Translate

Rabu, 09 September 2020

BAB II

 

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN

PERUMUSAN HIPODISERTASI

 

A. Latar belakang PL = Bangsa, Agama dan Budaya Yahudi

  1. Bangsa Yahudi 
    Bangsa yang penuh misteri, kecil tapi kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia menyebar tapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air & tak punya raja, tapi selalu menojol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang beridentitas kuat.
  2. AgamaYahudi 
    Penganut agama Yudaisme, mementingkan akan ketaatan kepada Hukum Agama yang dijalankan dengan penuh ketekunan, kemurniannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya. Pengajarannya kuat dan memberi dasar yang teguh untuk setiap tingkah laku dan tindakan. Pengaplikasikan hukum agama sering dilakukan secara harafiah.
  3. BudayaYahudi
    Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama & terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat untuk mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar.

Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Torat

 

B. Prinsip Pendidikan dalam Perjanjian Lama 

1.      Prinsip-prinsip yang dipegang oleh bangsa Yahudi:

·         Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah
Kej. 1:1 Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah untuk tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan denganNya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan:
Wahyu Umum: Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah.
melalui: Alam, sejarah, hati nurani manusia
Wahyu Khusus: Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi menjadi manusia.
melalui: Yesus Kristus dan Alkitab
Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi & rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci"

·         Pendidikan berpusatkan pada Allah.
Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2: 10 kegagalan campur tangan Allah: kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang mereka memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (torat) untuk menjadi pegangan & pelajaran tentang Allah dan karyaNya

·         Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintergrasikan dalam kehidupan

 sehari-hari.
Kitab Talmud:
Kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-guruNya.
Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yg memiliki sistem pendidikan Nasional (Ul. 6: 4-9)
Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat: mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama

2. Tempat pendidikan anak bangsa Yahudi:
                                                Dirumah. 
Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Dimulai berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yg juga terkait erat sebagai tugas rohani mendidik anak-anaknya. Jauh-jauh hari sebelum anak berhubungan dgn dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yg benar.
Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan/besar

 

Sikap PL terhadap anak-anak pada umumnya :

  1. Keluarga PL (Yahudi) menyukai keluarga besar sebab anak dipandang sebagai karunia Allah, mempunyai anak banyak = diberkati Tuhan.
    Kej. 22: 2 ; Maz. 127: 3-4 ; 128: 3 ; Yes. 8: 18
  2. Anak laki-laki lebih dewasa/diharapkan Kej. 15: 2; 30 ; 1 Sam. 1L 11, 20
  3. Anak sulung harus dipersembahan sebagai milik Allah Bil. 3: 40-51
  4. Kedukaan yang besar dialami oleh keluarga yang tidak punya anak. Kej. 30: 1; 1 Sam 1: 3-17; 2 Sam. 12: 14-25; Maz. 113: 9; Luk. 1: 24-25
  5. Pengajaran, Bimbingan dan kasih sayang harus diberikan pada anak-anak
    melalui: Kegiatan sehari-hari ; Makan malam; Mendapat guru privat
    Ul. 4: 9-10 ; Maz. 78: 4-6 ; Ams. 4: 3-4
  6. Anak merupakan tanggung jawab untuk bekerja Ams 6: 9 -11; 6: 20 ; 13: 1
  7. Anak-anak Abraham (keturunan) disunat dan diberi nama pada hari ke-8 
    (Kej. 17: 12; 21: 4)
  8. Sering ada peng "anak mas" an (Kej. 25: 28)
  9. Istilah "anak" dalam bahasa Ibrani
  10. Anak-anak ikut hadir dalam upacara-upacara ibadah Yos. 8: 35 ; 2 Taw. 20: 13 ; Ezr. 8: 21 ; Neh. 12: 43
    Prinsip Pengajaran/Pendidikan Anak menurut Ulangan 6: 4-9
    Ulangan 6: 1-9: Menjadi pusat pengajaran pendidikan agama Kristen kitab-kitab lain yang membahas pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini.

Ayat 4: Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa ! 
Ayat ini disebut "Shema" = pengakuan iman orang Yahudi (agama Yudaisme) yang artinya "Dengarlah

  1. Yesus menyebut ayat ini sebagai hukum yang pertama - prinsip iman dan ketaatan
  2. Memberikan konsep Allah yang paling akurat, jelas dan pendek
  3. Tuhan adalah unik, lain dengan yang lain. Dia Allah yang hidup benar dan sempurna.
  4. Proklamasi akan keesaan Allah yang mengalahkan semua konsep agama "Politeisme" dari negara atau bangsa "tetangga Tuhan adalah satu" nya. Tidak ada Allah yang lain, hanya satu nama Allah. Konsep ini dipakai oleh agama lain untuk menyerang "Allah Tritunggal". Istilah "esa" (Hb. Ehad) adalah satu kesatuan dari Allah "Elohim: (Istilah ini juga untuk menyebut kesatuan Adam >< Hawa.
  5. Kepercayaan monoteisme memberi keamanan karena Allah yang satu itu mempunyai integritas dan standar yang satu.
  6. Ayat 4 ini bersamaan dengan ayat 5 diucapkan sedikitnya 2 x sehari oleh orang Yahudi dewasa laki-laki.
  7. Ayat ini diucapkan bersamaan dengan Ula. 11: 13-21, Bil. 15: 37-41

Ayat 5: Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.

  1. Kasih harus menjadi motif setiap hubungan manusia dengan Tuhan.
  2. Kasih disebutkan pertama karena: di situ letaknya pikiran, emosi dan kehendak manusia
  3. Tugas yang Tuhan bebankan untuk manusia lakukan: kasihilah Allah Tuhanmu.
    Musa mengajarkan Israel untuk takut. 
  4. Mengasihi Tuhan artinya: Memilih Dia untuk suatu hubungan intim dengan senang hati mentaati perintah-perintahNya.
  5. Mengasihi dengan hati yang tulus, bukan hanya di mulut tapi juga dalam tindakan.
  6. Mengasihi dengan seluruh kekuatan, memiliki semuanya.
  7. Mengasihi dengan kasih yang terbaik, tidak ada yang melebihi kasih kita kepada Dia, sehingga kita takluk kepada Dia.
  8. Mengasihi dengan seluruh akal budi/pengertian, karena kita kenal Dia maka kita mengasihi dan mentaati perintahNya.
  9. Dengan semua kasih kita, menguasai hidup kita.

Ayat 6 : Apa yang kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan

Ayat 7: Haruslah engaku mengajarkan berulang-ulang "kepada anak" mu, membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.

a.       Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi FirmanNya dan melakukannya dengan meditasi

b.      Bertanggungjawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati supaya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari

c.       Orang tua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firmannya kepada Anak-anak dengan didikan harus dimulai dari dini (kecil)

d.      Pengajaran moral akan lebih berhasil kalau dilaksanakan tidak dalam situasi sekolah resmi, tapi dalam setiap tindakan sehari-hari.

e.       Pengulangan adalah salah satu metode supaya Firman itu tidak lepas dari ingatan.

f.       Menggunakan setiap kesempatan di mana pun berada untuk memberi pendidikan kepada anak.

g.      Pendidikan: praktikal artinya praktis dilakukan bersama-sama dengan semua kegiatan sehari-hari.

h.      Ayat 7 dipakai sebagai fondasi kurikulum pendidikan Kristen.

Ayat 8-9 : Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang dahimu. - dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.

a.       Tulisan hukum-hukum belum menjadi milik umum, namun demikian, Allah menghendaki mereka melakukannya, supaya terbiasa bergaul dengan hukum Allah.

b.      Orang Yahudi mengerti perintah ini dan melakukannya secara harafiah.

c.       Mereka mengenal tiga hal tanda-tanda untuk mengingat hukum Allah:

o    Zizth (Bil. 15: 37-41) dipakai/dipasang pada ujung jubah Iman.

o    Mezna (Ulangan) kotak kecil yang berisi (Ul. 6: 4-9) diletakkan di sebelah kanan pintu.

o    Tephillin - 2 kotak kecil berbentuk kubus: masing-masing kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus 4 ayat " hal 13: 1-10, hal. 13: 11-16, Ul. 6: 41, 11: 13-21 satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi. Tanda-tanda ini dipakai pada saat sembahyang di luar hari Sabbath. Tanda- tanda ini sangat indah sebagai peringatan akan kehadiran Allah di rumah dan akhirmya dipraktekkan untuk mengusir setan.

o    Tanda-tanda simbolik ini adalah supaya penekanan pemahaman ayat itu menjadi nyata sehingga pengajaran itu akan berlangsung terus-menerus.

 

Interprestasi/Aplikasi:

  1. Orang tua melaksanakan perintah Tuhan ini akan menjadi contoh (suri teladan) bagi anak-anak berikutnya.
  2. Nilai-nilai sikap dan tingkah laku orang tua yang dibentuk dari Firman Tuhan itu, akan diperlukan oleh anak untuk menolong mereka merasakan bahwa Tuhan itu nyata dan hadir bersama-sama dalam kehidupan nyata sehari-hari secara alamiah.
  3. Awak bertumbuh dalam keluarga (ortu) yang takut akan Tuhan, di dalam kaum beriman
  4. Pendekatan yang paling sukses, sehingga Firman itu membimbing kehidupan sehari-hari mereka
  5. Pendidikan berpusatkan di rumah dan menjadi tugas orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anak.
  6. Pendidikan adakalanya disertai dengan disiplin dan hukuman badan.

 

Aplikasi

  1. Gereja & sekolah tidak seharusnya menjadi pelarian tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak-anak.
  2. Kunci pendidikan agama Kristen, mengajarkan anak bagaimana mengasihi Tuhan.
  3. Menggunakan kejadian hidup sehari-hari untuk mengajarkan memperkenalkan Allah pada anak-anak.
  4. Tuhan tidak hanya dikenal anak lewat acara/urusan-urusan gereja.
  5. Masing-masing anggota tubuh Kristus bisa menjadi orang tua rohani untuk anak-anak di dalam gereja.

 

Dalam hal ini, library research merupakan faktor yang sangat penting dalam penulisan sebuah disertasi. Sugiyono menyatakan bahwa landasan teori merupakan ciri penelitian sebagai bukti cara ilmiah untuk mendapatkan data. Fungsi teori ini untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup (konstruk) variabel yang akan diteliti, untuk merumuskan hipodisertasi dan menyusun instrumen penelitian.[1] Pembahasan pada BAB II ini akan menguraikan tiga bagian yaitu: landasan teori, kerangka berfikir, dan pengaivan hipodisertasi.

 

Landasan Teori

Tinjauan tentang Kitab Ulangan

Kitab Ulangan terutama terdiri atas empat amanat Musa kepada bangsa Israel ketika mereka berkemah di dataran Moab beberapa mil sebelah Timur Sungai Yordan, agak ke sebelah utara dari ujung utara Laut Mati. Amanat-amanat ini diberikan berturut-turut pada 1:5; 5:1; 27:1; dan 29:1. Kata "Ulangan" (Deuteronomy) berasal dari dua kata Yunani yang berarti "hukum kedua" dan istilah ini digunakan dalam pengertian sebuah pengulangan hukum yang sebelumnya telah diberikan dalam Pentatekh.[2]

 

Waktu Penulisan Kitab Ulangan

Waktu penulisan antara 1410 dan 1395 sM. Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi pada tanggal 1 bulan ke-1 1 tahun ke- 40 perjalanan orang Israel dari tanah Mesir. (1407 SM). Namun demikian Howard berkeyakinan bahwa kitab ini ditulis pada tahun 1400 sM, setelah bangsa Israel keluar dari tanah Mesir pada tahun 1450 sM. Tempat penulisan kitab ini juga dengan jelas diungkapkan dalam pasal 1:5, yaitu di tanah Moab. Di dataran dekat sungai Yordan di Moab (batas timur Yerikho). Tidak ada alasan untuk meragukan bahwa sebagian besar bahan didapat langsung dari Musa sendiri. Pendapat bahwa seluruh kitab ini dibuat selama masa reformasi Hizkia atau Yosia, atau bahkan setelah masa pengasingan tidak dapat didukung, karena tidak ada isi kitab yang berhubungan dengan tradisi Raja Daud atau Bait Allah; kedua fakta ini amat penting di kemudian Mari. Pada kenyataannya pola hidup yang digambarkan cocok dengan latar belakang kehidupan bangsa Israel sebelum adanya kerajaan. Namun demikian, rupanya telah terjadi beberapa penyuntingan dan penyusunan kembali sehingga sangat sukar untuk menentukan kapan akhirnya kitab itu diterbitkan. Contoh-contoh perjanjian dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Keluaran sering dikemukakan secara berbeda di dalam Ulangan. Mungkin hal ini dilakukan untuk memenuhi situasi yang berbeda, tetapi andaikata uraian itu disesuaikan untuk kebutuhan zaman yang kemudian, itu tidak berarti bahwa seluruh isi kitab didasarkan pada bahan-bahan dari Musa.

Kitab 2 Raja-Raja bercerita tentang pembaruan penting di Israel pada tahun 621 sM (2 Raj 22-23). Pada waktu Bait Allah di Yerusalem sedang diperbaiki, para pekerja menemukan sebuah gulungan Taurat. Ketika Yosia, raja Yehuda, mendengar isi Kitab itu, ia merobek-robek pakaiannya karena sedih dan memanggil semua pemimpin bangsa. Yosia menyadari bahwa bangsanya sudah tidak mematuhi hukum TUHAN. Jadi, ia memerintahkan agar diadakan pembaruan-pembaruan berdasarkan kitab hukum itu, meliputi penghancuran dan pembakaran semua mezbah, tempat-tempat pemujaan, dan tempat-tempat tinggi untuk memuja ilah-ilah selain TUHAN Allah Israel. Banyak pakar percaya bahwa kitab hukum yang ditemukan itu adalah Kitab Ulangan, atau setidaknya bagian tengahnya (Ul. 12-26).

Tidak jelas dari mana asal kitab hukum itu dan bagaimana sampai tersimpan di dalam Bait Allah. Beberapa penafsir berpendapat bahwa tulisan­tulisan keno itu dibawa ke Yerusalem oleh para imam keturunan Lewi yang melarikan diri dari penganiayaan Asyur di utara semasa pemerintahan Manasye (687-642 sM). Meski banyak dari bahan kitab itu mungkin berasal dari zaman Musa, kitab Ulangan dalam bentuknya yang sekarang ini, mungkin ditulis oleh para ahli kitab yang hidup.

