagaimana kecenderungan tingkat berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jema Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak di jemaat GBIS Yerusalem Baru.

Keempat, Apabila dibandingkan dengan kehidupan jemaat di GBIS Yerusalem Baru Surabaya di indikasikan bahwa tidak semua anak jemaat dapat di kategorikan sebagai anak-anak yang taat dan hormat baik kepada orang tuanya ataupun guru Sekolah Minggu. Hal tersebut terlihat pada saat diadakan ibadah Sekolah Minggu di Gereja masih ada anak yang ribut dan lari-lari, walaupun sudah berulang-ulang ditegur oleh guru Sekolah Minggu dan orang tuanya. Dengan demikian timbul pertanyaan: "Bagaimanakah jemaat GBIS tentang anak-anak mereka?"

Kelima, Para orang tua di GBIS Yerusalem Baru Surabaya tidak melaksanakan metode mengajar yang tepat seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Hal ini biasa terjadi karena disebabkan dengan kesibukan para orang tua mencari nafkah (bekerja), sehingga berdampak pada orang tua yang kurang memperhatikan tentang pilihan metode mengajar yang tepat kepada anak. Kesibukan orang tua menyebabkan anak-anak kurang waktu untuk membangun hubungan yang berkualitas dengan orang tua. Selanjutnya "Bagaimanakah materi pengajaran yang baik dan benar untuk diberikan oleh para orang tua GBIS Yerusalem Baru Surabaya kepada anak-anak mereka"?

Keenam, Bagaimana Gereja yang ideal tersebut dapat sebanding dengan aplikasinya apabila dikaitkan dengan pengembangan pengajaran tentang iman Kristen oleh orang tua kepada anak-anak. Terbukti apa yang disampaikan oleh Pdt. Rudianto (Gembala Sidang di GBIS bahwa, GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang belum memiliki metode atau pedoman untuk melakukan pengajaran iman dari orang tua kepada anak-anaknya)." Sehingga gereja melakukan pelayanan kepada bidang koinonia, marturia dan diakonia, ini merupakan bukti gereja memperhatikan dan usaha membentuk metode pengembangan pengajaran tentang  iman kepada orang tua, dan metode penanaman iman dari orang tua kepada anak-anak. Dengan demikian timbul pertanyaan: "Dimensi apakah yang paling dominan memengaruhi berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jem Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak di jemaat GBIS Yerusalem Surabaya?"

Keiujuh, ditinjau dari sejarah berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami bila GBIS Yerusalem Surabaya memiliki jemaat dengan latar belakang yang beragam, baik latar belakang suku, bentuk kekristenan, gereja asal, jenis kelamin, pendidikan, usia, dan lain-lain. Sehingga timbul pertanyaan "Kategori latar belakang apakah yang dominan mempengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Surabaya.

 

Batasan Masalah

Melalui uraian yang terdapat pada Latar Belakang Masalah dan Indentifikasi Masalah di atas, maka peneliti perlu melakukan pembatasan masalah penelitian. Pembatasan masalah penelitian bertujuan menghindari pembahasan dan penelitian yang meluas. Dari tujuh identifikasi tersebut di atas peneliti memilih nomor 3, 6 dan 7 yang berbunyi:

Ketiga, Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak belum tercermin dengan sempurna di antara jemaat GBIS Yerusalem Surabaya . Terdapat orang tua yang telah berjuang mengajarkan iman kepada anak-anaknya sehingga terjadi proses regenerasi iman, namun masih juga terdapat orang- orang tua yang kurang memerhatikan aspek tersebut. Hal ini terjadi karena belum adanya buku pedoman baku yang disediakan oleh Badan Pengurus Daerah Jawa Timur atau Badan Pengurus Pusat GBIS tentang bagaimana bap orang tua harus mengestafetkan pengajaran iman Kristen kepada anak-anak mereka." Akibat dari kurang lancarnya proses pendidikan iman yang terjadi di antara jemaat GBIS muncul beberapa kasus di mana terdapat anak-anak anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang setelah dewasa, menikah dengan orang-orang non Kristen dan meninggalkan iman Kristennya. Dengan demikian timbul pertanyaan: "Bagaimanakah kecenderungan tingkat implementasi pengajaran PAK dalam pembentukan iman kepada anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya?"

