BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama
pada Disertasi ini merupakan pendahuluan penelitian yang garis besar berisi Latar Belakang
Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah Penelitian, Perumusan Masalah Penelitian, Tujuan
Penelitian dan Kepentingan Masalah. Berikut uraian dari masing-masing sub bab
tersebut :
Latar Belakang
A. Pengantar kitab Ulangan
Sebagian besar orang Kristen maupun
orang Yahudi meyakini bahwa kitab Ulangan ditulis oleh Musa sebelum kematiannya
pada sekitar tahun 1405 SM. Tema kitab ini tentang ‘Pembaharuan Perjanjian’
dimana Musa menyampaikan pidato kepada orang Israel sebelum memasuki tanah
Kanaan.
Kitab ini berisi amanat perpisahan Musa
yang dalamanya ia mengulas kembali dan memperbaharui perjanjian Allah dengan
Israel demi angkatan Israel yang baru. Mereka kini sudah mencapai akhir dari
pengembaraahan dipadang gurun dan siap masuk kekanaan. Sebagian besar angkatan
ini tidak mengingat paskah yang pertama, penyebrangan laut merah atau pemberian
hukum digunung Sinai. Mereka memerlukan pengisahan kembali yang bersemangat
mengenai perjanjian hukum taurat, dan kesetian Allah dan suatu pernyataan baru
mengenai berbagai berkat yang menyertai ketaatan dan kutuk yang menyertai
ketidaktaatan. Berbeda dengan kitab Bilangan yang mencatat pengembaraan “
angkatan keluaran” bangsa Israel yang memberontak selama 39 tahun, kitab
ulangan meliputi masa yang pendek sekitar satu bulan pada satu tempat didaratan
moab sebelah timur Yerikho dan sungai Yordan.
Ulangan ditulis oleh Musa ( 39:
9,24-26; bd 4: 44-46; 29:1) dan diwariskan kepada Israel sebagai
dokumen perjanjian untuk dibacakan seluruhnya dihadapan seluruh bangsa setiap 7
tahun ( 31: 10-13). Musa mungkin menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang
kematiannya sekitar tahun 1405 SM.[1]
Bahwa Musa menulis kitab ini ditegaskan oleh:
1.
Pentateukh Samaria dan Yahudi
2. Para penulis PL misalnya ( Yos 1:7;1 Raj 2: 3; 2 Raj
14:6; Ezra 3: 2; Nehemia 1: 8-9; Daniel
9: 11 ).
3. Yesus ( Mat 19: 7-9 ; Yoh 5:45-47) dan
penulis perjanjian baru yang lain misalnya (Kis 3: 22-23; Rom 10: 19).
4.
Para cendikiawan Kristen zaman dahulu.
5.
Cendikiawan konservatif masa kini
6.
Bukti didalam kitab ulangan sendiri ( misalnya kesamaan susunan dengan
bentuk-bentuk perjanjian yang ditulis pada abad 15 SM ) kisah kematian Musa (
pasal 34) sudah pasti ditambahkan segera sesudah peristiwa itu terjadi ( sangat
mungkin oleh Yosua ) sebagai penghargaan yang layak bagi Musa, hamba Tuhan itu.
B. Tujuan Kitab Ulangan
Sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada
Yosua untuk penaklukan Kanaan maksud Musa mula-mula ialah untuk menasehati dan
mengarahkan angkatan Israel yang baru tentang :
1. Perbuatan-perbuatan perkasa dan janji-janji Allah
2. Kewajiban mereka
bertalian dengan perjanjian untuk beriman dan taat.
3. Perlunya
mereka menyerahkan diri untuk takut kepada Tuhan, hidup didalam kehendaknya
serta mengasihi dan menghormati Dia dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan
meraka.Fakta menunjukkan bahwa kecerdasan orang Israel menghasilkan banyak
sekali tokoh brilian. Berikut adalah beberapa contohnya.
Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas
sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia dianugerahi penghargaan Nobel
dalam Fisika pada tahun 1921, karenanya ia menjadi terkenal ke seluruh dunia.
David Ricardo adalah seorang pakar ekonomi politik. Pemikiran Ricardo yang
paling berpengaruh dalam ekonomi klasik adalah teorinya mengenai keunggulan
komparatif dan teori nilai. Ricardo. adalah anak ke-3 dari 17 bersaudara, putra
dari keluarga Yahudi berdarah Portugis. Steven Allan Spielberg adalah seorang
sutradara dan prothiser film ternama keturunan Yahudi asal Amerika Serikat. Ia
telah memeroleh tiga penghargaan Oscar (Academy Award) serta satu penghargaan
Kehormatan Seumur Hidup. Mark Zuckerberg adalah pemrogram computer dan
pengusaha internet. Ia dikenal karena menciptakan situs jejaring sosial
Facebook bersama temannya. Dengan hasil itu ia menjadi pejabat eksekutif (pejabat
operasi tertinggi). Karl Henrich Marx adalah seorang filsuf, pakar ekonomi
politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Ia lahir dari keluarga progresif
Yahudi. Burhan mengatakan bahwa tokoh-tokoh tersebut di atas adalah contoh
orang-orang populer kaliber dunia keturunan Yahudi. Produk-produk terkenal yang
setiap hari digunakan oleh banyak orang sebagian besar adalah produk orang itu.