 

Penulis Kitab Ulangan

Musa adalah penulis Kitab Ulangan (Ul. 31:9, 24-26; Bil. 4: 44-46) (namun kemungkinan Yosua yang mencatat kematian Musa pada pasal 34) dan diwariskan kepada Israel sebagai dokumen perjanjian untuk dibacakan selunihnya di hadapan seluruh bangsa setiap tujuh tahun (Ul. 31:10-13). Musa mungkin menyelesaikan penulisan kitab ini menjelang kematiannya sekitar tahun 1405 sM. Bahwa Musa menulis kitab ini ditegaskan oleh:

(1) Pentateukh Samaria dan Yahudi, (2) para penulis PL (mis Yos. 1:7; 1 Rj. 2:3; 2 Rj 14:6; Ezr 3:2; Neh 1:8-9; Dan 9:11) (3) Yesus (Mat 19:7­sM 9; Yoh 5:47) dan penulis PB yang lain (Kis 3:22-23; Rm 10:19). (4) para cendekiawan Kristen zaman dahulu, (5) cendekiawan konservatif masa kini, dan (6) bukti di dalam kitab Ulangan sendiri (mis. kesamaan susunan dengan bentuk-bentuk perjanjian yang ditulis pada abad ke-15 SM). Kisah kematian Musa (U1 34:1-12), sudah pasti ditambahkan segera sesudah peristiwa itu terjadi (sangat mungkin oleh Yosua) sebagai penghargaan yang layak bagi Musa, hamba Tuhan itu.[3]

 

Kitab Ulangan disajikan sebagai perkataan-perkataan terakhir Musa kepada generasi Israel yang siap memasuki tanah yang dijanjikan. Secara tradisional Musa dipandang sebagai penulis kitab Ulangan, bentuk final kitab itu juga menerapkan tradisi-tradisi Musa dan hukum itu dalam situasi keagamaan dan politik pada masa yang lebih kemudian. Hal itu dilakukan dengan dua cara. Pertama, Israel bisa memakai pesan kitab Ulangan untuk menilai kesuksesan atau kegagalan mereka sebagai bangsa: Mematuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian Allah dengan Israel akan membuahkan keberhasilan; sebaliknya ketidaktaatan akan membuahkan kematian dan kehancuran. Kedua, dalam seiuruh kitab itu benilang kali ditegaskan bahwa Allah telah memiliii Israel karena 'kasih-Nya. Sebagai gantinya, Israel seharusnya mengasihi Allah dan setia kepada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian Allah dengan mereka.[4]

 

Tujuan Penulisan Kitab Ulangan

Denis Green menjelaskan bahwa tujuan penulisan kitab Ulangan adalah: menganjurkan umat Israel agar beriman dan taat, memperingatkan mereka tentang bahaya penyembahan berhala dan kemurtadan, dan tentang hukum-hukum yang akan menimpa bangsa yang meninggalkan prinsip-prinsip perjanjian Sinai. Tujuan utama sejak keluar dari Mesir yaitu masuk tanah Kanaan.[5] Sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada Yosua untuk penaklukan Kanaan, maksud Musa mula-mula ialah untuk menasehati dan mengarahkan angkatan Israel yang baru, tentang (1) Perbuatan-perbuatan perkasa dan janji-janji Allah. (2) Kewajiban mereka bertalian dengan perjanjian untuk beriman dan taat. (3) Perlunya mereka menyerahkan diri untuk takut kepada Tuhan, hidup di dalam kehendaknya serta mengasihi dan menghormati Dia dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan mereka.[6]

Kitab Musa yang kelima ini berbeda dengan empat kitabnya yang lain, sebagaimana Injil Yohanes berbeda dengan tiga Injil Sinoptis. Baik kitab Ulangan maupun Injil Yohanes, berisi banyak hal baru yang penting dan menyajikan percakapan atau amanat penting dari Musa dan Tuhan Yesus (Yoh. 13-17) pada akhir kehidupan jasmani mereka. Kedua kitab ini menekankan perlunya mengasihi Allah dan melayani Dia dengan setia. Setelah empat dasawarsa mengembara di Padang Gurun; Musa ingin sekali menantang generasi muda untuk mengikut Tuhan dengan segenap hati mereka. Sekarang, setelah orang tua mereka meninggal dunia selama pengembaraan di Padang Gurun, Musa memperbaharui perjanjian yang diikat tua-tua mereka di Gunung Sinai dan benisaha memberi dorongan dan peringatan kepada mereka yang sungguh-sungguh akan menduduki Tanah Pejanjian. Suatu kesempatan besar sudah terbentang di hadapan mereka, tetapi ada juga bahaya-bahaya yang dapat menyebabkan bangsa ini menjauhkan diri dari Allah.

Selanjutnya Charles F. Pfeiffer menjelaskan bahwa: Mereka perlu komitmen yang sama yang sudah diucapkan oleh orang tua mereka di Gunung Sinai bersama dengan catatan ketaatan yang lebih baik. Mengingat apa yang baru terjadi di dataran Moab (bdg. Bil. 25:1-9), generasi baru ini rupanya juga mudah memberontak terhadap Allah. Pada waktu Musa mendaki Gunung Nebo, tempat ia mati dan dikuburkan oleh Tuhan sendiri, Yosua menggantikan dia sebagai pemimpin bangsa. Yosua yang ditugaskan oleh Musa dan "penuh dengan Roh kebijaksanaan," sudah dipersiapkan dengan baik untuk memainkan peranannnya yang baru (34:9). tetapi karena dikuatkan oleh Tuhan, Yosua diyakinkan bahwa dia akan memimpin Israel memasuki Tanah Pejanjian (31:23).[7]

Kalangan sarjana Kristen ortodoks masa kini bergabung dengan kalangan Kristen yang lebih tua dan tradisi Yahudi dalam menerima pernyataan Kitab Ulangan sendiri bahwa kitab ini merupakan salain perpisahan dan nasihat seremonial terakhir dari Musa kepada jemaat Israel di dataran Moab. Dalam Ulangan 31:9; 2 Raj 24 dikatakan bahwa Musa menulis dan juga mengucapkan "perkataan hukum Taurat itu". Seorang pejabat teokratis, sangat mungkin, telah melengkapi dokumen ini dengan mencatat kematian Musa (ps. 34) dan mungkin juga nyanyian kesaksian Musa (ps 32) serta wasiatnya (ps. 33). Mungkin pejabat ini juga menambahkan beberapa unsur kerangka singkat tertentu ke dalam dokumen hukum ini.

Kesatuan dan keaslian kitab ini sebagai basil kaiya Musa dipastikan melalui kesesuaian yang mencolok dari struktur kitab ini dengan struktur jenis perjanjian yang dikeluarkan oleh penguasa dalam bentuk klasik pertengahan kedua seribu tahun sM. Pentingnya hukum. Taurat adalah sebuah tema kunci dalam kitab Ulangan.[8] Tujuan Kitab Ulangan adalah menyampaikan suatu ringkasan hokum yang telah diberikan dalam Kitab Keluaran dan Imamat demi kepentingan generasi yang telah dibesarkan di padang gurun, supaya mereka dapat dipersiapkan untuk memasuki tanah Kanaan.[9]

Kitab Ulangan mengacu kembali pada apa yang telah dikerjakan TUHAN. Perkataan Musa mengarah ke depan dan menjadi pengajaran bagi generasi mendatang. Perjanjian Allah dengan umat Israel yang dicatat dalam kitab itu menjadi dasar dan pendahuluan bagi sejarah Israel yang tercatat dalam kitab Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja.

 

Garis Besar Kitab Ulangan

Garis besar isi Kitab Ulangan dibagi dalam lima bagian besar, terutama berdasarkan pidato-pidato Musa:

" Pendahuluan (1:1-5)

Pidato Pertama: Musa Mengulas Kejadian Masa Lampau (1:6-4:43)

Kesetiaan Allah di Gurun (1:6-3:29)

Seruan untuk Mendengarkan Firman TUHAN (4:1-43)

Pidato Kedua: Musa Menyampaikan Tuntutan Tuhan (4:44-29:1)

Kasihilah Allah dan Taatilah Hukum-huktun-Nya (4:44-11:31)

Bagaimana Hidup Sebagai Umat Allah (12:1-26:15)

Memperbaharui Perjanjian (26:16-29:1)

Pidato Ketiga: Israel Harus Memelihara Perjanjiannya dengan TUHAN

(29:2-30:20)

Pidato Terakhir dan Kematian Musa (31:1-34:12)

Seorang Pemimpin untuk Umat dan Sebuah Tempat untuk Hukum Tuhan (31:1-29)

Nyanyian dan Berkat Musa (31:30-33:29)

Musa Meninggal (34:1-12)" [10]

 

Inti Ulangan 6:4-9

Inilah bunyi Ulangan pasal 6 ayat 4-9 dalam bahasa Ibrani dan transliterasinya, sebagai berikut:

  WTT Deuteronomy 6:4-9

 

 4 שְׁמַ֖ע יִשְׂרָאֵ֑ל יְהוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהוָ֥ה׀ אֶחָֽד׃

4  καὶ ταῦτα τὰ δικαιώματα καὶ τὰ κρίματα ὅσα ἐνετείλατο κύριος τοῖς υἱοῖς Ισραηλ ἐν τῇ ἐρήμῳ ἐξελθόντων αὐτῶν ἐκ γῆς Αἰγύπτου ἄκουε Ισραηλ κύριος ὁ θεὸς ἡμῶν κύριος εἷς ἐστιν

 

 5 וְאָ֣הַבְתָּ֔ אֵ֖ת יְהוָ֣ה אֱלֹהֶ֑יךָ בְּכָל־לְבָבְךָ֥ וּבְכָל־נַפְשְׁךָ֖ וּבְכָל־מְאֹדֶֽךָ׃

5  καὶ ἀγαπήσεις κύριον τὸν θεόν σου ἐξ ὅλης τῆς καρδίας σου καὶ ἐξ ὅλης τῆς ψυχῆς σου καὶ ἐξ ὅλης τῆς δυνάμεώς σου

 

 6 וְהָי֞וּ הַדְּבָרִ֣ים הָאֵ֗לֶּה אֲשֶׁ֙ר אָנֹכִ֧י מְצַוְּךָ֛ הַיּ֖וֹם עַל־לְבָבֶֽךָ׃

6  καὶ ἔσται τὰ ῥήματα ταῦτα ὅσα ἐγὼ ἐντέλλομαί σοι σήμερον ἐν τῇ καρδίᾳ σου καὶ ἐν τῇ ψυχῇ σου

 

 7 וְשִׁנַּנְתָּ֣ם לְבָנֶ֔יךָ וְדִבַּרְתָּ֖ בָּ֑ם בְּשִׁבְתְּךָ֤ בְּבֵיתֶ֙ךָ֙ וּבְלֶכְתְּךָ֣ בַדֶּ֔רֶךְ וּֽבְשָׁכְבְּךָ֖ וּבְקוּמֶֽךָ׃

7  καὶ προβιβάσεις αὐτὰ τοὺς υἱούς σου καὶ λαλήσεις ἐν αὐτοῖς καθήμενος ἐν οἴκῳ καὶ πορευόμενος ἐν ὁδῷ καὶ κοιταζόμενος καὶ διανιστάμενος

 

 8 וּקְשַׁרְתָּ֥ם לְא֖וֹת עַל־יָדֶ֑ךָ וְהָי֥וּ לְטֹטָפֹ֖ת בֵּ֥ין עֵינֶֽיךָ׃

8  καὶ ἀφάψεις αὐτὰ εἰς σημεῖον ἐπὶ τῆς χειρός σου καὶ ἔσται ἀσάλευτον πρὸ ὀφθαλμῶν σου

 

 9 וּכְתַבְתָּ֛ם עַל־מְזוּזֹ֥ת בֵּיתֶ֖ךָ וּבִשְׁעָרֶֽיךָ׃ ס

9  καὶ γράψετε αὐτὰ ἐπὶ τὰς φλιὰς τῶν οἰκιῶν ὑμῶν καὶ τῶν πυλῶν ὑμῶν

 (Deu 6:4-9 BGT)

Inilah bunyi Ulangan 6:4-9 dalam Terjemahan Indonesia Baru, sebagai berikut:

6:4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!

6:5 Kasihilah TUHAN, Allahinu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.

6:6  Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan,

6:7 Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak­anakmu dan membicarakannya apahila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

6:8 Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai landa pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu,

6:9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.

 

Bunyi Ulangan 6:4-9 dalam Terjemahan Bahasa sehari-hari:

 

6:4 Saudara-saudara, ingatlahl Hanya TUHAN, dan TUHAN saja Allahkita!  Hanya ... Allah kita, atau TUHAN, Allah kita, TUHAN itu Esa.

6:5 Cintailah TUHAN Allahinu dengan sepenuh hatimu: Tunjukkanlah itu dalam cara hidupmi dan dalam perbuatanmu.

6:6  Jangan sekali kali melupakan perintah-perintah yang saya berikan kepadamu hari ini.

6:7  Ajarkanlah kepada anak-anaknni. Hendaklah kamu membicara­kannya di dalam nimah dan di luar rumah, waktu beristirahat dan waktu bekerja.

6:8  Ikatkanlah pada lenganmu dan pasanglah pada dahimu pada lenganmu pada dahimu: Hukum itu ditulis dan dimasukkan ke dalam kotak kecil lalu diikat pada lengan dan dupa sang pada dahi. untuk diingat-ingat.

6:9  Tuliskanlah di tiang pintu rumahmu dan di pintu gerbangmu."