Keenam, Fungsi gereja yang ideal tersebut tidak sebanding dengan aplikasinya apabila dikaitkan dengan pengajaran iman Kristen oleh orang tua kepada anak-anak. Sebagaimana yang disampaikan oleh Pdt. Rudiasnto Kusumo (Gembala Sidang di GBIS) bahwa, "GBIS Yerusalem Baru Surabaya belum memiliki Metode atau pedoman pelaksanaan untuk melakukan pengajaran iman dari orang tua kepada anak-anaknya." Sebagai akibat fokus gereja kepada bidang koinonia, marturia dan diakonia, maka gereja kurang memperhatikan usaha membentuk metode penanaman iman kepada orang tua, dan metode penanaman iman dari orang tua kepada anak-anak. Karena menurut pengamatan sementara oleh peneliti, gereja belum berfokus pada metode pengestafetan iman menurut firman Allah ini, maka hal itu peneliti jadikan topik utama dalam penelitian ini. Dengan demikian timbul pertanyaan: "Dimensi apakah yang paling dominan memengaruhi implementasi pengembangan pengajaran tentang pembentukan iman kepada anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru?"

Ketujuh, Ditinjau dari sejarah berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami bila GBIS Yerusalem Baru memiliki jemaat dengan latar belakang yang beragam, baik latar belakang suku, bentuk kekristenan, gerja asal, jenis kelamin, pendidikan, usia, dan lain-lain. Sehingga timbul pertanyaan "Kategori latar belakang apakah yang dominan memengaruhi implementasi pola pengajaran iman kepada anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru?"

 

Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1.      Bagaimana kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya?

2.      Dimensi apakah yang paling dominan mempengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya?

3.      Kategori latar belakang apakah Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya?

Penjelasan Istilah

Disertasi ini berjudui "Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru." Penjelasan Istilah berikut adalah usaha untuk memberikan kesamaan persepsi tentang masalah yang diteliti.

Pertama, "kata bagaimana" pengertian bagaimana menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer adalah kata tanya yang menanyakan keadaan, hal, cara dan sebagainya.[18] dengan pertanyaan ini membutuhkan jawaban dalam bab kesimpulan.

Kedua, "kecenderungan tingkat implementasi" pengertian kecenderungan menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah kecondongan sedangkan istilah "Implementasi" artinya adalah pelaksanaan; penerapan.[19] Maksudnya kecondongan implementasi pengembangan pengajaran iman di GBIS apakah cenderung rendah, sedang atau tinggi.

Ketiga, istilah "Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman" adalah seperangkat kegiatan yang digunakan untuk menolong seorang beriman, agar dapat melaksanakan Amanat Agung dengan menjadikan orang murid dan mengembangkan pembuat murid melalui suatu rencana pemahaman Fiman Tuhan secara pribadi.[20] Maksud dalam Disertasi ini adalah implementasi pengembangan pengajaran tentang pembentukan iman oleh orang tua anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru

Keempat, istilah "Kepada Anak" artinya keturunan kedua.[21] Maksudnya adalah Implementasi Pengembangan Pengejaran Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya yang dilaksanakan oleh para orang tua kepada anak-anak mereka.

Kelima,"berdasarkan kitab ulangan 6:4-9" Menurut Frances Blankenbaker yang dimaksud "Kitab Ulangan" adalah kitab kelima dari Alkitab, dan kitab kelima pula dari lima  kitab Taurat dalam Perjanjian Lama.[22] Maksudnya adalah dasar Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang iman Kristus oleh para orang tua kepada anak-anak mereka didasarkan pada Kitab Ulangan 6 mulai ayat 4-9.

Keenam, “Diantara Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya” GBIS adalah singkatan dari Gereja Bethel Injil Sepenuh yang berkedudukan di Jalan Wonorejo IV No. 58-62 Surabaya. Para orang tua dari jemaat Gereja ini yang menjadi objek penelitian Disertasi ini.

Ketujuh, istilah "Dimensi mana dari variabel independen" Menurut  Jainal Mustafa EQ, dimensi adalah merupakan himpunan dari pertikular-pertikular yang disebut indicator. "sedangkan, Variabel Independen (independen variable)" adalah suatu variabel yang variasi nilainya akan memengarui nilai variabel yang lain.[23] Dalam Disertasi ini veriabel bebas ada tiga yaitu: mengajarkan tentang mengasihi Tuhan; mengajarkan secara berulang-ulang dan mengajarkan melalui tanda pengingat.

Kedelapan, yang paling dominan memengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman kepada Anak, pengertian "Dominan" Menurut Peter Salim dan Yenny Salim.