Orangorang itu adalah para ilmuwan yang pemikirannya mengubah dunia, sehingga
ada yang mengatakan bahwa tiga dari empat orang Yahudi adalah doktor.[2]
Bagaimana para orang tua Israel
mengajarkan iman kepada anak, sehingga bisa cemerlang dalam berpikir seperti
itu? Apakah ada pola pengajaran tertentu yang dilakukan oleh orang tua Israel
kepada anak-anak itu? Inilah rahasianya.
Pada umumnya di Israel, setelah seorang
ibu mengetahui bahwa ia mengandung, maka ibu tersebut akan sangat memperhatikan pola
asupan makannya. Sang ibu menjadi gemar makan kacang, kurma dengan susu, roti,
salad, dan buah-buahan. Juga makan ikan tanpa kepala sebab diyakini bahwa
kepala ikan mengandung zat kimia yang akan merusak perkembangan otak. Dan yang
lebih unik lagi adalah gaya hidupnya, yaitu sang ibu akan sering bernyanyi dan
bennain piano, bersama suami rajin belajar matematika, memecahkan soal bersama.
Dimungkinkan karena pola makan dan kebiasaan-kebiasaan yang unik itu yang
menciptakan generasi yang berkualitan.[3]
Burhan mengatakan bahwa rata-rata anak-anak orang Israel bisa berbicara dalam
tiga bahasa, yaitu bahasa Ibrani, Arab, dan Inggris. Ivlereka juga sejak kecil
telah dilatih bermain musik, entah biota atau piano, sebagai sebuah kewajibati.
Menurut penelitian, belajar musik sedan kecil dapat merangsang pertumbuhan IQ.[4]
Berbeda halnya dengan para ibu anggota jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh
(GBIS) Yerusalem Baru Surabaya. Ibu-ibu di gereja ini belum melakukan seperti
apa yang dilakukan para ibu Israel yang sedang mengandung yaitu suka makan kurma, makan salad,
makan roti ataupun makan ikan tanpa kepala ataupun bernyanyi dan bermain musik.
Kebanyakan ibu di GBIS belum konsisten
melaksanakan semua itu, sehingga
anak-anak yang dilahirkan tidak segenius anak-anak orang Israel.
Dalam menanamkan iman Kristen, Hardi
Budiyana dalam bukunya mengatakan, bahwa ada tiga unsur pengajaran di sekolah,
yaitu: (1) Guru yang memenuhi tujuh kriteria (kualifikasi) unggul, (2) Murid
(anak didik) yang akan sukses dalam pembelajaran jika memunyai motivasi yang
kuat, dan (3) Materi pengajaran Kristen yang harus bertolak dari Alkitab.[5]
Sejajar dengan pandangan Budiyana di atas, ada tiga unsur pengajaran iman di
GBIS yaitu: Pertama, guru Sekolah Minggu di Gereja pada hari minggu dan orang
tua
pada hari-hari lainnya di rumah. Kedua, murid Sekolah Minggu yang terdiri dari
berbagai lapisan umur. Ketiga, materi pengajaran Sekolah Minggu yang berpedoman
pada buku panduan yang sudah didasarkan pada ajaran Alkitab.
Ketujuh kriteria (kualifikasi) unggul
menurut Budiyana di atas yang dimiliki guru adalah: Pertama, bertumbuh dalam iman kepada Kristus. Kedua, bertumbuh dalam kehidupan Kristen. Ketiga, bersikap positif dan memunyai semangat rohani. Keempat, mempunyai pengetahuan
teologi yang alkitabiah. Kelima, mempunyai keahlian
dalam mengajar. Keenam, mempunyai
kewaspadaan terhadap kehidupan duniawi yang jahat. Ketujuh, memiliki kesiapan mental dan fisik sebelum mengajar.[6]
Ketujuh kriteria guru yang disebutkan oleh Hardi Budiyana di atas sudah
dimiliki oleh para guru Sekolah Minggu GBIS Yerusalem Baru Surabaya, sebab
ketiga orang pengasuh Sekolah Minggunya sudah bergelar Sarjana Teologi.
Sedangkan orang tua murid sekolah Minggu umumnya belum memiliki kriteria
keempat sampai ketujuh yaitu tidak memunyai pengetahuan teologi; kriteria
kelima: tidak mempunyai
keahlian dalam mengajar; dan kriteria ketujuh: tidak memiliki kesiapan mental
dan fisik sebelum mengajar. Pada hal mereka selama enam hari bersama-sama
dengan anak-anak di rumah. Peter Salim menulis bahwa guru adalah: orang yang
pekerjaannya mendidik, mengajar, dan mengasuh.[7]
Kapankah dimulainya pendidikan agama?