 

Berdasarkan Ulangan 6:4-9 peneliti menjabarkan sebagai berikut:

Ayat 4. Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa. Pengakuan yang dapat diterjemahkan dengan berbeda, namun tetap dapat dibenarkan secara tata bahasa, ini rupanya paling baik dipahami sebagai setaraf dengan pernyataan monoteisme dalam Ulangan 4:35 dan 32:39 (hdg. ITaw. 29:1). "Sebab sungguhpun ada apa yang disebut allah, baik di sorga maupun di bumi dan memang benar ada banyak 'allah' dan banyak 'tuhan' yang demikian namun bagi kita hanya ada satu Allah saja . . dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus" (1Kor. 8:5, 6). Allah itu baik; dan keilahian itu adalah milik-Nya semata. Bangsa Israel hanya boleh tunduk dalam perjanjian religius kepada Dia saja, dan hanya Dia saja yang harus mereka layani dengan seluruh keberadaan mereka, dengan segenap kasih mereka (6:5). Tuntutan Allah akan pengabdian yang eksklusif dan intensif kepada diri-Nya inilah yang oleh Yesus dinamakan "perintah yang pertama dan utama" (Mat. 22:37, 38; Mrk. 12:29, 30; bdg. Luk. 10:25-28). Perintah itu menmakan perintah inti dari peraturan perjanjian.[11]

Ayat 5. Kasihilah TUHAN, Allalu-nu. Pengakuan iman kepada TUHAN, Allah yang esa, diulang dua kali sehari. Kata Ibrani אהֵב  ‘ahab’ or  אהֵ  ‘aheb’ (Pengucapan: aw-hab' aw-habe' ) yang diterjemahkan sebagai "kasihilah" (6:5) bisa berarti perasaan kagum dan hormat yang kudus. Mengasihi dengan hati dan jiwa berarti mengasihi dengan seluruh keberadaan manusia.[12]

Ayat 6. Apa yang Kuperintahkan kepadamu ... haruslah engkau perhatikan. Kemurahan-kemurahan Allah pada waktu lalu yang disebutkan di bagian pendahuluan historis akan menimbulkan kasih semacam itu, dan kasih itu akan nyata dalam ketaatan penuh hormat kepada seluruh perintah yang dikemukakan Allah (bdg. 11:1, 22; 19:9; 30:16; Yoh 14:15). Jadi ayat-ayat ini adalah isi dari semua ayat sesudahnya.[13]

Ayat 7a. Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu. Unsur kekeluargaan dari administrasi perjanjian mengharuskan bahwa anak-anak juga dituntun kepada ketaatan pada peraturan-peraturan yang ada (bdg 20 dst). Orang saleh harus merenungkan hukum Allah tersebut siang dan malam (ay. 7b-9; bdg. Mzm 1:2). Musa di sini bukan melakukan persyaratan seremonial, tetapi menguraikan tuntutan untuk senantiasa terfokus kepada perkenan Tuhan Israel melalui gambaran-gambaran yang konkret.[14]

Ayat 7b. dan membicarakannya di dalam rumah dan di luar numb, waktu beristirahat dan waktu bekerja (BIS). Mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu adalah salah satu cara utama untuk mengungkapkan kasih kepada Allah (Ul. 6:5), ialah orang tua harus mempedulikan kesejahteraan rohani anak­anak dan berusaha menuntun mereka kepada hubungan yang setia dengan Allah. Pembinaan rohani anak-anak seharusnya merupakan perhatian utama semua orang-tua (bd. Mzm. 103:13 Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Orang-tua harus mengabdikan din mereka untuk memberi didikan disiplin rohani kepada anak­anak mereka (bd. Ams. 22:15; 13:24; TB Ams. 19:18; 23:13-14; 29:17).[15]

Kata Ibrani untuk "mendidik" berarti "mengabdikan". Jadi, didikan Kristen bertujuan mengabdikan anak-anak kepada Allah dan kehendak-Nya. Ini tercapai dengan memisahkan mereka dari pengaruh-pengaruh jahat dunia dan dengan mengajar mereka berperilaku saleh. Akar kata yang sama juga bisa berarti "memberi atau meningkatkan kegemaran akan"; orang-tua harus mendorong anak‑anak mereka agar mereka sendiri mencari Allah dan dengan demikian dapat menikmati pengalaman-pengalaman rohani yang takkan mereka lupakan.[16]

"Ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu". Prinsip umumnya ialah bahwa seorang anak yang telah dididik dengan benar tidak akan menyimpang dari jalan saleh yang telah diajarkan orang-tuanya. Akan tetapi, hal ini bukan jaminan mutlak bahwa semua anak dari orang-tua yang takut akan Allah akan tetap setia kepada Allah dan finnan-Nya. Ketika hidup di tengah masyarakat jahat di mana banyak umat Allah sendiri tidak setia, maka anak-anak dari orang-tua beriman dapat terpengaruh untuk berbuat dosa dan menyerah kepada pencobaan Yeh. 14:14-20, di mana Allah berbicara tentang kemurtadan yang demikian besar sehingga, bahkan orang benar seperti Nuh, Daniel, dan Ayub tidak dapat menyelamatkan anak mereka).

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya. Jika para orang tua memerhatikan kesejahteraan anak-anak dan menuntun mereka kepada Allah, Allahpun akan sayang kepadanya.

Kalau membaca ayat 7-9, maka didapati bahwa transfer of knowledge di dalam ayat itu melibatkan keseluruhan hidup si pendidik. Ini dapat dibaca dari kalimat, "membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun. Jadi Firman Tuhan itu harus dibicarakan saat di dalam rumah; di luar rumah; ketika hendak tidur; maupun ketika bangun tidur. Jadi dalam sekuruh aktivitas ketika tidak tidur, Firman TUHAN harus senantiasa diajarkan, Jadi, si pendidik sendiri harus menaruh Finnan Allah dalam hati dan jiwanya sendiri, sebelum mengajarkannya kepada peserta didik.[17]

Dan bagian ayat ini, dapat dipahami bahwa perintah untuk mengajarkan Firman Allah dalam Kitab Ulangan ini, melibatkan keseluruhan hidup si pendidik juga, dan menuntut adanya sebuah keteladanan. Si pendidik sendiri, dalam hal ini orangtua, harus hidup dalam Firman Allah. Jadi proses transfer of knowledge yang terjadi sebetulnya bersifat pendidikan, dan tidak hanya bersifat pengajaran kognitif belaka.[18]

Ayat 6, 8. ...perhatikan... mengikatkannya sebagai tanda pada tangamnu dan pada dahimu. Hukum itu ditulis dan dimasukkan ke dalam kotak kecil lalu diikat pada lengan dan dipasang pada dahi.

Suatu perumpamaan yang berkenaan dengan adat-istiadat bangsa lain, agar nama atau lambang suatu dewa nampak terlihat menempel pada tubuh. Sesudah masa pembuangan hal itu mulai diartikan secara harafiah dan orangpun mulailah mengikatkan gulungan-gulungan kulit jang penuh bertulisan. naskah-naskah hukum pada kepalanya serta pada lengannya, begitu pula pada tiang-tiang pintu rumah. Dewasa ini hal serupa itu masih biasa pada banyak orang Yahudi (bdk. Mat. 23:5). Di bawah ini adalah gambar gulungan-gulungan kulit jang penuh bertulisan naskah-naskah hukum yang ditempelkan pada dahi dan tangan.

 

Gambar 2.1

Tanda Filakteria pada Tangan dan Dahi

 

Umat harus menghafal perkataan ini dan menun­jukkannya di depan mum. Sebagai orang Yahudi, mereka menaruh ayat-ayat itu dalam kantung­kantung kulit yang kecil (filakteria). Kantong ini diikatkan pada lengan dan dahi mereka.

Tanda pada tanganmu dan tanda pada dahimu. Dalam tradisi Israel, tanda pada tangan dan dahi ini secara literal dinyatakan dalam bentuk TEFILIN, yaitu kotak kecil berwarna hitam yang dipasang di dahi dan tali yang diikat pada lengan. Tefilin ini dikenakan setiap orang Yahudi berdoa sebagai pengingat akan ayat tersebut.[19]

Gambar 2.2

Tefilin di Kening dan Dahi

 

 

Ini adalah seorang Tentara yang tengah berdoa dengan mengenakan tefilin di kening dan di lengannya

 

 

 

http://www.bing.com/search?q=tefilin%20&pc=cosp&ptag=AEO2CB6176F67469B92F&form=CONMHP&conlogo=CT3210127

 

Orang-orang Yahudi memahami bagian Firman ini secara harafiah. Mereka betul-betul memraktikkan untuk mengikatkan Firman Tuhan pada lengan dan dahi mereka. Dalam upacara agama Yahudi tertentu, ada kotak kecil berisi Firman Tuhan yang diikatkan di dahi mereka. Namun ini tentu bukan yang dimaksudkan Finnan Tuhan disini. Tangan melambangkan kerja, sedangkan dahi melambangkan pikiran. Jadi dalam pikiran dan tindakan/kerjanya, orang Israel harus hidup dalam Firman Tuhan.

Ayat 9. Tiang pintu . . . pintu gerbang. Kata-kata ini mencerminkan kebiasaan arsitektural pada zaman Musa. Untuk pemakaian bahasa kiasan semacam itu lihat Keluaran 13:9, 16. Pelaksanaan harfiah dari berbagai perintah pada 6:8, 9 menjadi mode diantara orang-orang Yahudi yang belakangan dalam bentuk hiasan-hiasan yang dipakai setiap orang (bdg. Mat 23:5) dan mezuzah yang dipasang di atas pintu.[20] Mezuzah: Hingga kini banyak orang Yahudi meneruskan praktik menghafal hukum Taurat dengan menaruh ayat-ayat dalam kotak dan menempelkannya di tiang pintu rumah.[21]

Sedang tanda pada tiang pintu rumah dan pintu gerbang dalam tradisi Israel adalah meletakkan MEZUZAH di kusen bagian kanan pintu. Mezuzah ini adalah tanda pada kusen sebagai pengingat bahwa Tuhan menyelamatkan bangsa Israel dari kematian di Mesir dengan darah anak domba. Oleh karenanya setiap kali penghuni masuk ke rumah, maka ia harus meletakkan tangannya ke mezuzah tersebut dan mengucap doa berkat, mengundang Tuhan hadir ke dalam rumah tersebut. Mezuzah tersebut berisi Firman Tuhan dalam Ulangan 6:4-9 dan 11:13:21.

Di bawah ini adalah mezuzah untuk ditempel pada palang pintu maupun pada pintu.

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.3

Mezuzah di Kusen atau palang pintu.

 

Text Box: Mezuzah di kusen pintu dengan tulisan huruf shin ( שׁ) yang menunjukan el Shaddai yang artinya Tuhan Allah Maha Kuasa

 

 

 

 


http://rayhanmogerz.blogspot.com/2012/03/benda-benda-alat-alat-ibadah.html

Mezuzah di kusen pintu dengan tulisan huruf Shin (w) yang menunjukkan el Shaddai yang artinya Tuhan Allah Maher Kuasa.

Gambar 2.4

Macam Variasi Mezuzah

Text Box: http://bethisraelnola.com/parshat-eikev-mezuzah/

 

 
 


Mezuzah adalah sepotong perkamen yg mengandung ayat-ayat do'a yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Mezuzah ini digulung dan dilekatkan pada kusen pintu dengan posisi diagoanal. Mezuzah diyakini dapat menangkal roh jahat yg ingin masuk ke dalam rumah. Konon barang siapa yang memasang benda unik tersebut di yakini akan dilindungi sepanjang waktu. Mezuzah kebanyakan digunakan oleh orang Yahudi sebagai sebuah jimat keberuntungan.[22]

Di bawah ini adalah gambar Mezuzah untuk dipasang pada palang pintu dan pada pintu:

Gambar 2.5

Mezuzah di palang pintu dan di pintu

 

 

Text Box: Mezuzah didepan pintuText Box: Mezuzah dipalang Pintu                  

Pengingat yang dapat terlihat juga penting dalam perjalanan kita bersama Kristus. Ketika Allah memerintahkan bangsa Israel supaya menyimpan perintah-Nya di dalam hati, Dia juga memberi tahu untuk membuat pengingat yang kelihatan akan firman-Nya: "Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" (U1 6: 8, 9). Tujuannya bukan untuk menambah dekorasi, tetapi agar terjadi pembebasan rohani: "Maka berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan Tuhan, yang telah membawa kamu ke mar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan" (ayat l2).

Ayat-ayat yang ditulis di plakat, kartu pengingat, atau kalender dapat membuat fok.us seseorang tertuju kepada Allah sepanjang hari. Pengingat akan Kristus dan firman-Nya yang kelihatan ini akan menguatkan langkah untuk menaati-Nya. Sebagai penerapan sekarang adalah: Tiang pintu rumah dan pintu gerbang adalah pintu hati yang telah dijaga oleh darah anak domba Allah yaitu Tuhan Yesus sendiri yang mengorbankan darah-Nya sebagai penebusan dosa.

Jadi Implementasi pengembangan pengajaran iman kepada anak berdasarkan kitab Ulangan 6:4-9 adalah metode mengestafetkan dan menanamkan pengakuan iman (syema Israel), oleh setiap orang tua kepada anak (generasi berikutnya), sampai anak-anak memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama dalam kehidupan mereka terus menerus, dan secara berkelanjutan mampu dan komitmen -mengestafetkanya turun temunth, dengan mated pengajaran orang tua: (I) Mengasihi Tuhan dengan segenap hati; (2) Mengasihi Tuhan dengan Segenap jiwa (cara hidup); (3) Mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan (dalam perbuatan), dengan cara mengajarkan dan membicarakannya berulang-ulang: saat di dalam rumah; saat di luar rumah (dalam perjalanan); saat beristirahat (berbaring); saat bangun beraktivitas .(bekeda); membuat tanda pengingat di badan anak-anak (pada lengan/pergelangan tangan dan pada dahi); membuat tanda pengingat di bangunan rumah (pada pintu rumah dan pada pintu gerbang). Dari uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut: lihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6

Implementai Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kristus Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.

Description: D:\MY DOC\harus scan selesai\CCF10232015_00053.jpg

 

Dari penjelasan dari gambar 2.6 di atas, maka peneliti menyusun tentang Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.

Berdasarkan gambar 2.6 ini maka kisi-kisinya :

Dimensi D1 mengajarkan tentang Mengasihi Tuhan

DImensi D2 Mengajarkan secara berulang-ulang

Dimensi D3 Mengajarkan melalui Tanda Pengingat

            D1 Mengajarkan tentang Mengasihi Tuhan terdiri dari tiga indikator: (1) Mengasihi Tuhan dengan segenap hati (D1.1); (2) Mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa (cara hidup) (D1.2); (3) Mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan (perbuatan ) (D1.3).

D2 Mengajarkan secara berulang-ulang, terdiri dari empat indikator: (1) Membicarakan berulang-ulang saat di rumah (D2 1); (2) Membicarakan berulang-­ulang saat dalam perjalanan (D2.2); (3) Membicarakan berulang-ulang saat berbaring (D2.3); (4) Membicarakan berulang-ulang saat bangun (bangun beraktivitas) (D2.4);

D3 Mengajarkan Melalui Tanda Pengingat terdiri atas dua indikator: Pertama, di badan: Membuat Tanda Pengingat di tangan dan membuat tanda pengingat di dahi (D3 1); Kedua, di rumah: Membuat tanda pengingat di pintu rumah dan membuat tanda pengingat di pintu gerbang (1)3.2).

 

Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang

Pembentukan Iman Kepada Anak

Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9

 

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang indikator dari pengajaran iman kepada anak berdasarkan Ulangan 6: 4-9, yang terdiri dari: Pertama, mengajarkan tentang mengasihi Tuhan; kedua, mengajarkan secara berulang­ulang; dan ketiga, mengajarkan melalui tanda pengingat, sebagai berikut:

 

Mengajarkan Tentang Mengasihi Tuhan (D1)

Rahasia terakhir dari kecerdasan orang-orang Yahudi yang membuat mereka mampu menguasai pendidikaan, media, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, hiburan, dan sebagainya adalah metode dalam belajar.[23]

Metode mengajar ialah cara atau prosedur dalam mengelola interaksi antara guru (orang tua, pendidik) dan peserta didiknya (anak, pendidik) bagi berlangsungnya peristiwa belajar (mengestafetkan iman Kristen, pen).[24] Menurut Sidjabat, pola mengajar berdasarkan bentuk komunikasi interaksi orang tua dan anak, ada tiga yakni: (1) Pengajaran yang hanya menekankan komunikasi satu arah, yaitu dari pihak orang tua kepada anaknya. (2) Pengajaran yang membangun komunikasi satu arah, yaitu dari anak kepada orang tuanya. (3) Pengajaran yang membangun komunikasi dua arah, yaitu terjadinya relasi dan interaksi dialogis antara orang tua dan anak serta di antara anak lainnya.[25] Berdasarkan keterangan di atas, peneliti memakai tiga istilah pola mengajarkan iman Kristen dari kepala keluarga kepada anak mereka, yakni (1) Pengajaran dari orang tua ke anak; (2) Pengajaran dari anak ke orang tua; (3) Pengajaran interaksi dialog orang tua dan anak.