Dominan adalah sangat menentukan; berpengaruh kuat; dan "memengaruhi" adalah: berpengaruh pada; melakukan pengaruh.[24]

Kesembilan, Kategori latar belakang" menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer "kategori" adalah kelompok; golongan; sedangkan "Latar Belakang" adalah hiasan; motif; keterangan tentang suatu peristiwa untuk melengkapi informasi.[25]

Jadi berdasarkan penjelasan istilah di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: bagaimana kecondongan pelaksanaan / penerapan seperangkat kegiatan yang digunakan untuk menolong seorang beriman, agar dapat melaksanakan Amanat Agung dengan menjadikan orang murid dan mengembangkan pembuat murid melalui suatu rencana pemahaman Firman Tuhan secara pribadi Kepada keturunan kedua Berdasarkan kitab kelima dari Alkitab, dan kitab kelima pula dari kitab Taurat dalam Perjanjian Lama di antara Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh yang berkedudukan di Jalan Wonorejo IV No. 58-62 Surabaya himpunan dari pertikular-pertikular yang disebut indikator apakah dan variabel yang variasi nilainya akan memengaruhi nilai variabel yang lain yang paling / sangat menentukan berpengaruh pada kelompok dan motif tentang suatu peristiwa untuk melengkapi informasi.

 

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka secara rinci penelitian ini bertujuan:

1.      Untuk mengetahui kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.

2.      Untuk mengetahui dimensi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.

3.      Untuk mengetahui kategori Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.

 

Kepentingan Penelitian

Kepentingan penelitian dibedakan menjadi kepentingan teoritis dan kepentingan praktis.

Kepentingan Teoritis

1.      Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran, khususnya pada mata kuliah Metode Pembelajaran dan Pendidikan Anak dan Pendidikan Agama Kristen umumnya.

2.      Bagi ilmu Pendidikan, pembahasan dan hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan khusus tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan dalam hal proses penanaman iman oleh setiap orang ma Kristen kepada anak­anak mereka secara alkitabiah turun temurun= sampai selama-lamanya.

Kepentingan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi anggota jemaat       GBIS Yerusalem Baru Surabaya khususnya dan para orang tua Kristen umumnya tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan dalam hal proses penanaman iman Kristen oleh setiap orang tua Kristen kepada anak-anaknya.

1.        Bagi anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya, sebagai masukan dalam meningkatkan kedewasaan rohani setiap orang tua Kristen, terutama di dalam pemahaman yang benar dan dalam mengestafetkan iman Kristen yang membutuhkan kesadaran tinggi serta keseriusan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.

2.        Bagi para pendidik Kristen, sebagai masukan dan refleksi agar melaksanakan proses pendidikan menggunakan metode pembelajaran yang alkitabiah namun efektif dan efesien dalam mewujudkan pendidikan iman Kristen kepada anak­anak seperti yang diajarkan oleh finnan Tuhan. Di samping itu para pendidik kiranya dapat berusaha keras untuk merelevansikan materi pengajaran iman sesuai Alkitab dengan metode pengajaran yang tepat, sehingga akan memeroleh hasil lebih nyata.

 



[1] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK 1994, hal 51

[2]Burhan N.H, Mata Yahudi Mengintai Dunia (t.t.: Soulmate Book, t.th.), 151.

[3]Ibid. 152-154.

[4]Ibid. 151.

[5] Hardi Budiyana, Dasar-dasar Pendidikan Kristen (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), 164.

[6] Ibid 164.

[7]Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modem English Press, 1995), 494.

8Homrighausen dan Enklaar, Pendidikan Agarna Kristen, cetakan ke-26 (Jakarta: BPK       Gunung Mulia, 2012), 2-4.

[9]Suparlan: Wawancara, 6 Nopember 2019.

[10]  SABDA.(OLB versi Indonesia) 4.30.

[11] Ibu Maria. Wawancara dengan guru Sekolah Minggu . Tanggal 1 November 2019.

[12] H. H. Rowley. lbadat Israel Kuno, Cetakan ke- 6 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011).

[13] Amy Chua, Battle Mymn of the Tiger Mother. Cara Mendidik Anak Cigar Sukses. Ala

China (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011),5.

[14] Hardi Budivana, Dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen, 201-202.

[15] Rudianto Kusumo. Wawancara, 28 Mei 2019.

[16] BP.GBIS.th.2000.

[17] Sekretariat: Badan Penghubung GBIS, Jl.Wonorejo IV/58-62 Surabaya

 

17.Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 117.

[19] Poerwadarminta, Kamus Um= Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), 377.

[20] Metode Pemuridan, Kehidupan Anda dalam Kristus (Bandung: Kalam Hidup, 1973), 3.

[21] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 38.

[22] Frances Blankenbaker, Inn Alkitab Untuk Pemula (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977), 56.

[23] Jainal Mustafa EQ, Mengurai Pariabel hingga Instrumentasi (Yogyakarta: Graha limn, 2009), hal.23.

[24] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 356, 1126.

[25] Ibid., 672,838.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

  BAB 1 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN   A. Pengertian Pendidikan (secara umum): 1. Apakah arti pendidikan ? Lebih daripada sekedar s...