Pendidikan agama dimulai ketika agama mulai muncul dalam hidup manusia. Tiap
agama di dunia ini mempunyai
sistem pendidikannya sendiri-sendiri. Entah bagaimana pun isi, cara dan bentuk
pendidikannya, pasti ada. Setiap agama merasa perlu mengajar anakanak mereka tentang iman
atau kepercayaan yang dimiliki, adat-istiadat, dan kebaktian
agama itu. Dalam masyarakat. Isarel, sebelum anak-anak ditahbiskan menjadi
anggota penuh di dalam keluarganya, wajiblah mereka diajar dan dilatih dalam
segala teori dan praktik dalam agama Yahudi. Akan tetapi,
kapankah pengajaran agama Kristen dimulai? Pengajaran agama Kristen berpangkal
pada persekutuan umat Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Oleh sebab itu, untuk
menemukan akar-akar pengajaran Kristen, haruslah menggali Alkitab, yang merupakan
pernyataan
rahasia keselamatan Allah kepada bangsa-bangsa dan karya maha agung yang telah dialami umat Tuhan di bawah pimpinan-Nya
sepanjang sejarah hidup mereka.
Menurut Homrighousen nenek moyang orang
Israel, yaitu Abraham, Ishak, dan Yakub, masing-masing menjadi guru bagi
seluruh keluarganya. Sebagai bapa-bapa dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan
pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi
juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia
itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat bagi Israel turun temurun.
Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya
yang agung itu guna keselamatan umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu
perlu dijelaskan kepada anak cucunya. Ishak (anak Abraham) meneruskan
pengajaran yang penting di atas. Kemudian anaknya, Yakub juga menanamkan segala
perkara itu ke dalam batin anak-anaknya. Sebagai hasilnya, Yusuf menyimpan
pengajaran ayahnya kemanapun ia pergi. Secara umum janji-janji Tuhan kepada
Abraham, lshak, dan Yakub itu tetap terpelihara oleh orang Israel (bangsa
Israel). Tuhan telah memasuki hidup mereka, karena Tuhan mau memakai bangsa itu
sebagai alat-Nya.
Atas perintah Tuhanlah keinsafan itu dipupuk dan diperdalam dengan jalan
pengajaran kepada tiap-tiap angkatan muda. Nabi Musa dipilih pula oleh Tuhan
untuk membebaskan umat-Nya dari penindasan. Musalah yang diangkat menjadi
panglima dan pemimpinnya, juga menjadi guru dan pemberi hukum-hukum bagi
mereka. Musa mendidik mereka di padang belantara dan mengatur pendidikan itu
dengan jitu dan tepat. Pendidikan itu dilanjutkan oleh pengganti-penggantinya.
Tiap-tiap keturunan Israel juga menyampaikan tiap pengajaran itu kepada
keturunan yang berikut. Proses ini berlangsung terus menerus beratus bahkan
beribu tahun lamanya. Pendidikan itu mulai dalam masing-masing rumah tangga dan
diteruskan dalam kebaktian-kebaktian umum dan pada pengajaran dalam Taurat
Tuhan. Tuhan Allah sendirilah yang merupakan pusat dan tujuan segala pengajaran
masyarakat Israel. Segala hal ikhwal masyarakat umum juga dipelajari dan diatur
dalam terang penyataan Tuhan.[8]
Regenerasi iman yang terjadi dalam
kehidupan Abraham, Ishak, Yakub
merupakan metode
yang tentu
diwarisi oleh orang-orang Israel. Metode yang demikian belum tercermin dengan
sempurna di antara jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya. Terdapat orang tua yang
telah berjuang mengajarkan iman Kristen kepada anak-anaknya sehingga terjadi
proses regenerasi iman, namun masih juga terdapat orang-orang tua yang kurang
memerhatikan aspek tersebut. Hal ini terjadi karena belum adanya buku Pedoman
Baku yang disediakan oleh Badan Pengurus Daerah Jawa Timur atau Badan Pengurus
Pusat GBIS tentang
bagaimana tiap orang tua harus mengestafetkan pengajaran iman Kristen kepada
anak-anak mereka.[9]
Akibat dan kurang lancarnya proses pendidikan iman yang terjadi diantara jemaat
GBIS muncul beberapa kasus dimana terdapat anak-anak anggota jemaat GBIS
Yerusalem Baru Surabaya yang setelah dewasa, menikah dengan orang-orang non
Kristen dan meninggalkan iman Kristennya.