Wina Sanjaya mengemukakan konsep mengajar sebagai berikut: (1) Mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, dengan karakteristik: (a) Proses pengajaran berorientasi pada guru/ orang tua (theacher centred); (b) Siswa atau anak sebagai objek belajar; (c) Kegiatan pengajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu (di kelas dengan jadwal padat); (d) Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran. (2) Mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, dengan karakteristik: (a) Mengajar berpusat pada siswa/ anak (student centred); (b) Siswa/ anak sebagai subjek belajar; (c) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja; (d) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan.[26] Oleh karena itu pada orang tua perlu terjadi perubahan paradigma mengajar, dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi iman Kristen kepada mengajar sebagai proses menanamkan dan mengestafetkan iman kepada generasi anak. Mengajarkan tentang mengasihi Tuhan (Di) memiliki tiga indikator yaitu: (1) Mengasihi dengan segenap Hati (2) Mengasihi dengan segenap Jiwa (3) Mengasihi dengan segenap Kekuatan.

 

Mengasihi Tuhan dengan

Segenap Hati

 

Kasih kepada Allah bukanlah sesuatu yang boleh dipilih atau tidak dipilih. Sebaliknya, ia berupa perintah. "Kasih yang membalas kasih Allah kepada umat-Nya, ada kewajiban berbakti kepada-Nya dan menepati perintah-perintah­Nya, (Ul. 6:13; 10:12-13; 11:1, Ul. 30:2). Perintah kasih itu secara langsung tidak disebut lagi dalam Perjanjian Lama, kecuali dalam Ulangan. Tetapi dalam 2 Raja-raja 23:25 dan Hosea 6:6 terdapat keterangan yang senada.[27] Biarpun perintah kasih tidak jadi terungkap, namun rasa kasih kepada Allah meresap ke dalam kitab para nabi, khususnya kitab Hosea, dan ke dalam kitab Mazmur. Dengan mengutip Ulangan 6:5 Yesus berkata bahwa perintah kasih kepada Allah itu adalah perintah utama dalam Matius 22:37. Dalam kasih itu terkandung rasa segan seorang anak kepada bapanya, tetapi di dalamnya tidak ada tempat bagi ketakutan seorang budak terhadap majikannya.

Mengasihi Dengan Segenap Hati lebhabh dipakai dalam Perjanjian Lama untuk menunjukkan organ tubuh (jantung), tetapi terutama mengenai "sumber inti kepribadian" manusia (mengingat bahwa menurut orang 1brani, manusia merupakan suatu kesatuan (badani-rohani). Mengasihi Tuhan "dengan segenap hati" berarti menyerahkan segala proses pemikiran, serta perasaan­perasaan dan keputusan-keputusannya kepada Tuhan, untuk dibentuk dan dituntun, dan dimanfaatkan demi tercapainya kehendak Tuhan.[28]

Yesus pernah memberikan satu penegasan mengenai hal ini. Dikatakannya dalam Matius 12:34-35, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat." Di dalam perkataan itu, Yesus menggambarkan pentingnya hati sebagai sebuah tempat penyimpanan karena hal itu merupakan hulu dari apa yang ditampilkan oleh seseorang. Para rabi Yahudi memiliki pandangan sependapat dengan hal tersebut. Hati dianggap sebagai pusat moralitas yang memiliki kandungan baik dan jahat. Dalam tulisan para rabi Yahudi, hati adalah sebuah tempat di mana terdapat dua kecenderungan manusia yang saling bertolak belakang dan saling mencari pengaruh di dalam mengatur emosi, pikiran dan tindakan manusia. Maka, untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, mensyaratkan bahwa manusia harus menghadapi segala kejahatan batin, nafsu untuk diri sendiri dan berjuang terus-menerus menekan jiwa itu jika muncul di dalamnya. Artinya jelas, manusia perlu menjaga hatinya agar jangan sampai, muncul hati yang tercemari. Dengan kata lain, kasihi Allah dengan segenap hati haruslah dengan hati yang benar-benar bukan oleh hal-hal cemar seperti diidentifikasikan di atas, tetapi semata-mata kasih. Menurut Henry, mengasihi Allah dengan segenap hati berarti mempersenjatai manusia untuk melawan segala hal jahat yang timbul dalam hati, yang mencoba bersaing dengan posisi Allah di tempat yang terutama.[29] Willard merangkum dalam satu pernyataan dengan mengatakan, mereka yang memiliki hati yang terjaga baik adalah orang-orang yang dipersiapkan dan mampu menanggapi situasi kehidupan dengan cara yang baik dan benar. Kehendak mereka berfungsi sebagaimana seharusnya, untuk memilah hal yang baik dan menghindari hal yang jahat, dan komponen natur mereka yang lain bekerjasama untuk mencapai tujuan itu. Willard, setuju dengan hati yang perlu dijaga, sebab dengan cara itu hati akan menuntun seseorang bertindak dengan benar dan menanggapi setiap persoalan di dalam hidupnya dengan respon yang benar. Demikian juga dalam fungsinya sebagai pusat dari emosi, perasaan, suasana hati dan gairah manusia, hati sangat strategis untuk mengatur dan menggerakkan apapun yang dikeijakan atau ditampilkan oleh seseorang.[30] Emosi membawa pengaruh yang cukup besar di dalam kehidupan seseorang. Amarah misalnya, berasal dan meluap dari dalam hati. Rasul Paulus di dalam salah satu ajarannya kepada jemaat Efesus mengingatkan agar bapa-bapa tidak membangkitkan amarah anak-anaknya. (Ef 6:4). Di dalam tulisan itu, Paulus merujuk hati sebagai tempat amarah. Demikian halnya dengan sukacita. Di dalam Amsal 4:23 dikatakan, "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." Dalam ayat tersebut hati digambarkan sebagai sebuah tempat sukacita seseorang. Terlihat bahwa hati mengandung hal-hal yang bersifat emosional. Selain sukacita dan kemarahan, hati juga mengandung belas kasihan, kesedihan dan sebagainya.

Jadi yang dimaksud dengan mengasihi Allah dengan segenap hati berarti menyerahkan segala proses pemikiran kepada Tuhan; dibentuk demi tercapainya kehendak Tuhan; dimanfaatkan demi tercapainya kehendak Tuhan; dituntun demi tercapainya kehendak Tuhan.

 

Mengasihi Tuhan dengan

Segenap Jiwa (cara hidup)

 

Menurut Caims bahwa kata "jiwa" (lbr. "nefesy") dalam Perjanjian Lama tidak berarti "unsur rohani-abadi" dalam diri manusia yang masih tahan bereksistensi sesudah meninggalkan tubuh (waktu orang merringgal), melainkan berarti "prinsip kehidupan". Dibandingkan dengan "lehhabh" (hati), "nefesy" (jiwa) lebih banyak menunjukkan unsur emosi, perasaan, dan nafsu dalam kepribadian manusia, misalnya: kelaparan (Pkh.6:7; Mikha 7:1); kehausan (Yes.29:8). Mengasihi Tuhan "dengan segenap jiwa" berarti menundukkan serta mengabdikan segala perasaan dan nafsu keinginan kepada kehendak Tuhan, sehingga segenap potensi perasaan manusia menjadi sarana kehendak-Nya.[31]

Jiwa adalah diterjemahkan sebagai nyawa di dalam Markus 8:34-35.78 Menurut catatan Vine, jiwa adalah nafas hidup, sebuah bentuk kehidupan dari manusia (human being) yang tidak kelihatan tetapi di dalamnya terdapat eksistensi kepribadian (personality). Tanpa jiwa maka sebuah makluk dikatakan tidak hidup dan sama dengan binatang. Menurut pendapat Willard, jiwa adalah sebuah istilah dengan dimensi yang terdalam pada eksistensi manusia secara keseluruhan. Willard menyimpulkan, "karena jiwa mencakup dan mengatur manusia secara keseluruhan, seringkali jiwa dianggap sebagai orang itu sendiri. Jiwa merupakan bagian diri yang terdalam yang berkenaan dengan pengoperasian berbagai hal secara keseluruhan.[32] Jelaslah bahwa manusia memiliki jiwa karena melalui jiwa tersebut, manusia memiliki ciri kepribadian, Dalam catatan Unger, jiwa dikatakan merupakan tempat di mana terdapat perasaan kasih sayang, atau penolakan.[33]

Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam jiwa terdapat sejunilah hal yang ikut menentukan kepribadian seseorang. Jika seseorang mengalami jiwa yang rusak, maka kepribadian orang itu akan ikut rusak. Hal yang sebaliknya, jiwa yang sehat akan menggambarkan kepribadian yang sehat. Jiwa yang diserahkan kepada Allah menggambarkan jiwa yang sehat. Dengan demikian cirinya adalah bebas dari tekanan. Pertanyaan pemazmur di dalam Mazmur 42:6 dapat dijadikan bahan rujukkan, "Mengapa engkau tertekan hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?" Ketertekanan yang dihadapi permazmur tersebut menggambarkan keadaan jiwanya yang kehilangan kemerdekaan karena penolakan yang diterimanya, atau intimidasi atas perbuatan bunk atau karena menghadapi tantangan, pergumulan di dalam jiwanya. Burke menegaskan bahwa jiwa perlu diarahkan pada kehendak Allah. Salah satu syarat utama adalah penundukan din sepenuhnya kepada Allah seperti halnya hati yang hares dijaga, demikian juga dengan jiwa harus diarahkan. Jika tidak, maka jiwa akan menentukan arahnya sendiri di luar kontrol atau dalam istilah Willard dikatakan bebas dari perintah sadar manusia.[34]

Oleh sebab itu, mengasihi Allah dengan segenap jiwa artinya mengarah kan jiwa pada Allah dan bukan yang lain. Rasul Paulus menekankan kepada jemaat di Tesalonika agar mereka benar-benar menjaga dan memelihara jiwa bahkan hingga path kedatangan Yesus. Dikatakannya di dalam I Tesalonika 5:23, "Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." Hal itu tidak akan pernah tercapai jika jiwa tidak terhubung dengan Allah. Kontrol atas jiwa tersebut adalah Allah sendiri. Allah adalah pemilik kehidupan sehingga jiwa harus tunduk dan diserahkan kepada­Nya_ Dalam hal ini, aspek yang terpenting di dalam segenap jiwa adalah menyerahkan jiwa untuk tunduk kepada Allah sepenuhnya.

Jiwa sebagai pusat kehidupan seseorang haruslah berada di dalam kontrol Allah sepenuhnya supaya kehidupan manusia dapat berjalan sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya. Untuk itulah maka manusia perlu berakar kepada Allah agar ketika segala sesuatu di dalam hidup ini berjalan, jiwa memiliki sandaran bukan pada keinginan manusia tetapi pada keinginan Tuhan. Kunci kekuatan bagi jiwa adalah hubungan pribadi dengan Tuhan. Oleh sebab itu, seseorang perlu mempertahankan diri tetap membangun hubungan dengan Tuhan supaya jiwanya selalu berada di dalam pimpinan-Nya.

Jadi yang dimaksud dengan mengasihi Allah dengan segenap jiwa adalah segala usaha menyerahkan hidup kepada Allah dalam segala situasi dengan tetap mempertahankan iman; menundukkan segala perasaan kepada kehendak Tuhan; menyerahkan jiwa pada Allah saja; menyerahkan segenap jiwa untuk tunduk kepada Allah sepenuhnya; jiwa di dalam kontrol Allah agar kehi dupan manusia berjalan sesuai dengan rencana-Nya; mengabdikan segala perasaan kepada kehendak Tuhan.

Mengasihi Tuhan dengan

Segenap Kekuatan (perbuatan)

 

Raja Yosia diperkenalkan oleh pengarang Kitab sejarah Deuteronomistis sebagai satu-satunya raja yang hidup sesuai dengan tuntutan Vora' seperti yang diuraikan dalam Ulangan 6:5. Jelaslah dari contoh Yosia itu bahwa mengasihi Tuhan "dengan segenap kekuatan" berarti bertindak sekuat tenaga untuk menegakkan hal-hal yang dituntut oleh ‘tora’serta memberantas hal-hal yang dilarang olehnya.[35] Kata kekuatan yang artinya tenaga secara fisik dan juga energi secara total. Menurut pendapat Culpepper, kekuatan yang dimaksudkan oleh penulis Markus adalah kekuatan yang merujuk pada semua energi manusia dan vitalitasnya, yang dicurahkan untuk mengejar Allah. Ketika seseorang mengasihi Allah dengan segenap kekuatannya, maka hidup orang itu tidak semata-mata dihabiskan untuk mengejar hal-hal material belaka.[36] Banyak orang yang masih memiliki pandangan yang salah selama hidup di dunia ini dengan mencurahkan energi pada hal-hal materi seperti kekayaan. Kekuatan manusia seharusnya di arahkan kepada Allah sebagai pemilik segala kekayaan duniawi. Veith mendukung itu dengan mengatakan, tubuh manusia harus digunakan untuk mengasihi Allah dan bukanlah untuk mengejar hal-hal material di dalam dunia. Culpepper melihat kekuatan dari sisi energi manusia, sedangkan Veith melihat dari sisi fisik secara literal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat dua esensi penting dari frasa segenap kekuatan, yakni mengasihi-Nya secara literal menggunakan tubuh dan mengasihi-Nya menggunakan seluruh energi yang dimiliki oleh manusia yang berdiam di dalam tubuh tersebut_ Keduanya bersinergi melayani Allah. Tubuh yang mengasihi Allah adalah tubuh yang perlu dijaga kekudusannya secara konsisten.

Jadi yang dimaksud dengan mengasihi Allah dengan segenap kekuatan adalah hasil dari sebuah transformasi spiritual menuju keserupaan dengan Kristus, mencakup: bertindak sekuat tenaga untuk menegakkan hal-hal yang dituntut oleh 'tora', serta memberantas hal-hal yang dilarang olehnya, dengan segenap kekuatan (semua energi dan vitalitas manusia) yang dicurahkan untuk mengejar Allah bukan mencurahkan energi pada hal-hal materi seperti kekayaan

Jadi yang dimaksud dengan Mengajarkan tentang mengasihi Tuhan adalah syema (pengakuan iman) yang intinya mengajarkan agar anak-anak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, mengasihi Tuhan dengan cara hidupnya dalam segenap jiwanya, mengasihi Tuhan dengan segenap perbuatannya.

 

Mengajarkan Secara Berulang-ulang (D2)

Menurut Sardiman, pengertian mengajar adalah: "menyampaikan pengetahuan kepada anak didik".[37] Sedangkan menurut Sijabat mengajar adalah upaya untuk mentransfer pengetahuan, pandangan, keyakinan, dogma, dan dokti in atau teologi yang dimilikinya kepada peserta didik.[38] Gulo menulis: mengajar adalah penyampaian informasi kepada peserta didik.[39] Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian mengajar adalah upaya untuk mentransfer pengetahuan, informasi, pandangan, keyakinan, dogma dan doktrin yang dimiliki kepada peserta didik. Menunt pengertian ini berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi pengertian semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, (Berpusat pada guru) jadi gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar-mengajar di kelas. Guru harus memiliki kemampuan mengajar. Guru menyampaikan pengetahuan, agar anak didik mengetahui tentang pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan pengajaran yang intelektualistis.