Dalam pandangan orang tua Israel,
anak-anak dipandang sebagai anugerah Allah, sebab mereka kelak akan merawat
orang tua serta meneruskan nama keluarga setelah orang tua meninggal. Namun
demikian tidak banyak hak yang dimiliki oleh seorang anak. Mereka mesti
sepenuhnya taat dan melakukan apa saja yang diperintahkan orang tua. Bahkan
Yesus yang lahir di kalangan orang Israel (bangsa Israel) pun sering
menggunakan anak sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa kuasa dan kekuatan
tidak berlaku dalam kerajaan Allah. Yang dikehendaki Allah hanyalah ketaatan.[10]
Metode
pengajaran iman di antara anak-anak Israel terlihat menunjukkan penekanan yang
tinggi pada ketaatan anak. Banyak bagian Alkitab yang mengajarkan bahwa ketaatan
dan hormat
kepada orang tua akan menghasilkan berkat dan umur panjang. Apabila
dibandingkan dengan kehidupan jemaat di GBIS Yerusalem Baru Surabaya
diindikasikan bahwa belum semua anak jemaat dapat dikategorikan sebagai
anak-anak yang taat dan hormat baik kepada orang tuanya ataupun guru Sekolah
Minggu. Hal tersebut terlihat pada saat diadakan ibadah Sekolah Minggu di
Gereja masih ada anak yang ribut dan lari-lari, walaupun sudah berulang-ulang
ditegur oleh guru Sekolah Minggu dan orang tuanya.[11]
Menurut Rowley, Shema (pengakuan iman
orang Israel) yang terdapat dalam Ulangan 6:4-5 yang dikutip oleh Yesus ketika
la ditanya, "Hukum
manakah yang terutama dalam kitab Taurat (Mrk 12: 28-34)”[12]
berbunyi,
"Dengarlah,
hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
kekuatanmu" (UI 6:4-5, TB). "Saudara-saudara, ingatlah! Hanya TUHAN,
dan TUHAN saja Allah kita! Hanya ... Allah kita, atau TUHAN, Allah kita, TUHAN
itu Esa. Cintailah TUHAN Allahmu dengan sepenuh hatimu: Tunjukkanlah itu dalam
cara hidupmu dan dalam perbuatanmu" (BIS)
Sehubungan dengan hal shema tersebut di
atas, nampaknya masih ada orang tua anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya
yang belum mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Hal tersebut tercermin dari
cara hidup mereka dan dalam perbuatan mereka. Sebab kenyataan, masih ada
anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang datang terlambat beribadah
pada hari Minggu dan doa malam pada hari Jumat, bahkan ada jemaat yang baru
tiba di gereja menjelang khotbah dimulai. Menurut Sijabat, untuk menentukan metode pengajaran
harus berpikir tentang hal-hal yang menyangkut: siapa anak didik yang dihadapi,
apa tujuan pembelajarannya, serta bagaimana cara mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Amy Chua dalam bukunya Cara Mendidik Anak Agar Sukses ala China,
percaya bahwa anaknya mampu menjadi murid terbaik dan pencapaian di sekolah
mencerminkan keberhasilan dalam membesarkan anak.[13]
Terkait dengan metode
pengajaran, para orang tua di GBIS Yerusalem Baru Surabaya sepertinya belum melaksanakan metode mengajar yang
tepat seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Hal itu mungkin disebabkan karena
kesibukan orang tua mencari nafkah (bekerja), sehingga orang tua kurang memerhatikan
tentang pilihan pola mengajar yang diterapkan kepada anak. Kesibukan orang tua
menyebabkan anak-anak kurang waktu untuk membangun hubungan yang berkualitas
dengan ()rang tua. Disinyalir, bahwa ada anggota jemaat yang sebelum anak-anak
bangun, ayahnya sudah berangkat bekerja dan saat pulang anak-anak sudah tidur.
Dengan demikian kurang kesempatan berinteraksi antara ayah dan anak. Kurangnya
intensitas interaksi tersebut menyebabkan banyak orang ma yang tidak
berkesempatan mengajarkan syema
ataupun pengajaran iman Kristen dengan baik kepada anakanak.
Gereja merupakan agen utama dalam
mengajarkan pendidikan agama Kristen. Inilah fungsi gereja: Gereja terpanggil
untuk beribadah, memberitakan
Firman, melaksanakan sakramen,
memelihara kesatuan dan identitasnya sebagai gereja. Gereja memuliakan Allah
dengan menempatkan Dia sebagai pusat, dasar dan kuasa hidup umat. Gereja memuliakan
Allah melalui persekutuan (koinonia)
di antara umat di mana disiplin, kekudusan hidup dan karunia-karunia rohani
menjadi nyata. Gereja memuliakan Allah melalui kesaksiannya (marturia) yang mencakup pekabaran Injil
ke seluruh dunia dan mengajar umat serta dunia tentang ajaran-ajaran Tuhan,
pelayanan sosial (diakonia) serta
pemberitaan tentang keadilan dan kebenaran Allah.[14] Fungsi
gereja yang ideal tersebut tidak sebanding dengan aplikasinya apabila dikaitkan
dengan pengajaran iman Kristen oleh orang tua kepada anak-anak. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Pdt. Rudianto (Gembala Sidang di GBIS bahwa, “GBIS Yerusalem
Surabaya belum memiliki pola atau pedoman pelaksanaan untuk melakukan
pengajaran iman dari orang tua kepada anak-anaknya.”[15]
Sebagai akibat fokus gereja kepada bidang koinonia,
marturia dan diakonia, maka
gereja kurang memerhatikan usaha membentuk metode penanaman iman kepada
orang tua, dan metode
penanaman iman dari orang tua kepada anak-anak. Pada hal Tuhan sudah berfirman
kepada setiap orang tua melalui nabi Musa dalam Ulangan 6:4-9 tentang bagaimana
seharusnya setiap orang tua menanamkan iman kepada anak-anak, dan ayat itu jugs
menjadi salah satu pedoman setiap orang tua Kristen dalam mengestafetkan iman
Kristen kepada anak-anak. Karena menurut pengamatan sementara oleh peneliti,
gereja belum berfokus pada
metode
pengestafetan iman menurut firman Allah ini, maka hal itu peneliti jadikan
topik utama dalam penelitian ini.
Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Surabaya mulai dengan
penginjilan kepada orang-orang yang terbuang (tidak diperhatikan) oleh
masyarakat, yaitu kelompok pengamen jalanan, pemulung, pengemis, buruh pabrik,
dan gelandangan yang hidup di kolong jembatan. Melihat kehidupan seperti itu
tergeraklah hati mahasiswa STT Solagracia Surabaya untuk mendoakan dan menginjili orang-orang itu. Karena hidup
mereka di dunia sengsara, apalagi di akhirat kelak kalau tidak punya Tuhan
Yesus akan lebih sengsara lagi. Bertitik tolak dari visi yang sederhana itu
beberapa orang bersama dengan mahasiswa sekolah Tinggi Teologi Solagracia membentuk
team penginjilan kepada kelompok yang terabaikan itu.
Kelahiran Gereja Bethel Injil Sepenuh diawali dengan keluarnya Pdt. F.G Van
Gessel dengan beberapa pendeta lainnya dari GPDI dan membentuk Badan
Persekutuan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Surabaya pada tanggal 21 Januari 1952[16]. GBIS lahir dari
satu kerinduan untuk mendapatkan kembali gereja, bukan hanya sekedar sebagai satu organisasi gereja, namun juga
sebagai organisme, bersifat otonom dan memiliki
jiwa fellowship. Sejak kelahirannya, GBIS telah berkembang demikian
cepatnya, sehingga dalam waktu 15 tahun telah memiliki kira-kira 450 mata
jemaat dengan 70.000
anggota yang tersebar di seluruh persada Nusantara. Sehingga dapat dikatakan,
saat itu GBIS telah menjadi organisasi Pentakosta tebesar ke-2 se Indonesia setelah GPdI.[17] Ditinjau
dari sejarah berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami
bila GBIS Yerusalem Baru Surabaya memiliki jemaat dengan latar belakang yang
beragam, baik latar belakang suku, bentuk kekristenan, geraka asal, jenis
kelamin, pendidikan, usia dan lain-lain. Adapun kegiatan Gereja yang dilakukan
di GBIS selama sepekan adalah : Ibadah Raya pada hari Minggu jam 07.00 pagi,
Ibadah Sekolah Minggu jam 09.30 pagi, dan Ibadah Kaum Muda dan Remaja hari
Minggu 10.00 pagi. Ibadah kaum pria pada hari Jumat
ke 2 & 4
jam 19.00, Ibadah kaum Wanita hari Senin jam 17.00, dan Ibadah Doa
Malam, hari Jumat ke 1
& 3 jam 18.00.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
diuraikan di atas
maka ditemukan
identifikasi masalah sebagai berikut:
Pertama,
Ibu-ibu di GBIS tidak mencerminkan
sikap yang baik kepada anaknya keturunannya, seperti apa
yang dilakukan para ibu Israel yang sedang mengandung, yaitu suka makan
kurma, makan salad, makan roti ataupun makan ikan tanpa kepala ataupun bernyanyi dan bermain
musik. Terbukti fakta di
lapangan anak-anak (sekolah minggu) yang dilahirkan ibu-ibu
di GBIS Yerusalem Baru
tidak maksimal dalam pertumbuhanannya, sehingga
anak-anak yang dilahirkan tidak segenius anak-anak orang Israel. Hal ini terjadi karena belum adanya
buku pedoman baku yang disediakan oleh Badan Penghubung Daerah Jawa Timur. Dengan
demikian timbul pertanyaan "Bagaimana metode pengajaran orang tua Israel
kepada anak-anak mereka sehingga anak-anak bangsa Israel begitu jenius yang
bisa diadopsi oleh para orang tua di GBIS Yerusalem Baru Surabaya?
Kedua, Orang tua murid sekolah Minggu di GBIS umumnya tidak memiliki semua
kriteria (Ketujuh kriteria) unggul meriting Budiyana, keempat sampai ketujuh
yaitu tidak memunyai pengetahuan teologi; kriteria kelima: tidak memunyai
keahlian dalam mengajar; dan kriteria ketujuh: tidak memiliki kesiapan mental
dan fisik sebelum mengajar. Pada hal mereka selama
enam hari bersamasama dengan anak-anak di rtunah. Peter Salim menulis bahwa guru
adalah: orang yang pekerjaannya mendidik, mengajar, dan mengasuh. nampaknya
para orang tua GBIS Yerusalem Baru belum memenuhi syarat itu. Sehingga timbul
pertanyaan Pengajaran mana (pola mengajar orang tua sebagai guru, motivasi anak
sebagai murid, atau materi pelajaran Pendidikan Agama Kristen) yang dominan
dalam menghasilkan anak agar jenius?"
Ketiga,
Metode
pengajaran iman kepada anak tidak tercermin dengan sempurna di antara jemaat
GBIS Yerusalem Baru Surabaya. Terdapat orang tua yang telah berjuang mengajarkan iman Kristen kepada
anak-anaknya sehingga terjadi proses regenerasi iman, namun masih juga terdapat
orang- orang tua yang kurang memperhatikan aspek tersebut. Hal ini terjadi
karena belum adanya buku Pedoman Baku yang disediakan oleh Badan Pengurus
Daerah Jawa Timur atau Badan Pengurus Pusat GBIS tentang bagaimana tiap orang
tua harus mengestafetkan pengajaran iman Kristen kepada anak-anak mereka."