Mengajar berarti mentransfer pengetahuan dari orang dewasa kepada anak-anak. Dalam hal ini orang dewasa yang peneliti maksud adalah orang ma. Orang tua harus mendalami Alkitab dan selanjutnya diajarkan kepada anak-anak mereka. Supaya anak-anak dibekali dengan pengetahuan Alkitab sebagai pedoman hidup mereka. Dengan demikian mereka bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran dunia yang menyesatkan.

Mengajar adalah sebagai upaya pengajar/guru untuk mentransfer pengetahuan atau pandangan, keyakinan, dogma, doktrin atau teologia yang dimilikinya kepada anak didiknya. Dengan pengertian ini ada kecenderungan bahwa tugas utama peserta didik ialah menguasai bahan pelajaran, mengetahui, dapat mengungkap ulang, serta memahami pengetahuan tersebut.

Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan harus dilakukan, terutama jika diinginkan hasil belajar lebih baik pada seluruh siswa. Oleh karena itu rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana. Dalam arti membutuhkan rumusan yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar itu sendiri.

Menurut Sumiati dan Asra, mengajar adalah: segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar dengan tujuan yang telah dirumuskan.[40] Oleh karena itu upaya apapun dapat dilakukan, asalkan upaya itu disengaja dengan penuh rasa tanggung jawab mengantarkan siswa menuju pencapaian tujuan. Tujuan itu dicapai melalui proses pembelajaran, sedangkan kemungkinan terjadinya proses belajar itu sendiri amat beraneka ragam. Bisa terjadi guru tampil di depan kelas untuk mengajar (langsung), dapat pula menggunakan perangkat pembelajaran.

Rumusan pengertian di atas sejalan dengan pandangan William H. Burton, yang menyatakan bahwa mengajar adalah : "Upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar (Chauhan, 1977:4).[41] Bertitik tolak dari pengertian tadi, Burton memandang bahwa: "Materi pembelajaran hanya sebagai materi perangsang saja. Sedangkan arah yang akan dituju oleh proses belajar adalah tujuan pembelajaran yang diketahui siswa."[42] Dengan metode pembelajaran tertentu proses belajar dapat terbimbing secara lebih baik. Dengan memberikan tugas atau latihan (misalnya), siswa diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu. Media merupakan alat bantu meningkatkan minat belajar siswa. Ini adalah dorongan untuk terjadinya proses belajar lebih jauh lagi. Baik orangtua maupun guru PAK merupakan pemberita Injil harus benar-benar memahami Ulangan 6:4­-9 sebab orang tua dan guru PAK sama-sama dituntut untuk mendidik dan mengajar anak-anaknya (U1 6: 4-9). Jika orang tua dan guru PAK kurang memahami Ulangan 6:4-9, maka orang tua dan guru PAK kurang mengasihi siswa, hal ini disebabkan karena mereka sendiri tidak membaca dan memahami kitab itu sendiri. Itulah sebabnya diperlukan guru PAK dalam keluarga yang aktif, kreatif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran PAK dalam keluarga.[43]

Mengajarkannya Berulang-ulang Kepada Anak adalah salah sate cara utama untuk mengungkapkan kasih kepada Allah (UI 6: 5) yakni memedulikan kesejahteraan rohani anak-anak dalam keluarga dan berusaha menuntun mereka kepada hubungan yang setia dengan Allah.[44]

Jadi yang dimaksud dengan Mengajarkan Secara Berulang-ulang adalah kegiatan yang harus dilakukan berulang-ulang dan terus menerus oleh setiap orang tua Kristen untuk mengungkapkan kasih kepada Allah yakni memedulikan kesejahteraan rohani anak-anak dalam keluarga dan berusaha menuntun anak­anak kepada hubungan yang setia dengan Allah, dengan cara mengajarkan dan mengestafetkan iman Kristen, dengan cam yang menyenangkan anak-anak (berpusat pada anak), sampai anak-anak bertobat menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru selamatnya secara pribadi, memahami Allah yang menyertai hidup mereka, melayani Allah, memuliakan Allah, memberitakan kebesaran Allah dan hidup mereka berpusat kepada Allah. Adapun contoh materi pelajaran yang selalu harus diajarkan berulang-ulang kepada anak, antara lain, bahwa: Yesus adalah Tuhan, Alkitab adalah firman Allah, Allah itu Roh, Allah itu Kasih, Roh Kudus adalah Tuhan, hukum utama yang pertama adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan, hukum kedua yang sama dengan hukum pertama adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri. Yesus mati disalib untuk menebus orang percaya. Barang siapa percaya kepada Yesus, ia memperoleh hidup kekal. Orang percaya harus bersaksi bahwa Yesus adalah Juru Selamat manusia, dan sebagainya.

 

Saat di Rumah

Rumah merupakan tempat berteduh anggota keluarga yang terdiri dari Ayah (suami), Ibu (istri), dan Anak-anak. Sebagian arti kata Ibrani untuk suami adalah: menguasai, memerintah. Kata ini juga dapat diterjemahkan sebagai "tuan rumah". Sebagaimana kepala keluarga, sang suami bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarganya.[45] Ibu (istri), dalam pernikahan, wanita diharapkan untuk tunduk kepada pasangannya. Tanggung jawab istri ialah menjadi "penolong" suaminya (Kej 2:18), yang berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umumnya (Ams 31:12). Tanggung jawab utamanya adalah rumah tangga dan anak-anak, tetapi adakalanya tanggung jawab itu meluas sampai ke pasar dan bidang-bidang lain yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarganya (bdg Ams 31:16, 24).[46] Pada zaman Alkitab, anak laki-laki harus menyokong orang tua mereka bila orang tua mereka menjadi tua dan kemudian memberikan pemakaman yang semestinya. Karena alasan ini, sepasang suami istri selalu mengharapkan akan dikarunia banyak anak laki-laki. Anak laki-laki yang sulung mempunyai tempat terhormat yang amat istimewa di dalam keluarga. Anak sulung diharapkan menjadi kepala keluarga berikutnya. Sepanjang hidupnya, ia diharapkan akan mengambil tanggung jawab lebih besar atas perbuatannya sendiri dan perbuatan adik-adiknya.[47] Dahulu kala anak perempuan tidak begitu dihargai seperti anak laki-laki. Ada ayah yang menganggap anak perempuannya sebagai pembuat susah. Lain halnya orang Ibrani memperlakukan anak perempuan mereka lebih manusiawi daripada beberapa kebudayaan lain di sekeliling mereka. Orang Romawi benar-benar membiarkan anak perempuan yang baru lahir tidak terlindung dari cuaca, dengan berharap supaya ia lekas mati. Tetapi orang Ibrani percaya bahwa semua anak laki-laki atau perempuan berasal dari Allah. Karena itu mereka takkan pernah berpikir untuk membunuh salah seorang bayi mereka.[48]

Menurut Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? Yang dikutip oleh Paulus Lilik Kristianto memberi gambaran tentang maksud keluarga dalam lima identifikasi yaitu:

1.        Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial, kasih dan rohani.

2.        Keluarga merupakan pusat pengembangan semua aktivitas.

3.        Keluarga merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai kehidupan.

4.        Keluarga merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai, laboratorium hidup bagi setiap anggota keluarga dan sating belajar hal yang baik.

5.        Keluarga merupakan tempat munculnya pennasalahan dan penyelesaiannya. [49]

 

Lembaga masyarakat yang paling kecil tetapi paling penting adalah keluarga. Di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh. Kristianto menjelaskan bahwa: "Keluarga pertama yang diciptakan Allah adalah keluarga Adam dan Hawa (Kej 1:27-28). Kemudian keluarga Nub, Abraham, keluarga Ishak, dan Yakub menumnkan bangsa Israel. Mukjizat pertama Tuhan Yesus adalah mengubah air menjadi anggur di desa Kana. Mukjizat ini menunjukkan perintah-Nya kepada keluarga (Yoh 2:11). Allah pertama kali membentuk keluarga Adam dan Hawa dan memberkatinya (Kej 1: 27-28).[50]

Demikian Allah menghendaki agar setiap orang tua mendidik anak-anak mereka untuk mengenal Allah dengan baik melalui pendidikan dalam keluarga (Ul 6:4-9). Alkitab menyatakan bahwa keluarga terbentuk apabila seorang laki­laki meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, maka keduanya menjadi satu daging dan mereka dipersatukan Allah dan tidak boleh diceraikan oleh manusia (Mat 19:5-6).

Pengajaran agama dimulai dalam keluarga Umat Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga pada khususnya ditugaskan untuk menyampaikan kekayaan iman bangsa pilihan Allah ini kepada generasi baru. Lilik Kristianto menjelaskan bahwa: "Pusat pendidikan agama terletak pada keluarga, terutama ayah yang bertanggungjawab dalam pendidikan agama kepada keluarganya".[51]

Inilah dasar Alkitab untuk pengajaran pendidikan agama Kristen dalam keluarga "Dengarlah, hal orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa! Kasihilah TUHAN, Allahinu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu". Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, harusnya engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu (ay.7a), apabila engkau sedang dalam perjalanan (ay.7b), apabila engkau berbaring (ay.7c) dan apabila engkau bangun (ay.7d). Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada lenganmu dan haruslah engkau menuliskan nya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu" (Ul. 6:4-9).

Salah satu dosa terbesar dari umat Allah dalam Perjanjian Lama adalah kegagalan para bapa untuk mengasihi anak-anak laki-laki dan perempuannya dengan secukupnya untuk mengajarkan jalan dan perintah Allah. Ini merupakan suatu pernyataan yang jelas bahwa salah satu sasaran kunci dari Injil adalah meneguhkan kembali kehendak Allah untuk keluarga dengan suatu hubungan yang tepat antara bapa dengan anak mereka. Melalui pemberitaan tentang pertobatan dan ketuhanan Kristus, bapa-bapa akan mengabdikan diri pada anaknya dalam suatu sikap kebenaran. Jika gereja inasa kini gagal untuk menjadi apa yang Allah inginkan, mungkin salah satu faktomya adalah karena hati bapa­bapa sekali lagi telah mengabaikan anaknya karena lalai untuk mengasihi mereka, untuk meluangkan waktu bersama-sama mereka, dan tmtuk mengajarkan Finnan Allah dan standar kebenaran kepada mereka. Sebagai akibatnya, anak-anak akan menolak jalan Allah (Mal 4:6).[52]

Jadi yang dimaksud dengan Membicarakan Berulang-ulang Saat di Rumah adalah pelaksanaan atas kehendak Allah, di mana Allah menghendaki agar setiap orang tua mendidik anak-anak mereka secara berulang-ulang, agar anak-anak mengenal Allah dengan baik, melalui pendidikan iman Kristen dalam keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat (yang terdiri dari Bapak, anak). Agar anak-anak mampu menerima estafet iman Kristen nya dan mempraktekkan Firman Allah sebagai wujud nyata iman mereka kepada Allah yang sudah membawa mereka keluar dari kuasa dosa.

 

Saat di Luar Rumah (dalam Perjalanan)

Pengajaran PAK dalam keluarga dilakukan baik saat berada di dalam rumah ataupun saat berada di luar rumah, setiap orang tua harus memanfaatkan tiap kesempatan untuk mengulangi atau mengecek pemahaman anak-anak tentang iman Kristen yang sudah ditanamkannya, agar setiap orang tua tahu pasti sejauh mana mereka sudah berhasil mengestafetkan teladan iman mereka kepada anak-­anak, misalnya pada saat dalam di perjalanan.

Seperti Yesus berkata kepada muridnya, "Alam telah memberikan suatu teladan kepada kamu" (Yoh 13:15), demikian juga setiap orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. Sehubungan hal ini Bruce Milne menjelaskan bahwa: "Seluruh kehidupan Tuhan Yesus yang dilukiskan dalam kitab-kitab Injil merupakan teladan untuk orang percaya. Orang percaya harus menjadi seperti Dia dalam memberi perhatian talus ikhlas untuk memuliakan nama Bapa (Yoh 8:49­50; Mrk 1:35), kepatuhan tak terputus-putus (Yoh 8:29), perhatian terhadap kebutuhan manusia (Mat 1:38)".[53]

Seorang pengajar PAK dalam keluarga harus dapat memperlihatkan kasih Kristen kepada para murid yang diajarnya. Rasul Yohanes mengingatkan perintah Kristus, "Inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita" (1Yoh. 3:23). Lilik Kristianto menjelaskan bahwa "Kasih adalah salah satu buah Roh sehingga orang percaya harus bergantung pada Roh Kudus (Gal. 5:22).[54]

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengajaran PAK di perjalananpun kita harus tetap menerapkan kasih terhadap Tuhan dan kasih terhadap sesama manusia.

Jadi yang dimaksud dengan Membicarakan Berulang-ulang Saat di Luar Rumah (dalam Perjalanan) adalah peragaan kasih Kristen dan pemberian perhatian yang talus ikhlas dari orang tua (sebagai pengajar PAK dalam keluarga) secara berulang-ulang tak berkeputusan kepada anak-anaknya saat berada di luar rumah, agar anak-anak: -memuliakan nama Bapa (Yoh 8:49-50; Mrk 1:35), memiliki kepatuhan tak terputus-putus (Yoh 8: 29), -memiliki perhatian terhadap kebutuhan manusia (Mrk 1:38).