Akibat dari kurang lancarnya proses pendidikan iman yang terjadi di antara
jemaat GBIS
muncul beberapa kasus di mana terdapat
anak-anak anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang setelah dewasa,
menikah dengan orang-orang non Kristen dan meninggalkan iman Kristennya. Dengan
demikian timbul pertanyaan: "Bagaimana kecenderungan tingkat berdasarkan Kitab
Ulangan 6:4-9 di antara Jema Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak di jemaat GBIS Yerusalem Baru.
Keempat, Apabila dibandingkan dengan kehidupan jemaat di GBIS Yerusalem Baru
Surabaya di indikasikan bahwa tidak semua anak jemaat dapat di kategorikan
sebagai anak-anak yang taat dan hormat baik kepada orang tuanya ataupun guru
Sekolah Minggu. Hal tersebut terlihat pada saat diadakan ibadah Sekolah Minggu
di Gereja masih ada anak yang ribut dan lari-lari, walaupun sudah
berulang-ulang ditegur oleh guru Sekolah Minggu dan orang tuanya. Dengan
demikian timbul pertanyaan: "Bagaimanakah jemaat GBIS tentang anak-anak
mereka?"
Kelima,
Para
orang tua di GBIS Yerusalem
Baru Surabaya tidak melaksanakan metode mengajar yang tepat
seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Hal ini biasa terjadi karena disebabkan dengan kesibukan para orang tua
mencari nafkah
(bekerja), sehingga berdampak
pada orang tua yang kurang memperhatikan tentang
pilihan metode
mengajar yang tepat
kepada anak. Kesibukan orang tua menyebabkan anak-anak kurang waktu untuk
membangun hubungan yang berkualitas dengan orang tua. Selanjutnya "Bagaimanakah materi pengajaran yang
baik dan benar
untuk diberikan oleh para orang tua GBIS
Yerusalem Baru Surabaya
kepada anak-anak mereka"?
Keenam,
Bagaimana Gereja
yang ideal tersebut dapat
sebanding dengan aplikasinya
apabila dikaitkan dengan pengembangan
pengajaran tentang iman Kristen oleh orang tua kepada
anak-anak. Terbukti apa
yang disampaikan oleh Pdt. Rudianto (Gembala Sidang di GBIS
bahwa, GBIS Yerusalem Baru Surabaya yang belum memiliki metode atau pedoman untuk
melakukan pengajaran iman dari orang tua kepada anak-anaknya)." Sehingga gereja melakukan pelayanan kepada
bidang koinonia, marturia dan diakonia, ini merupakan bukti gereja memperhatikan dan usaha membentuk
metode
pengembangan pengajaran tentang iman kepada orang tua, dan metode penanaman iman
dari orang tua kepada anak-anak. Dengan demikian timbul pertanyaan:
"Dimensi apakah yang paling dominan memengaruhi berdasarkan Kitab Ulangan
6:4-9 di antara Jem Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak di jemaat GBIS Yerusalem Surabaya?"
Keiujuh,
ditinjau
dari sejarah berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami
bila GBIS Yerusalem Surabaya memiliki jemaat dengan latar belakang yang
beragam, baik latar belakang suku, bentuk kekristenan, gereja asal, jenis
kelamin, pendidikan, usia, dan lain-lain. Sehingga timbul pertanyaan
"Kategori latar belakang apakah yang dominan mempengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat
GBIS Yerusalem Surabaya.
Batasan Masalah
Melalui uraian yang terdapat pada Latar
Belakang Masalah dan Indentifikasi Masalah di atas, maka peneliti perlu
melakukan pembatasan masalah penelitian. Pembatasan masalah penelitian
bertujuan menghindari pembahasan dan penelitian yang meluas. Dari tujuh
identifikasi tersebut di atas peneliti memilih nomor 3, 6 dan 7 yang berbunyi:
Ketiga, Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak belum tercermin dengan sempurna di antara jemaat
GBIS Yerusalem Surabaya . Terdapat orang tua yang telah berjuang mengajarkan
iman kepada anak-anaknya sehingga terjadi proses regenerasi iman, namun masih juga terdapat
orang- orang tua yang kurang memerhatikan aspek tersebut. Hal ini terjadi
karena belum adanya buku pedoman
baku
yang disediakan oleh Badan Pengurus Daerah Jawa Timur atau Badan Pengurus Pusat GBIS
tentang bagaimana bap orang tua harus mengestafetkan pengajaran iman Kristen
kepada anak-anak mereka." Akibat dari kurang lancarnya proses pendidikan
iman yang terjadi di antara jemaat GBIS muncul beberapa kasus di mana terdapat
anak-anak anggota jemaat GBIS
Yerusalem Baru Surabaya yang setelah dewasa, menikah
dengan orang-orang non Kristen dan meninggalkan iman Kristennya. Dengan
demikian timbul pertanyaan: "Bagaimanakah kecenderungan tingkat
implementasi pengajaran
PAK dalam pembentukan iman kepada anak berdasarkan
Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya?"
Keenam, Fungsi gereja yang ideal
tersebut tidak sebanding dengan aplikasinya apabila dikaitkan dengan pengajaran
iman Kristen oleh orang tua kepada anak-anak. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Pdt. Rudiasnto Kusumo
(Gembala Sidang di GBIS) bahwa, "GBIS Yerusalem Baru
Surabaya belum memiliki Metode
atau pedoman pelaksanaan untuk melakukan pengajaran iman dari orang tua kepada
anak-anaknya." Sebagai akibat fokus gereja kepada bidang koinonia, marturia dan diakonia, maka gereja kurang memperhatikan usaha
membentuk metode
penanaman iman kepada orang tua, dan metode penanaman iman dari orang tua kepada
anak-anak. Karena menurut pengamatan sementara oleh peneliti, gereja belum
berfokus pada metode
pengestafetan iman menurut firman Allah ini, maka hal itu peneliti jadikan
topik utama dalam penelitian ini. Dengan demikian timbul pertanyaan:
"Dimensi apakah yang paling dominan memengaruhi implementasi pengembangan
pengajaran tentang
pembentukan iman kepada anak berdasarkan Kitab
Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru?"
Ketujuh, Ditinjau dari sejarah
berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami bila GBIS
Yerusalem Baru memiliki jemaat dengan latar belakang yang beragam, baik latar
belakang suku, bentuk kekristenan, gerja asal, jenis kelamin, pendidikan, usia,
dan lain-lain. Sehingga timbul pertanyaan "Kategori latar belakang apakah
yang dominan memengaruhi implementasi pola pengajaran iman kepada anak
berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru?"
Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel
Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya?
2. Dimensi apakah yang paling dominan
mempengaruhi Implementasi Pengembangan
Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak
Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru
Surabaya?
3. Kategori latar belakang apakah Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang
Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja
Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya?
Penjelasan Istilah
Disertasi ini berjudui
"Implementasi Pengembangan
Pengajaran tentang Pembentukan Iman kepada Anak
Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru."
Penjelasan Istilah berikut adalah usaha untuk memberikan kesamaan persepsi
tentang masalah yang diteliti.
Pertama,
"kata bagaimana" pengertian bagaimana menurut kamus bahasa Indonesia
kontemporer adalah kata tanya yang menanyakan keadaan, hal, cara dan
sebagainya.[18]
dengan pertanyaan ini membutuhkan jawaban dalam bab kesimpulan.
Kedua,
"kecenderungan tingkat implementasi" pengertian kecenderungan menurut
kamus umum bahasa Indonesia adalah kecondongan sedangkan istilah
"Implementasi" artinya adalah pelaksanaan; penerapan.[19]
Maksudnya kecondongan implementasi pengembangan pengajaran iman di GBIS apakah
cenderung rendah, sedang atau tinggi.
Ketiga,
istilah "Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman"
adalah seperangkat kegiatan yang digunakan untuk menolong seorang beriman, agar
dapat melaksanakan Amanat Agung dengan menjadikan orang murid dan mengembangkan
pembuat murid melalui suatu rencana pemahaman Fiman Tuhan secara
pribadi.[20]
Maksud dalam Disertasi ini adalah implementasi pengembangan pengajaran tentang pembentukan
iman oleh orang tua anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru
Keempat,
istilah "Kepada Anak" artinya keturunan kedua.[21]
Maksudnya adalah Implementasi
Pengembangan Pengejaran Pembentukan Iman
Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh
Yerusalem Baru Surabaya yang dilaksanakan oleh para orang tua kepada anak-anak
mereka.
Kelima,"berdasarkan
kitab ulangan 6:4-9" Menurut Frances Blankenbaker yang dimaksud "Kitab
Ulangan" adalah kitab kelima dari Alkitab, dan kitab kelima pula dari lima kitab Taurat dalam Perjanjian Lama.[22]
Maksudnya adalah dasar Implementasi
Pengembangan
Pengajaran tentang iman Kristus oleh para orang tua
kepada anak-anak mereka didasarkan pada Kitab Ulangan 6 mulai ayat 4-9.
Keenam,
“Diantara Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya” GBIS adalah singkatan dari
Gereja Bethel
Injil Sepenuh yang
berkedudukan di Jalan Wonorejo IV No. 58-62 Surabaya. Para orang tua dari
jemaat Gereja ini yang menjadi objek penelitian Disertasi ini.
Ketujuh,
istilah "Dimensi mana dari variabel independen" Menurut Jainal Mustafa EQ, dimensi adalah merupakan
himpunan dari pertikular-pertikular yang disebut indicator. "sedangkan,
Variabel Independen (independen variable)" adalah suatu variabel yang
variasi nilainya akan memengarui nilai variabel yang lain.[23]
Dalam Disertasi ini veriabel bebas ada tiga yaitu: mengajarkan tentang
mengasihi Tuhan; mengajarkan secara berulang-ulang dan mengajarkan melalui
tanda pengingat.
Kedelapan,
yang paling dominan memengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman kepada Anak,
pengertian "Dominan" Menurut Peter Salim dan Yenny Salim.