 

Saat Berbaring (istirahat)

Pengajaran PAK oleh orang tua kepada anak-anak di saat berbaring dapat dilakukan saat orang tua membaringkan anak di pembaringan. Rasul Paulus menyatakan dengan jelas, "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu" (Kol. 3:16; bd. 2Tim. 3:15-17). Hal ini hanya dapat dicapai dengan terus-menerus mempelajari Alkitab hari lepas hari (Man. 119:97­100; Yoh. 8: 31-32); salah satu cara ialah membaca seluruh Perjanjian Baru dua kali setiap tahun dan Perjanjian Lama satu kali (bd. Yes. 29:13)[55] Orang Kristen mengawali kehidupan baru mereka dengan dilahirkan kembali "oleh firman kebenaran" (Yak. 1:18); Hidup baru di dalam Kristus menuntut bahwa kita membuang semua kotoran moral yang melukai hati.[56]

W.R.F. Browning mengatakan: (1) Pada Perjanjian Lama: orang pada umumnya tidak melakukan perjalanan jauh, kecuali para pedagang dan prajurit. Perjalanan lewat laut tidak disukai orang Israel dan jalan-jalan umumnya hanya jalan yang terbentuk karena diinjak-injak hewan dan pejalan kaki. Orang Mesir mempunyai kereta (ditarik lembu?, Kej. 46:5). Kuda tersedia bagi tentara (2 Raj 18:23) dan keledai dan unta bagi sipil. (2) Perjanjian Baru: Sekitar abad pertama pemerintah Romawi mengubah kesempatan perjalanan. Perompak dibersihkan dari laut, dan jalan-jalan utama dibangun untuk menghubungkan kota-kota penting. Itu sebabnya Paulus dapat merencanakan perjalanan-perjalanannya dengan baik (Rm. 15:24); juga ziarah-ziarah ke Yerusalem dapat dilakukan pejalan kaki (Luk. 2:41 dst). Jalan-jalan Romawi itu diratakan dan diberi tonggak jalan yang mencatat jarak jalan (suatu hal yang tak terduga bagi para alili purbakala).[57]

Mengulangi materi pelajaran iman Kristen oleh orang tua kepada anak­anak saat istirahat atau saat berbaring merupakan: (1) Pengarahan rohani yang berpusat di rumah, dan melibatkan ayah dan ibu. Pengabdian kepada Allah di dalam rumah tangga wajib dilakukan; hal itu adalah perintah langsung dari Tuhan (U1 6:7-9; bd. Ul 21:18; Kel 20:12; Im 20:9; Ams 1:8; 6:20; 2Tim 1:5); (2) Tujuan dari pengarahan oleh orang-tua ialah mengajar anak-anak untuk takut akan Tuhan, berjalan pada jalan-Nya, mengasihi dan menghargai Dia, serta melayani Dia dengan segenap hati dan jiwa (U1 10:12; Ef 6:4); (3) Orang percaya harus dengan tekun memberikan kepada anak-anaknya pendidikan yang berpusatkan Allah di mana segala sesuatu dihubungkan dengan Allah dan jalan-jalan-Nya (U1 4:9; 11: 19; 32:46; Kej 18:19; Kel 10:2; 12:26-27; 13:14-16; Yes 38:19).[58]

Pada hari-hari terakhir orang percaya harus siap menghadapi banjir kejahatan (2Tim 3:3) Ayat ini oleh Sang rasul menubuatkan bahwa Iblis akan menyebabkan kerusakan besar atas keluarga. Anak akan melawan orang-tua (2 Tim 3:2), laki-laki dan wanita akan "tanpa kasih" (Yun. astorgoi). Kata ini dapat berarti "tanpa kasih keluarga" dan menunjuk kepada kekurangan perasaan lemah lembut dan kasih yang lazim, seperti dipertunjukkan oleh seorang ibu yang tidak mengasihi anaknya, atau membunuh bayinya, seorang ayah yang mengabaikan keluarga, atau anak yang tidak memelihara orang-tuanya yang lanjut usia.[59]

Jadi yang dimaksud dengan Membicarakan Berulang-ulang Saat di Rumah adalah pelaksanaan etas kehendak Allah, di mama Allah menghendaki agar setiap orang tua mendidik anak-anak mereka secara berulang-ulang agar anak-anak mengenal Allah dengan baik, melalui pendidikan iman Kristen (PAK) dalam keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat (yang terdiri dari. Bapak, lbu, anak). Agar anak-anak mampu menerima estafet iman Kristen nya dan mempraktekkan Firman Allah sebagai wujud nyata iman mereka kepada Allah yang sudah membawa mereka keluar dari kuasa dosa.

 

Saat Bangun (Beraktivitas)

Pengajaran PAK di saat bangun tidur dapat dilakukan melalui Kebaktian Keluarga dan Saat Teduh. Ada dua hal penting yang seharusnya dilakukan dalam keluarga agar keluarga tersebut dapat tumbuh secara rohani menuju kepada kedewasaan penuh, yaitu: kebaktian keluarga dan saat teduh.

Paulus Lilik Kristianto menjelaskan bahwa: "Kebaktian keluarga dilaksanakan secara bersama oleh seluruh anggota keluarga dan seisi rumah.[60] Dalam kebaktian keluarga dilibatkan semua anggota keluarga. Misalnya, ayah menyampaikan Firman Tuhan, ibu memimpin acara, anak-anak sebagai pemimpin pujian. Kemudian, dilakukan secara bergantian. Kebaktian keluarga dapat diadakan pada malam hari sehingga semua anggota keluarga dapat mengikutinya. Bila memungkinkan dapat diadakan setiap hari atau dua hari sekali dengan waktu.

 

Mengajarkan Melalui Tanda Pengingat (D3).

Tradisi bangsa Israel berawal pada Pesakh, yaitu keluarnya mereka dari perbudakan yang ditandai dengan korban domba yang disembelih, kemudian dagingnya dimakan dan darahnya dioles di kusen pintu (Keluaran 12:5-15). Maut melewati (Pesakh bahasa InggrisPassover) seisi rumah yang ada tanda darah itu, serta Tuhan Allah masuk dan makan bersama mereka.

Ini diulang kembali di dalam Ulangan 6:6-9. Selain perintah Allah haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

Haruslah juga mengajarkan melalui tanda pengingat, yang terdiri atas dua indikator, yaitu Membuat Tanda Pengingat di Badan dan di rumah.

 

Membuat Tanda Pengingat di Badan

Ada sembilan pemakaian arti `tanda.' dalam Ensiklopedi Alkitab, yakni:

1.        'ot ialah sesuatu tanda untuk menyampaikan pesan istimewa, misalnya sunat (Kej 17:11), matahari dan bulan (Kej 1:14), pelangi (Kej 9:12), ot juga sebagai tanda yang disebut oleh Nabi-nabi adalah jaminan dari nubuat mereka, misal kematian anak-anak Eli (1 Sam 2:34), seorang perempuan muda yang mengandung (Yes 7:11).

2.        Tanda Kain, yang mendasari pemakaian 'ot ialah pemildran tentang jaminan kebaikan (Mzm 86:17), atau perjanjian (Kej 9:12). Jadi tanda yang diterima Kain ialah tanda perlindungan Yahweh, yang akan melindunginya dari pembalasan.

3.        Tanda pada kulit (lm 19:28; Ibr qa `qa) barangkali semacam rajah, dilarang dilakukan oleh bangsa Israel, karena merajah badan berkaitan dengan kepercayaan kafir.

4.        Tanda di dahi orang adil benar berbentuk huruf T (Ibrani taw). Mereka dibebaskan dari hukuman karena perlindungan Yahweh.

5.        Jika dipakai ungkapan `tanda-tanda ajaib' maka maksudnya ialah karya Allah, atau bukti kehadiran-Nya yang aktif di tengah-tengah umat-Nya. Tulah-tulah yang menimpa. Mesir disebut tanda (Kej 4:28; 7:3; 8:23). Peristiwa Keluaran pada dirinya dan kejadian-kejadian yang menyertainya, merupakan contoh khas dari tanda dan mujizat (U1 4:34; 6:22; 7:19). Bangsa Israel diberi kepastian, jika Allah menyatakan diri-Nya kembali maka penyataan-Nya itu akan disertai tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang menandakan kedatangan­Nya (Y12:30).

6.        Tanda milik Yesus (stigmata, Gal 6:17) mengacu kepada rajah atau tanda bakar, yang dibuat para pemilik budak menjadi tanda budak mereka. Paulus bangga bahwa mereka menjadi budak Kristus, dan ia membanggakan tanda ini, yang diterimanya dalam perkembangan upayanya melayankan Injil (2 Kor 11:23-27). Ada pendapat bahwa tanda-tanda itu adalah luka-luka Yesus sendiri, yang dapat diterima juga oleh orang Kristen. Nampaknya bukan demikian maksud Paulus dalam ayat ini.[61]

7.        Tanda binatang (Yunani kharagma) dalam Wahyu 13:16 adalah tanda dari pengikut antikristus, jelmaan dari dosa murtad. Di sini terdapat pemikiran yang sama dengan Yehezkiel pasal 9 (lih 4 di atas), tapi tanda 'yang jahat'. bukan yang baik.

8.        Kata Yunani se'meion mengandung pengertian yang sama dengan kata Ibrani 'ot se melon, bisa sebagai tanda yang diberikan Allah menandai pekerj aan­Nya (mis Rm 4:11; Mat 24:3). Orang banyak mengharapkan orang yang menyatakan dirinya utusan Allah melakukan tanda-tanda dengan kuasa. Yesus sering diminta melakukan tanda-tanda seperti itu (Mat 12:38 dab), dan Yesus menolaknya. Dalam Kitab Yohanes mujizat-mujizat Yesus disebut se'meia, yaitu tindakan dengan maksud tertentu., yang membuktikan kekuasaan Allah hadir dan ber jaya di dunia ini (Yoh 2:11; 4:54; 12:18) Dalam gereja perdana terjadi tanda-tanda, yang mensahihkan kuasa Injil (Kis 2:43; 4:30; 2 Kor 12:12). Tanda-tanda dahsyat akan mendahului penghakiman terakhir atas dunia ini (Luk 21:1 1, 2 5).

9.        Jaminan atau tanda yang mengingatkan, misalnya pelangi (Kej 9: 12), permohonan Rahab (Yos 2: 12), beberapa batu dari Sungai Yordan (Yos 4: 6).[62]

 

Membuat Tanda Pengingat di Tangan.

Salah satu ujud Membuat Tanda Pengingat di Badan adalah membuat tanda pengingat di tangan. Haruslah juga engkau mengikatkannya. Orang Yahudi pada abad yang lebih kemudian menafsirkan hal ini secara harafiah dengan memasukkan bagian-bagian hukum tertulis ke dalam kotak-kotak kecil yang diikatkan pada tangan dan dahi mereka (band. Mat 23:5).[63]

Baik dalam Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru terdapat banyak sekali penggunaan kata `tangan'. Kata ini berkenaan dengan kuasa Allah (mis Kel 14:27), atau pemeliharaan Allah (Mat 4:6) atau kelaliman (Yer 22:3) Arah ditunjukkan dengan tangan kanan (untuk selatan atau tangan kiri untuk utara). Sebelah kanan adalah tempat duduk tamu terhormat (1 Raja2 2:19) atau untuk anak di samping Bapa-Nya (Ibr 1:3) Dalam ikonografi Kristen tangan yang muncul dari awan sering digunakan untuk melambangkan Allah Bapa. Tangan Kanan. Tangan kanan Tuhan dalam Perjanjian Lama menyatakan kuasa yang menyelamatkan. Raja Israel dikatakan ada di kanan Allah pada waktu dinobatkan (Maz 110). Pengangkatan Yesus di sebelah kanan Allah (Ibr 1:3) menyatakan bahwa perintis keselamatan (Ibr 2:10) itu mempunyai kuasa penuh: Allah memerintah dan menghakimi oleh Yesus.[64]

Tangan (Ibrani yad dan kaf, Yunani kheir). Kedua kata Ibrani itu dihubungkan dengan arti dasarnya "lembah" atau" telapak", yang berasal dari akar kata yang berarti lekukan atau belokan. Dalam Alkitab Indonesia "tangan" sering dipakai apabila bahasa Ibrani asli dipakai ze 'roa harfiah lengan (ump Kel 15:16; Yes 40:11; 52:10), karena tangan mempunyai arti yang lebih luas yang bisa diterapkan pada keseluruh anggota badan itu, sedangkan yad, kaf hanya menunjuk pada bagian bawah dan .... pada bagian atas.[65] Dalam petnikiran Ibrani, seperti umumnya bagian anggota badan lainnya tangan pun nampaknya mempunyai fungsi otonom (1 Sam 24:11; ). Sebagaimana lengan, demikian juga tangan (khususnya tangan kanan) digunakan sebagai symbol kekuasaan dan kekuatan. Namun demikian tangan mempunyai arti kiasan yang lebih dalam daripada lengan. Lihat umpama dalam kitab Yosua 8:20 di sini yad diterjemahkan ‘kuasa’

Ada beberapa ungkapan umum dalam mana tangan dipakai sebagai symbol kuasa, ump, terlepas dari ataupun ada di dalam "tangan musuh" (Maz 31:15; Mrk 14:41). Sebaliknya, jatulmya tangan melambangkan kelemahan atau ketidakmampuan untuk mengatasi, sedangkan dengan menguatkan tangan berarti menolong (Yes 35:3; Hak 9:24). Orang kidal diperhatikan dengan khusus (Hak 3:15).[66]

Pada lenganmu ... pada dahimu: Hukum itu ditulis dan dimasukkan ke dalam kotak kecil lalu diikat pada lengan dan dipasang pada dahi.

Suatu perumpamaan yang berkenaan dengan adat-istiadat bangsa lain, agar supaya nama atau lambang suatu dewa nampak terlihat menempel pada tubuh. Sesudah masa pembuangan hal itu mulai diartikan secara harafiah dan orangpun mulailah mengikatkan gulungan-gulungan kulit yang penuh bertulisan naskah-naskah hukum pada kepalanya serta pada lengannya, begitu pula pada tiang-tiang pinto rumah. Dewasa ini hal serupa itu masih biasa pada banyak orang-orang Yahudi (bdk. Mat 23:5).

Jadi yang dimaksud dengan Membuat Tanda Pengingat di Tangan adalah setiap orang tua membuat 'tanda' pada tangan kanan anak mereka, untuk mengingatkan kepada anak itu dan setiap orang yang bertemu dengan anak itu, bahwa anak itu adalah milik Tuhan (stigmata, Gal 6:17).

 

Membuat Tanda Pengingat di Dahi.

Itulah ujud kedua dari membuat tanda pengingat di badan. Sebuah kantong kecil berisi Kitab Suci Perjanjian Lama dikenakan di dahi pria Ibrani (Kel 13:9, 16; Ul 6:8) dan dalam penglihatan Yehezkiel mengenai masa depan (Yell 9:4) orang-orang benar akan diberi tanda didahinya dengan huruf taw (tanda silang X, dalam tulisan Kanaan kuno). Demikian juga dalam Wahyu 7:3, meterai Allah ditempatkan di dahi hamba-hamba-Nya. Gereja perdana mengambil taw itu sebagai lambang yang tepat bagi salib Yesus, dan menjadi lambang khas Kristen. Dahi dapat juga digunakan untuk menandakan sifat keras kepala (Yes 48:4; Yeh 3:7).[67] Taw huruf terakhir dari abjad Ibrani, dan dituliskan sebagai X dalam tulisan Kanaan (Yeh 9:4 Firman TUHAN kepadanya: "Berjalanlah dari tengah­tengah kota, yaitu Yerusalem dan tulislah huruf T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah karena segala perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan di sana"). Ini adalah tanda dari orang-orang yang ditebus dalam Wahyu 7: 3-4 (katanya: "Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka!") dan dengan demikian menjadi symbol khusus dalam kekristenan.[68]

Dahi (Ibrani mesyakh, Yunani            metopon, harfiah diantara mata)

Penampilan dari (air muka) dapat menunjukkan sikap melawan, menentang, atau berontak (band Yer 3:3). Yes 48:4; Yeh 3:8-9, Bahasa Indonesia menyebut kepala batu, harfiah `dahi yang keras'. Di dahi orang diberi tanda (Kel 28:38); Yeb 9:4; Why 7:3; 13:16), Yehezkiel mencatat tanda itu dengan tinta (ditulis), dalam Kitab Wahyu dimeteraikan, dalam Kitab Keluaran disebut patam. Pada dahi dilekatkan `tali sembahyang'.[69]

Ulangan 6:4-9 sering disebut sebagai syema yitsrael, suatu panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan, antara lain dengan membuat tanda pengingat di dahi orang Israel. Ayat-ayat ini memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan iman orang Israel. Mereka melafalkan syema tiga kali dalam sehari, dan tidak ada penyembahan pada Hari Sabat di rumah ibadah tanpa melafalkannya. Syema ini merupakan pengakuan iman monoteisme Israel yang paling mendasar. Isinya memberikan penegasan bahwa Allah secara total berbeda dengan yang lain. Ia menyatakan diri- Nya kepada Israel dan dapat dipercaya karena Ia tidak berubah.

Melalui syema Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh aspek kehidupan Israel didasari oleh hubungan cintanya dengan Tuhan. Di dalam cinta ini terkandung komitmen dan kesetiaan yang menyeluruh dan total. Syeina ini: (1) harus tertanam dalam hati orang Israel (U1 6:6); (2) harus tertanam dalam hati anak-anak Israel (Ul 6:7); (3) hares menjadi bagian hidup sehari-hari mereka (U1 6:7); (4) harus menjadi identitas pribadi mereka (UI 6:8); dan (5) menjadi identitas keluarga serta masyarakat Israel (UI 6:9). Tidak ada satu bagian pun dalam kehidupan orang Israel yang terlepas dari relasi mereka yang penuh kasih kepada Tuhan.

Apa yang diminta Tuhan bagi umat-Nya dan hamba-Nya bukanlah kecakapan untuk memimpin, berorganisasi, berkhotbah, bernyanyi, atau apapun yang lain, melainkan hati yang mengasihi Tuhan (Yoh 21:15-19). Tanpa kasih kepada Tuhan, pelayanan dapat menjadi jerat bagi pelayan. Hal itu menyedihkan hati Tuhan. Seluruh pelayanan, tanpa dilandasi oleh kasih kepada Tuhan, tidak akan berarti apa-apa di hadapan Tuhan (Why 2:1-5).

Sehingga perlu direnungkan oleh setiap pelayan: Apakah yang menyukakan hati Allah juga keinginan terdalam dari pelayan? Apakah dalam setiap aspek hidup, cinta pada Tuhan termanifestasikan melalui ketaatan dan komitmen pelayan?[70]

Jadi yang dimaksud dengan membuat tanda pengingat di dahi ialah tanda komitmen untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama, yang dikenakan di dahi pria Ibrani sebagai tanda dari orang-orang yang ditebus Tuhan, sebagai suatu tanda panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan, sebagai tanda pengingat di dahi orang Israel agar mereka melafalkan syema tiga kali dalam sehari, dan tidak ada penyembahan pada Hari Sabat di rumah ibadah tanpa melafalkannya.

Jadi yang dimaksud dengan Membuat Tanda Pengingat Materi Pengajaran di Badan ialah tanda komitmen orang Israel untuk bersekutu dengan Tuhan sebagai prioritas utama dalam hidup mereka, yang dinyatakan dengan tanda pengingat syema Israel dengan cam mentuliskan di dahi (antara kedua mata) setiap anak mereka dan pada tangan setiap anak orang Israel untuk menyatakan bahwa mereka adalah milik Tuhan.

 

Membuat Tanda Pengingat di Rumah

Ada dua bagian yang termasuk membuat tanda pengingat di rumah yaitu membuat tanda di pintu rumah dan di pintu gerbang. Tanda pada tiang pintu rumah dan pintu gerbang dalam tradisi Israel adalah meletakkan MEZUZAH di kusen bagian kanan pintu. Mezuzah ini adalah tanda pada kusen sebagai pengingat bahwa Tuhan menyelamatkan bangsa Israel dari kematian di Mesir dengan darah anak domba. Oleh karenanya setiap kali penghuni masuk ke rumah, maka ia harus meletakkan tangannya ke mezuzah tersebut dan mengucap doa berkat, mengundang Tuhan hadir ke dalam rumah tersebut. Mezuzah tersebut berisi Firman Tuhan dalam -Mangan 6:4-9 dan 11:13:21.

Salah satu ujud Membuat Tanda Pengingat di Rumah adalah membuat tanda pengingat di pintu rumah.

 

Membuat Tanda Pengingat di Pintu Rumah

Haruslah engkau menuliskannya. Menulis adalah salah satu kesenian manusia yang paling tua. Pada zaman Musa ada bermacam-macam bahan yang dipakai untuk tujuan komunikasi, di mana para juru tulis dituntut kepandaiannya. Menulis pasti merupakan bagian dari pendidikan umum Musa di Mesir (band Kis 7:22).[71]

Untuk sebagian besar sejarah orang Ibrani, sejak tinggal di Kanaan (abad ke -13 dan ke -12 sM) hingga abad ke-6 M, semua rumah tinggal memiliki ukuran dan bentuk yang sama, yaitu terdiri dari dua rang di atas dan dua ruang di bawah, dengan atap balok-balok kayu yang diisi dengan lumpur kering dan semak belukar. Hewan-hewan mungkin ditempatkan di bagian yang lebih rendah (1 Sam 28:24). Rumah baru harus diberi pagar sebagai pengaman (UI 22:8). Pada abad ke 8 sM, seperti disaksikan oleh para nabi, orang-orang kaya memperluas rumah mereka dan cenderung mendesak orang-orang miskin ke wilayah yang terpisah. Pada era Perjanjian Baru rumah-rumah orang kaya di Palestina meniru rumah di kota-kota Helenistik, dilengkapi dengan persediaan airnya sendiri. Istana Herodes begitu mewah dan nyaman, di lengkapi dengan kolam renang dan ventilasi. Rumah-rumah orang miskin memiliki atap yang mudah dikoyakkan (Mrk 2:4) jelas bahwa masih dibuat dari anyaman jerami dan ranting-ranting. Namun untuk lingkungan Lukas yang lebih canggih, penginjil mengubah konstruksi atap Markus yang sederhana itu menjadi genting (Luk 5:19) agar lebih dapat dimengerti oleh para pembacanya.

Dalam Alkitab rumah juga digunakan untuk menyatakan keluarga atau suku (Bil 1:2; 2 Sam 7:4-11) menggunakan rumah dengan makna ganda, sebagai bangunan dan sebagai dinasti untuk keluarga. Rumah Allah (Mrk 2:26) atau rumah doa (Mrk 11:17) merupakan tempat untuk beribadah. Namun, dalam Ibrani 3:3-6 persekutuan Kristen disebut sebagai rumah Allah.[72]

Jadi yang dimaksud dengan Menulis Tanda Pengingat Di Pintu Rumah ialah kebiasaan (keharusan) membuat tulisan di pintu rumah setiap orang Israel dengan tujuan komunikasi dan sebagai alat pendidikan untuk mengingatkan setiap orang (anggota keluarga khususnya) yang keluar masuk melalui pintu rumah itu (bahwa rumah itu bermakna sebagai rumah doa) bahwa mereka adalah umat pilihan dan tebusan Alah yang berkomitmen untuk tetap setia mengasihi Tuhan dengan segenap hati, kekuatan dan jiwa mereka dalam perkataan dan tingkah laku.

 

Membuat Tanda Pengingat di Pintu Gerbang.

Pintu gerbang domba, berada di sebelah utara Bait Allah di Yerusalem, dibangun sesudah pembuangan (Neh 3:1). Barangkali merupakan jalan terbaik ke kota bagi domba-domba yang digiring untuk dikorbankan. Gerbang ini agaknya terletak dekat kolam Betesda (Yoh 5:2) tetapi naskah Yunaninya tidak pasti (kata pintu gerbang tidak ada dalam bahasa Yunaninya.[73]

Tiang pintu-pintu gerbang. Kata-kata ini mencerminkan kebiasaan arsitektural pada zaman Musa. Untuk pemakaian bahasa kiasan semacam itu lihat Keluaran 13: 9,16 (Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum TUHAN ada di bibirmu; sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir). Pelaksanaan harafiah dari berbagai perintah pada Ulangan 6:8,9 menjadi mode di antara orang-orang Yahudi yang belakangan dalam bentuk hiasan-hiasan yang dipakai setiap orang (bd. Mat 23:5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;) dan mezuzah yang dipasang di atas tiang pintu.[74]

Jadi yang dimaksud dengan Membuat Tanda Pengingat Materi Pengajaran di Pintu Gerbang ialah keharusan membuat tanda pengingat di pintu gerbang setiap rumah orang Israel, supaya hukum TUHAN ada di bibir mereka; sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa mereka ke luar dari Mesir.

Jadi yang dimaksud dengan Membuat Tanda Pengingat Materi Pengajaran di Rumah mencakup keharusan membuat tanda pengingat di pintu rumah dan pintu gerbang mereka, bahwa dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa mereka keluar dari Mesh-.

Jadi yang dimaksud dengan Mengajarkan Berulang-Ulang Materi pola Pengajaran Orang Tua Israel kepada Anak adalah pelaksanaan tanggung jawab setiap orang tua Israel untuk selalu mengingatkan anak-anak mereka tentang pengakuan iman (syema Israel) yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa (dengan cara hidup sehari-hari) dan dengan segenap kekuatan dalam perbuatan, dengan cara mengulang-ulang mengajarkannya: saat di dalam rumah; saat di luar rumah (dalam perjalanan); saat beristirahat (berbaring); saat bangun beraktivitas (bekerja); membuat tanda pengingat di badan anak-anak (pada lengan pergelangan tangan dan pada dahi); menuliskan tanda pengingat di bangunan rumah (pada pintu nimah dan pada pintu gerbang).

Jadi secara konseptual, yang dimaksud dengan Pola Pengajaran iman kepada anak berdasarkan Ulangan 6:4-9 adalah pola mengestafetkan dan menanamkan pengakuan iman (syema Israel), oleh setiap orang ma kepada generasi berikutnya (anak), sampai anak-anak memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama dalam kehidupan mereka terus menenis, dan secara berkelanjutan mampu dan komitmen mengestafetkanya turun temurun kepada keturunan berikutnya, demikian seterusnya.

Jadi secara oprasional, yang dimaksud dengan Implementasi Pengajaran PAK dalam pembentukan iman kepada anak berdasarkan Ulangan 6:4-9 adalah metode orang tua mengestafetkan iman kepada anak-anak, agar anak pun meneruskan mengajarkannya kepada generasi berikutnya demikian seterusnya, dengan tiga cara: (1) Mengajarkan tentang mengasihi Tuhan: dengan segenap hati; dengan segenap jiwa (cara hidup); dengan segenap kekuatan (dalam perbuatan), (2) Mengajarkan dan membicarakannya berulang-ulang: saat di dalam rumah; saat di luar rumah (dalam perjalanan); saat beristirahat (berbaring); saat bangun beraktivitas (bekerja); (3) Mengajarkan melalui tanda pengingat: di badan anak-anak (pada lengan/ pergelangan tangan dan pada dahi); di bangunan rumah (pada pintu rumah dan pada pintu gerbang).

Rangkuman

Berdasarkan Implementasi pengembangan pengajaran tentang pembentukan iman kepada anak berdasarkan kitab Ulangan 6:4-9 dijemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya, maka para orang tua, guru sekolah minggu, dan hamba Tuhan harus memiliki buku pedoman pendidikan agama kristen yang baik dan benar guna untuk meningkatkan keimanan anak-anak di antara jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya

 

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang baik adalah menjelaskan secara teoritis antara variable yang akan diteliti. Sebelum data dikumpulkan terlebih dahulu diduga apa yang akan terjadi dan diberikan alasannya. Kerangka berpikir yang dibuat bertolak dari kajian teori yang sudah ada. Jumlah kerangka berpikir yang akan disusun sama dengan jumlah rumusan masalah, dan ada judul masing­masing. Berikut ini adalah kerangka bepikir yang terkait dengan rumusan masalah.

 

Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman

Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat

Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya

 

 

Pengajaran Orang Tua Israel kepada Anak-anak Mereka berdasarkan Ulangan 6:4-9 adalah pola mengestafetkan dan menanamkan pengakuan iman (syema Israel), oleh setiap orang tua kepada generasi berikutnya (anak), sampai anak-anak memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama dalam kehidupan mereka terus-menerus, dan secara berkelanjutan mampu dan komitmen mengestafetkanya turun temurun kepada generasi berikutnya, dengan materi pengajaran orang tua Israel kepada anak, tentang mengasihi Tuhan yaitu: (1) Mengasihi Tuhan dengan segenap hati; (2) Mengasihi Tuhan dengan Segenap jiwa (cara hidup); (3) Mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan (dalam perbuatan), dengan cara mengajarkan dan membicarakannya benilang-ulang: saat di dalam rumah; saat di luar rumah (dalam perjalanan); saat beristirahat (berbaring); saat bangun beraktivitas (bekerja); membuat tanda pengingat di badan anak-anak (pada lengan/ pergelangan tangan dan pada dahi); menuliskan tanda pengingat di bangunan rumah (pada pintu rumah dan pada pintu gerbang).

Kenyataannya, sebagai bapa-bapa dan ibu-ibu dari anak-anaknya, tanggung jawab setiap orang tua dari anggota jemaat di GBIS Yerusalem Baru Surabaya mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga harus menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat bagi orang percaya turun-temurun. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada anak cucu. Seperti: Abraham meneruskan kepada Ishak (anak Abraham), lalu Ishak meneruskan pengajaran penting itu kepada Yakub dan kemudian Yakub juga menanamkan segala perkara ini kedalam batin anak-anaknya. Yusuf menyimpan perkara-perkara itu kemanapun ia pergi. Janji-janji Tuhan itu tetap terpelihara oleh bangsa Israel. Nabi Musa dipilih oleh Tuhan untuk: membebaskan umat-Nya dari penindasan; Musa diangkat menjadi pemimpin mereka; Musa juga menjadi guru dan pemberi hukum-hukum bagi mereka. Musa mendidik mereka di padang belantara dan mengatur pendidikan itu dengan jitu dan tepat, pendidikan itu akan dilanjutkan pula oleh pengganti­penggantinya. Tiap-tiap keturunannya umat Israel menyampaikan pula tiap pengajaran itu kepada keturunan yang berikut. Proses ini berlangsung terus menerus beratus-ratus tahun lamanya. Pendidikan itu mulai dalam masing-masing rumah tangga dan diteruskan dalam kebaktian-kebaktian umum dan di dalam pengajaran dalam Taurat Tuhan_ Tuhan Allah sendirilah yang merupakan pusat dan tujuan segala pengajaran masyarakat Israel. Nampaknya pola pengajaran dan pengestafetan iman seperti ini belum menjadi bagian utama dalam kehidupan setiap orang tua dan jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya

Hal tersebut terlihat dengan masih ada anak jemaat yang nikah campur, antara lain karena belum adanya materi pengajaran oleh orang tua kepada anak yang dibakukan dalam sebuah buku pedoman di GBIS Yerusalem Baru Surabaya. Juga belum tersedia buku pedoman bagi orang tua bagaimana pola pengajaran untuk mencerdaskan anak mereka. Selain itu belum ada pelatihan kepada orang tua untuk menambah keterampilan setiap orang tua untuk mengestafetkan iman Kristen kepada anak-anak. Bahkan belum jelas bagaimana sehanisnya setiap orang tua memandang anak-anak yang dikaruniakan Tuhan dan bagaimana melaksanakan pengajara iman Kristen dalam setiap rumah tangga anggota Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya.

Dari hal di atas patut diduga bahwa kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6: 4-9 di GBIS Yrusalem Baru Surabaya ada pada kategori rendah menuju sedang.

Jonathan Sarwono mengatakan tentang arch anak panah dalam gambar analisa jalur sbb: Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variable bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan anak pariah. Anak panah-anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab-akibat antara variable-variabel exogenous atau perantara dengan satu variable tergantung atau lebih. Variabel-variabel exogenous dalam suatu model jalur ialah semua variable yang tidak ada penyebab-penyebab eskplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak pariah yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Variabel endogenous ialah variable yang mempunyai anak panah-anak pariah menuju kea rah variable tersebut.[75]

 

Secara skema di bawah ini digambarkan bagan kerangka berpikir, kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.a Lihat gambar 2.7

 

GAMBAR 2.7

KECENDERUNGAN TINGKAT IMPLEMENTASI METODE

PENGAJARAN

Description: _Pic1

Keterangan:

Y = Implementasi pola pengajaran Iman

D1 Mengajarkan tentang Mengasihi

D2 Mengajarkan secara berulang-ulang

D3 Mengajarkan melalui tanda Pengingat

 

Metode Pengajaran Iman Orang Tua Israel Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 adalah pertama, Mengajarkan tentang mengasihi Tuhan, terdiri dari: (1) Mengasihi Tuhan dengan segenap hati; (2) Mengasihi Tuhan dengan Segenap jiwa (cara hidup); (3) Mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan (dalam perbuatan). Kedna, Mengajarkan secara berulang-ulang: saat di dalam rumah; saat di luar rumah (dalam perjalanan); saat beristirahat (berbaring); saat bangun beraktivitas (bekerja); Mengajarkan melalui tanda pengingat: di badan anak-anak (pada lengan/ pergelangan tangan dan pada dahi); membuat tanda pengingat di rumah (pada pintu rumah dan pada pintu gerbang).

Kenyataanya, materi pengajaran orang tua kepada anak tentang mengasihi Tuhan belum dihayati secara penuh oleh setiap orangtua anggota Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya, sebab nampaknya masih ada orang tua anggota jemaat yang masih belum mengasihi Tuhan dengan sepenuh hail mereka: masih belum menunjukkannya dalam cara hidup mereka dan dalam perbuatan mereka, seperti yang diperintahkan dalam Ulangan 6:5 di atas. Sebab kenyataan yang ada di lapangan, masih ada anggota jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya, datang terlambat beribadah di gereja pada hari Minggu dan Doa Malam pada hari Jumat, dan masih ada yang belum rutin hadir tepat waktu, bahkan ada yang baru sampai di gereja menjelang kotbah dimulai.

Tentang jemaat di GBIS Yerusalem Baru Surabaya melaksanakan sesuai dengan yang tertulis dalam Ulangan 6: 6-9, disebabkan karena kesibukan mereka untuk mencari nafkah (bekerja), sehingga anak-anak kurang waktu untuk bertemu dengan ayah mereka. Disinyalir, bahwa ada anggota jemaat yang sebelum anak-anak bangun, ayahnya sudah berangkat bekeija dan scat pulang anak-anak mereka sudah tidur, sehingga tidak ada kesempatan berinteraksi antara ayah dan anak-anak mereka, apalagi mengajarkan syema secara berulang-ulang seperti perintah Tuhan dalam Ulangan 6: 7-9 haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang (metode pengajaran, pen) kepada anak­anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda (membuat tanda pengingat di badan, pen) pada tanganinu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu (membuat tanda pengingat di rumah, pen) pada pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu"

Dari hal di atas patut diduga bahwa Dimensi yang paling dominan memengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya adalah mengajarkan secara berulang-ulang. Lihat gambar 2.8

 

GAMBAR 2.8

DIMENSI YANG PALING DOMINAN MEMENGARUHI IMPLEMENTASI

Description: _Pic1

Keterangan:

Y = Implementasi pola pengajaran Iman

Dl Mengajarkan tentang Mengasihi

D2 Mengajarkan secara berulang-ulang

D3 Mengajarkan melalui tanda Pengingat

 

Kategori latar belakang yang dominan mempengaruhi

Implementasi pengembangan pengajaran tentang pembentukan iman kepada anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di

jemaat GBIS Yerusalem Baru

 

Berdirinya Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya sendiri dimulai dengan penginjilan kepada orang-orang yang kurang diperhatikan oleh masyarakat, yaitu kelompok pengamen jalanan, pemulung, pengemis, buruh pabrik, dan gelandangan yang hidup di kolong jembatan. Ditinjau dari sejarah berdirinya gereja dan perkembangannya saat ini dapatlah dipahami bila GBIS Yerusalem Baru Surabaya memiliki jemaat dengan latar belakang yang beragam, baik latar belakang suku, bentuk kekristenan, gereja asal, jenis kelamin, pendidikan, usia, dan lain-lain. Adapun kegiatan Gereja yang dilakukan di GBIS elama sepekan adalah: lbadah Raya pada hari Minggu jam 07.00 pagi, Ibadah Sekolah Minggu jam 09.30 pagi, dan Ibadah Kaum Muda dan Remaja jam 10.00. Ibadah kaum Pria pada hari Jumat 2 & 4 jam 19.00, Ibadah Kaum Wanita hari Senin jam 17.00, dan Ibadah Doa Malam, hari Jumat ke 1 & 3 jam 18.00.

Gereja merupakan agen utama dalam mengajarkan pendidikan Agama Kristen melalui kegiatan beribadah, memberitakan Firman, melaksanakan sakramen, memelihara kesatuan dan identitasnya sebagai gereja. Gereja memuliakan Allah dengan menempatkan Dia sebagai pusat, dasar dan kuasa hidup uniat. Gereja memuliakan Allah melalui persekutuan (koinonia) di antara umat di mana disiplin, kekudusan hidup dankarunia-karunia rohani menjadi nyata. Gereja memuliakan Allah melalui kesaksiaimya (marturia) yang mencakup pekabaran Injil ke seluruh dunia dan mengajar umat serta dunia tentang ajaran­ajaran Tuhan, pelayanan sosial (diakonia) serta pemberitaan tentang keadilan dan kebenaran Allah. Akan tetapi di GBIS Yerusalem Baru Surabaya belum ada metode atau pedoman pelaksanaan untuk melakukan pengajaran dari orang tua kepada anak-anakaiya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diduga, bahwa kategori latar belakang yang dominan memengaruhi impletnentasi pola pengajaran iman kepada anak berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di antara Jemaat GBIS Yerusalem Baru Surabaya adalah pendidikan.

Secara shema di bawah ini digambarkan bagan kerangka berpikir, Kategori latar belakang yang dominan memengaruhi Implementasi Pengajaran Pendidikan Agama Kristen Dalam Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya? Lihat gambar 2.9

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.9
KATEGORI LATAR BELAKANG YANG DOMINAN

Description: _Pic1

Keterangan

Y = Implementasi pola pengajaran Iman Kepada Anak

LB Latar Belakang Suku (1= Jawa; 2= Batak; 3= Ambon; 4= Timor; 5= Lainnya)

Latar Belakang Bentuk Kekristenan (1 = Kristen Keturunan; 2 = Kristen Pertobatan)

Latar Belakang Gereja Asal (1= Katolik; 2= Protestan; 3= Pentakosta; 4= Karismatik)

Latar Belakang Jenis Kelamin (1= Laki-laki; 2= Perempuan)

Latar Belakang Pendidikan (1= SD ; 2= SMP; 3= SMA; 4=S1; 5=S2; 6= S3)

Latar Belakang Usia (1 = 25-30 Tahun; 2 = 30-40 Tabun); 3 = 40-45 Tahun); 4= lebih 46 Tahun.

 

Perumusan hipodisertasi

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka berpikir di atas diajukan hipodisertasi penelitian sebagai berikut:

1.      Diduga kecenderungan tingkat Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya.

2.      Diduga dimensi yang paling dominan memengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya adalah mengajarkan secara berulang-ulang.

3.      Diduga kategori latar belakang yang paling dominan (dari suku, bentuk kekristenan, gereja asal, jenis kelamin, pendidikan dan usia) memengaruhi Implementasi Pengembangan Pengajaran tentang Pembentukan Iman Kepada Anak Berdasarkan Kitab Ulangan 6:4-9 di Jemaat Gereja Bethel Injil Sepenuh Yerusalem Baru Surabaya adalah latar belakang pendidikan.

 



[1] Sugiyono. Met ode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2007), 57.

[2] Yoseph P. Free direvisi dan diperluas oleh Howard F. Vos. Arkeologi Jan Sejarah cetakan ketiga (Malang: Gandum Mas, 2011). 150.

[3] Yoseph R Free direvisi dan diperluas oleh Howard F. Vos, Arkeologi dan Sejarah Alkitab. cetakan keti.ga, 123.

[4] Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edi.si Studi (Jakarta: LA1, 2012), 280.

[5]Denis Green, Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2008)., 69.

[6]The New Sarong's Exhaustive Concordance of the Bible, 123.

[7] Alkitab Penuntun Hidup Berkehmpahan (Malang Gandurn Mas), 151.

[8] Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, 281.

[9] Free direvisi dan diperluas oleh Howard F. Vos, Arkenlogi dan Storah Alldtab, 150.

[10] SABDA.(OLB-versi Indonesia),4.30.

[11] Charles F. Pfeiffer, TaiSir Allatab (Malang: Ganduni Mas, 2004), 452.

[12] Lembaga Alkitab Indonesia.. A lkitab Edisi Studi, 294.

[13] Charles F. Pfeiffer, Tqfsir Alkitab Wycliffe, 453.

[14] Charles F. Pfeiffer. Taf.ir Alkitab Wycliffe. 153

[15] http: Alkitab Sabda.Org/Commentary. php.

[16] Bruce Milne, MengenaliKebenaran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000). 235.

[17] Hardi Budivana Dasar-dasar Pendidikan Aganza Kristen (Yogvakarta:Andi Offset,2011), 40.

 

[18] Hananto GP, Th. M., M. Pd. K,.Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan Masa Kini (Yogyakarta: Andi201 2), 9-10.

[19] SABDA:(OLB-versi Indonesia ), 4.30.

[20] Charles F. Pfeiffer, Taftir Alkitab Wycliffe, 453.

[21] Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi, 280.

[22] www.ottawajudaic a. corn/mezuzahs . tml

[23] Abdul Waid, Menguak Rahasia Cara Belajar Orang Yahudi (Yogyakarta Diva Press, 2011), 237.

[24] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, Mewujudkan Visi Guru Profesional (Bandung: Kalam Hidup, 2009), 229.

[25] Ibid., 231-232.

[26] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Stondor Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2006), 95 - 100.

[27] http://alkitab.sabda.org/comrnentaryphp

[28] I. J. Cairns, TOiran Kitab Ulangan (Jakarta: BPK-Gunung Willa, 2008), 133.

 

[29] Mattew Henry. Injil Markus, (Surabaya: Momentum. 2007). 277.

[30] Paul J. Achtemeier (Ed.), Harper Collins Bible Dictionary (New York Harper Collins Publisher, 1996), 407- 408.

[31] Cairns, Tafsiran Kitab Ulangan, 133.

[32] Dallas Wilard, Renovation of the Heart (Surabaya: Momentum, 2005), 53.

[33] Merril F Unger, The New Unger 's Bible Dictionary (Chicago: Moody Press, 1966), 212.

[34] Dallas Wilard. Renovation of The Heart (Surabaya: Momentum. 2005). 53.

[35] Dallas Wilard, Renovation of The Heart, 134.

[36] R. Alan Culpepper, Smyth and HeIwo Bible Commentary: Mark (Georgia: Smyth & Heiwys Publishing, 2007), 421.

[37] Sardiman A.M. Interaksi Motivasi Bela* Mengajar. (Jakarta Raja Grafindo Per sada,

[38] Sijabat, Mengajar secara Profesional, 10.

[39] Gulo, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Grasindo. 2002), 5.

[40] Sumiati dan Asra. Aletode Pembelajaran. (Bandung, Wacana Prima, 2007). 24.

[41] Ibid., 24

[42] Ibid., 24

[44] SABDA, Penjelasan Ulangan 6:7

[45] Packer Merrill C. Tenney dan William White, Jr. Ensiklopedia  faktor Alkitab (Malang: Gandum Mas, 20(1), 848.

                [46] Ibid., 850

[47] Ibid., 852

[48] Packer Merrill C. Tenney dan William White, Jr. 852.

[49] Paulus Lilik Kristianto, Prinsip Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Yogyakarata: Andi, 2006), 139

[50] Ibid., 139

[51] Paulus Lilik Kristianto, Prinsip Dan Prakiek Pendidikan Agama Kristen, 139.

[52] Sabda, catatan Luk 1:17

[53] Bruce Milne, Mengenali Kebenaran (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 235.

[54] Paulus Lilik Kristianto, Prin.sip Dan Praktek Pendidilum Agama Kristen.22.

[55] Sabda, catatan Ulangan 6:7

[56] Sabda, catatan Yakub I:21

[57] W.R_F. Browning, Kamus Alkitab. cet. ke 6 (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2011).346.

[58] Sabda, Catatan kaki Ul 6:7.

[59] Sabda, Catatan kaki 2 Tim 3:3   

[60] Paultis Lilik Kristianto, Prinsip Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. 151.

 

[61] Fr. Saunders is pastor of Queen of Apostles Church in Alexandria.“Straight Answers: What Is the Stigmata?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1999 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com

 diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.” Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus yang tersalib, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang. Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung. Seorang stigmatis, yaitu orang yang menderita akibat stigmata, dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu. Stigmata dapat kelihatan, dapat pula tidak kelihatan; dapat permanen, dapat pula sementara waktu saja

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                       

                                                                                                                                                                                                                                                                                                           

 

 

[62] J.D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II (Yogyakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF), Cetakan ke 4, 1999), 445.

[63] D. Guthrie. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), 317.

[64] D. Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1. 436. 84Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kind Jilid II M-Z, 445.

[65] D.Guthrie, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1. 436

[66] Douglas, Ensiklopedi Alkaitab Masa Kini Jilid II M-Z, 445.

[67] D. Guthrie, Taftiran Alkitab Masa Kini, 72.

[68] D. Guthrie, Taftiran .Alkitab Masa Kini, 438.

[69] D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I A-L (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1999), 224.

[70] Sabda, Catatan .SH, Ulangan 6:4-9

[71] D. Guthrie, Taftiran Alkitah Masa Kini 1. 317.

[72] Browning, Kamus Alkitab Panduan dasar ke dalam Kitab-kitab, tema, tempat, tokoh dan istilah Alkitabiah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 390-391.

[73] Ibid., 363.

[74] Sabda, Tafsiran Alkitab Wycliffe, Ulangan 6:7

[75] Jonathan Sarwono, Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis dengan SPSS (Yogyakarta: Andi, 2007), 3.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

  BAB 1 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN   A. Pengertian Pendidikan (secara umum): 1. Apakah arti pendidikan ? Lebih daripada sekedar s...