Dominan adalah sangat menentukan;
berpengaruh kuat; dan "memengaruhi" adalah: berpengaruh pada;
melakukan pengaruh.[24]
Kesembilan,
Kategori latar belakang" menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer
"kategori" adalah kelompok; golongan; sedangkan "Latar
Belakang" adalah hiasan; motif; keterangan tentang suatu peristiwa untuk
melengkapi informasi.[25]
Jadi berdasarkan penjelasan istilah di
atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: bagaimana kecondongan pelaksanaan / penerapan
seperangkat kegiatan yang digunakan untuk menolong seorang beriman, agar dapat
melaksanakan Amanat Agung dengan menjadikan orang murid dan mengembangkan pembuat
murid melalui suatu rencana pemahaman Firman Tuhan secara pribadi Kepada
keturunan kedua Berdasarkan kitab kelima dari Alkitab, dan kitab kelima pula
dari kitab Taurat dalam Perjanjian Lama di antara Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh
yang berkedudukan di Jalan Wonorejo IV No. 58-62 Surabaya himpunan dari
pertikular-pertikular yang disebut indikator apakah dan variabel yang variasi
nilainya akan memengaruhi nilai variabel yang lain yang paling / sangat menentukan
berpengaruh pada kelompok dan motif tentang suatu peristiwa untuk melengkapi
informasi.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut
di atas, maka secara rinci penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel
Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.
2. Untuk mengetahui dimensi Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil
Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.
3. Untuk mengetahui kategori Implementasi Pengembangan Pengajaran
tentang
Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel
Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.
Kepentingan Penelitian
Kepentingan penelitian dibedakan
menjadi kepentingan teoritis dan kepentingan praktis.
Kepentingan
Teoritis
1. Secara teoritis, penelitian ini
diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran, khususnya pada mata kuliah
Metode Pembelajaran dan Pendidikan Anak dan Pendidikan Agama Kristen umumnya.
2. Bagi ilmu Pendidikan, pembahasan dan
hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan khusus tentang
prinsip-prinsip penting yang diperlukan dalam hal proses penanaman iman oleh
setiap orang ma Kristen kepada anakanak mereka secara alkitabiah turun temurun= sampai
selama-lamanya.
Kepentingan Praktis
Secara praktis, penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi anggota jemaat GBIS
Yerusalem Baru Surabaya khususnya dan para orang tua Kristen umumnya tentang
prinsip-prinsip penting yang diperlukan dalam hal proses penanaman iman Kristen
oleh setiap orang tua Kristen kepada anak-anaknya.
1.
Bagi anggota
jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya, sebagai masukan dalam meningkatkan
kedewasaan rohani setiap orang tua Kristen, terutama di dalam pemahaman yang
benar dan dalam mengestafetkan iman Kristen yang membutuhkan kesadaran tinggi
serta
keseriusan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.
2.
Bagi para
pendidik Kristen, sebagai masukan dan refleksi agar melaksanakan proses
pendidikan menggunakan metode
pembelajaran yang alkitabiah namun efektif dan efesien dalam mewujudkan
pendidikan iman Kristen kepada anakanak seperti yang diajarkan oleh finnan
Tuhan. Di samping itu para pendidik kiranya dapat berusaha keras untuk
merelevansikan materi pengajaran iman sesuai Alkitab dengan metode pengajaran
yang tepat, sehingga akan memeroleh hasil lebih nyata.
[1] Bernhard Lohse,
Pengantar Sejarah Dogma Kristen, BPK
1994, hal 51
[2]Burhan N.H, Mata Yahudi Mengintai Dunia (t.t.: Soulmate Book,
t.th.), 151.
[3]Ibid. 152-154.
[4]Ibid. 151.
[5] Hardi Budiyana, Dasar-dasar Pendidikan Kristen (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), 164.
[6] Ibid 164.
[7]Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modem English Press, 1995), 494.
8Homrighausen
dan Enklaar, Pendidikan Agarna Kristen, cetakan ke-26 (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012), 2-4.
[9]Suparlan: Wawancara, 6 Nopember 2019.
[10] SABDA.(OLB versi Indonesia) 4.30.
[11] Ibu Maria. Wawancara dengan guru Sekolah
Minggu . Tanggal 1 November 2019.
[12] H. H. Rowley. lbadat
Israel Kuno, Cetakan ke- 6 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011).
[13] Amy Chua, Battle Mymn of the
Tiger Mother. Cara Mendidik Anak Cigar Sukses.
Ala
China
(Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2011),5.
[14] Hardi Budivana, Dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen, 201-202.
[15] Rudianto
Kusumo. Wawancara, 28 Mei 2019.
[16] BP.GBIS.th.2000.
[17] Sekretariat: Badan
Penghubung GBIS, Jl.Wonorejo IV/58-62 Surabaya
[19] Poerwadarminta, Kamus Um= Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), 377.
[20] Metode Pemuridan, Kehidupan Anda dalam Kristus (Bandung: Kalam Hidup, 1973), 3.
[21] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 38.
[22] Frances Blankenbaker, Inn Alkitab Untuk Pemula (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1977), 56.
[23] Jainal Mustafa EQ, Mengurai Pariabel hingga Instrumentasi (Yogyakarta:
Graha limn, 2009), hal.23.
[24] Peter Salim dan Yenny
Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
356, 1126.
[25] Ibid., 672,838.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar